Gerimis membungkus jalanan membuat becek dimana-mana. Matahari tidak terlihat, bersembunyi dibalik awan-awan kelabu. Pagi ini pagi yang basah, orang-orang tetap memaksakan diri untuk memulai aktivitasnya.
Sebuah angkot menepi di persimpangan jalan. Seorang gadis dengan rambut panjang turun dari sana, membayar angkot, menyibak tirai hujan yang jatuh terus menerus. Tidak seperti kebanyakan orang yang akan segera menepi, mencari tempat teduh, berusaha agar tidak basah, gadis itu justru sengaja memperlambat langkahnya.
Dia mendongak keatas, menatap langit lamat-lamat, membiarkan tetes air hujan membasahi wajahnya. Terus melangkah sampai tidak terasa tinggal beberapa meter lagi dia sampai di gerbang sekolah.
Saat asik menikmati hujan, tiba-tiba seorang pria berlari dari arah belakang dan tidak sengaja menabrak gadis itu.
"Aduh!" Gadis itu meringis karena kaget.
"Eh, sorry. Gue gak sengaja, Rea." Pria itu mengusap tengkuknya. "Gue buru-buru tadi, Lo enggak apa-apa?"
Rea hanya mendengus, membalas dengan tatapan yang dingin dan menusuk. Pria tadi meneguk ludahnya. Suasana menjadi horor seketika. Dibawah rintik hujan, dua orang ini saling tatap.
Rea akhirnya memutuskan pergi, meninggalkan pria itu yang masih kikuk karena tatapan tajam yang diberikan Rea padanya.
***
Lorong kelas tidak terlalu ramai, mungkin karena hujan, beberapa murid belum datang. Rea melangkah masuk ke kelasnya.
Ini adalah kelas baru Rea. Hari ini merupakan hari pertama masuk sekolah setelah libur kenaikan kelas. Walaupun mendapatkan kelas baru, penghuni kelasnya tetap sama seperti tahun ajaran kemarin.
Baru ada sedikit siswa disana. Namun, tak ada satupun yang menyapa Rea. Karena satu dan lain hal, mereka enggan melakukannya. Rea memilih duduk di bangku dekat jendela. Alasannya, tentu saja agar ia bisa melihat keluar saat ia bosan.
Sesaat kemudian, ada dua siswi kelas lain yang masuk ke kelas Rea. Mereka menghampiri meja Rea, menggebrak nya.
"Heh, Lo!" Salah satu dari mereka menyentak. Yang lainnya hanya melipat kedua tangannya di depan dada, memperhatikan.
Rea yang sedari tadi sedang melihat keluar jendela kini menoleh, menatap datar dua perempuan dihadapannya.
"Lo berani banget dekat sama Lyo!"
Rea hanya mendengus kasar lalu kembali melihat keluar jendela.
Merasa tidak digubris, siswi itu mencoba menarik tangan seragam Rea, memaksa tubuh Rea agar menghadap kearah mereka. Rea pun terpaksa harus berdiri.
"Kalau orang lagi ngomong tuh dengerin, bego!"
Rea menyeringai. "Lah, Gue kira kalian hewan."
"Sialan!"
Tangan siswi itu melayang kearah pipi Rea. Refleks, Rea langsung menggenggam pergelangan tangan itu sebelum telak menampar pipinya. Siswi itu terhenyak, kaget mendapati respon Rea yang diluar dugaannya.
Mata Rea menyorot tajam, seperti seekor macan yang ingin menerkam mangsanya. Genggaman tangan Rea sangat erat, membuat siswi itu meringis kesakitan.
"Apa-apaan sih, Lo! Lepasin gak!"
"Pergi." Ucap Rea dingin tanpa menghilangkan pandangan tajamnya.
"Enggak! Berani-beraninya Lo nyuruh gue pergi gitu aja,"
Rea makin memperkuat genggamannya. Siswi itu berteriak tertahan. Melihat kejadian didepannya, siswi lain yang tadi hanya memperhatikan kini menghampiri temannya yang kesakitan.
"Vell, udah yuk, kita keluar aja." Bujuk Disa.
"Gue gak akan keluar sebelum orang gila ini ngejauh dari Lyo!" Ucap Vell sambil menunjuk Rea dengan tangan kirinya, sementara tangan kanannya masih dalam genggaman Rea.
"Vell-"
Belum sempat Disa berhasil membujuk Vell, seorang pria masuk ke kelas. Ya, dia adalah Lyo, sekaligus pria yang tadi menabrak Rea di depan gerbang.
"Ada apa ini? Kok pada ribut?"
Demi melihat kedatangan Lyo, Vell langsung menarik tangannya sekuat mungkin agar terlepas dari genggaman Rea. Dia menghampiri Lyo, berusaha meminta pertolongannya.
"Si anak bego itu, Lyo! Berani banget dia dekat-dekat sama Lo. Lo kan milik gue!" Ucap Vell dengan nada memelas. "Terus ya, anak bego itu main kasar tahu gak!? Masa tangan gue dia cengkram kuat banget, kan sakit, Lyo."
Dahi Lyo berkerut, masih mencerna apa yang terjadi. Sementara Rea, dia sudah kembali duduk tenang, memperhatikan dengan tatapan dinginnya.
Lyo menoleh kearah Vell, dia akhirnya tahu inti permasalahannya.
"Vell," Lyo menghela nafas, "Sebaiknya Lo keluar dari sini sebelum hal buruk terjadi."
"Tapi Lyo-"
"Keluar, Vell."
"Ayo, Vell." Disa menarik tangan Vell menuju ke luar kelas. Banyak pasang mata yang sedari tadi memperhatikan mereka.
Rea yang melihat dua siswi tadi keluar pun kembali menyeringai. Ia mendengus kasar.
"Dasar cecunguk-cecunguk penganggu!"
Lyo memutuskan duduk di bangku yang berada di depan Rea. Ia menyimpan ranselnya dan menghadap ke belakang.
"Rea,"
Tak ada jawaban, Rea masih asik menatap gerimis diluar. Dia memang menyukai hujan. Entah kenapa, hujan selalu membuatnya tenang.
"Rea," Lyo mencoba memanggilnya lagi, berharap Rea akan menoleh.
"Hm." Ucap Rea tak mengalihkan pandangannya.
Lyo menghela nafas. "Sorry, Rea. Gue nggak tahu kalau Vell bakalan kayak gitu ke Lo."
Rea mengangkat bahu.
"Lo mau maafin Vell, kan? Gue bakal jelasin ke dia kalo kita cuma sahabat, Vell tadi kelewat cemburu, Re."
"Terserah." Hanya satu kata yang keluar dari mulut Rea.
"Maafin, ya?"
"Hm."
"Gue anggap itu artinya 'iya'."
Tiba-tiba Rea terkekeh. Lyo menatap Rea heran.
"Untung aja cecunguk itu pacar Lo, Lyo." Rea mendecak sebal.
"Ah, iya." Lyo mengerti apa yang Rea maksud. "Kalo aja dia bukan pacar gue, gue yakin besok Vell bakalan pindah sekolah gara-gara Lo. Iya, kan?" Lyo ikut terkekeh.
Rea tersenyum miring. Ia ingat kejadian tiga tahun yang lalu.
***
.
.
.
.Halo semua^^
Gimana ceritanya? Seru?^^
Kalian penasaran sama cerita selanjutnya?
Tenang, ini baru permulaan, kok! Chapter selanjutnya akan semakin seru!><
Stay tuned, ya! Aku harap kalian suka^^
.
.
.NeshyaOctavia🌙
KAMU SEDANG MEMBACA
OLEANDER
Teen FictionBagaimana jadinya jika, seorang gadis berambut panjang yang cantik, pintar, dan selalu memikat hati para pria, justru memiliki rahasia yang benar-benar diluar dugaan? Dia adalah gadis yang spesial. Bukan karena kecantikannya. Bukan karena kepintaran...