1. Butik B & E

380 27 22
                                    

Seperti hari-hari biasa di ibukota siang ini sangat terik dan panas. Cahaya matahari sudah semakin tinggi ketika seorang pria tiba disebuah butik. Dengan tergesa-gesa memarkirkan motornya, pria itu melepas helm tanpa sempat melepaskan jaket kulit hitam kesayangannya. Mata laksana iris rusa menatap plang nama bangunan di hadapannya, 'B&E Boutique'.

Pria itu memuji intuisi pemilik butik yang membangun tokonya di tempat ini. Tepat di jantung ibukota, berada di kawasan perkantoran dan apartemen mewah dengan akses yang mudah. Pastilah sewa tempat ini sangat tinggi tapi itu sebanding dengan pelanggan mulai dari golongan menengah hingga ke atas.

"Cukup sulit dirapal" gumamnya pelan.
Meskipun sudah berulang kali ke tempat ini, namun kali ini dia baru pertama kali menginjakan kaki memasuki butik langganan kakaknya. Biasanya dia hanya mengantar kakak perempuannya saja tanpa ikut masuk, paling dia hanya menunggu di luar duduk menunggangi motor hitamnya.

Seorang wanita cantik langsung menyapanya ramah ketika dia menginjakkan kaki di dalam butik.
"Selamat datang di B&E Boutique!"

Sejenak dia terpana pada senyum manis wanita di hadapannya. Wanita dengan bentuk wajah oval dan mata bulan sabit yang menambah daya tariknya ketika tersenyum. 'Tiffani' adalah nama yang tertulis pada name tag bajunya.

"Ada yang bisa saya bantu mas? -Eh mas yang kemarin datang kan?" Tiffani sangat familiar dengan pria di hadapannya. Pasalnya Tiffani sering melihat pria ini berkeliaran di sekitar butik. Tetapi kali ini memang pertemuan pertama mereka.

Tiffani mengerutkan kening ketika pria dihadapannya justru mengulurkan tangannya. Dengan ragu dia menyambutnya.

"Perkenalkan saya Lukas, adik dari Rania, salah satu pelanggan di sini."

"Oh mbak Rania, tentu saya mengenalnya. Ternyata mas ini adiknya toh, saya juga sering melihat masnya ketika mbak Rania berkunjung kemari."

"Iya." Lukas menjawab seadanya, dia tidak memiliki banyak waktu untuk beramah-tamah.

Tiffani menyadari gelagat pria dihadapannya yang sejak tadi gelisah melirik arloji di tangannya.

"Ada apa mas?" Tanya Tiffani to the point.

"Anu mbak, kemarin saya datang untuk mengambil pesanan kakak saya. Ternyata ketika kakak saya memeriksanya, itu bukan pesanannya. Saya pikir mbak salah memberi barang." Lukas mengusap tengkuknya merasa canggung.

"OMG! Benarkah? Apa mas bawa barangnya?"

Lukas mengangguk, lantas dia menyerahkan paper bag yang sejak tadi dibawa. "Ini."

Tiffani segera menerima kemudian langsung memeriksanya. Benar yang dikatakan oleh pria di depannya, ternyata dirinya memberikan pesanan yang salah. Tiffani langsung memasang raut wajah menyesal. "Ah, maaf mas saya memberikan barang yang salah. Benar ini bukan pesanan milik mbak Rania."

"Tunggu sebentar! Saya akan mengambilkan barangnya." Tiffani berbalik namun sebuah tangan menahan lengannya, sontak wanita itu menghentikan langkahnya.

"Ah, maaf. Anu, dress-nya akan dipakai siang ini.."
Lukas yang merasa tidak sopan menyentuh wanita di depannya segera melepaskan tangannya.

"Iya, saya akan segera menukarnya dengan barang yang benar."

"Bukan itu maksud saya.." Sekali lagi Lukas menatap arloji di tangannya.

"Saya tidak punya banyak waktu, dan kakak saya sedang ada jadwal operasi. Bisakah saya meminta bantuan, tolong barangnya antarkan ke alamat ini." Lukas merogoh saku jaket lalu menyerahkan secarik kertas pada Tiffani.

"Tapi mas kami tidak menyediakan jasa antar kirim.."

"Saya mohon bantuannya mbak, saya sekarang sudah ditunggu oleh atasan saya." Akhirnya Lukas menarik tangan Tiffani lalu menaruh kertas itu di telapak tangannya. Lukas tidak memiliki pilihan lain. Bahkan dia tidak memiliki waktu untuk berpikir bahwa tindakannya itu dianggap kurang sopan.

Enchanted With StrangerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang