Flashback (1)

6 2 0
                                    

Sejauh yang kuingat, adalah ketika aku berusia sekitar 2,5 tahun. Aku mulai belajar mengenal huruf. Ibuku dengan sabar mengajariku satu per satu. Aku bisa membaca tepat sebelum masuk playgroup.

Tidak seperti anak-anak yang lain, aku hanya 3 bulan berada di playgroup. Teman pertamaku adalah Naila, seorang gadis cilik dengan tahi lalat di atas ujung bibirnya. "Anak itu seperti orang jahat." itu pikirku. 

Tahun 2010 aku memasuki masa taman kanak-kanak. Selain Naila, temanku bertambah satu yaitu Aulia. Mereka adalah saudara kembar dizigot, yaitu berasal dari ibu yang sama dan lahir secara bersamaan (berurutan) namun tidak memiliki wajah yang sama. 

Aku yakin mereka adalah anak baik. Tapi entah kenapa aku merasa takut kepada mereka. Ketika guru sedang bercerita, Naila menyuruhku membuang sampah miliknya. Yah, itu masuk akal karena tempat dudukku lebih dekat dengan tong sampah.

Aku sudah membuangnya, lalu dia menyuruhku lagi berkali-kali. Dia memberiku sampah sepotong demi sepotong. Begitu pula Aulia, "Nih buangin!". Saat itu aku mengira, mungkin mereka tidak mau membuang sampah terus, jadinya menyuruhku.

Suatu hari ada anak baru dikelasku. Semua anak terpaku ketika melihatnya. Cantik dan berkulit putih, Renata namanya. Karena saat itu adalah hari pertama untuknya, dia mengenakan dress pendek berwarna merah. Rambutnya sepanjang paha dikepang dua, dan dipangkal kepangan terdapat jepit rambut berbentuk topi senada dengan bajunya. Bukankah dia terlihat seperti tuan putri?

Tentu dia menjadi pusat perhatian di kelas. Teman-temanku mengira dia anak kota karena bajunya. Ketika sudah waktunya istirahat, beberapa anak mengajaknya dan menggandeng tangannya. Tentu saja aku juga ingin bergabung bersama mereka juga. Tapi sudahlah, sepertinya itu tidak mungkin.

○○○

Seiring berjalannya waktu,  aku sering bermain bersama Renata. Entah sejak kapan aku mulai dekat dengannya. Suatu hari kami bermain memanjat kerangka besi kubus. Baru saja kami mulai memanjat sebuah sisi, tangan Renata tergelincir pada genggaman pertamanya.

 Dia berteriak karena terkejut. Kakinya kembali ke tanah, lalu berjalan mundur. Aku menertawakannya, kukira dia sedang bercanda atau bersiap untuk memanjat lagi. Tiba-tiba...

Bruk!

Renata jatuh kebelakang dan kepalanya terbentur bekas pohon yang ditebang. Hidungnya mengeluarkan darah karena tubuhnya yang rapuh.  Dia menangis sekeras-kerasnya. Beberapa wali murid membantunya berdiri, menenangkannya dan mengurusnya. 

Aku diam ditempat. Aku tidak menyangka dia berjalan mundur bukan karena bercanda. Saat tangannya tergelincir, kakinya kehilangan keseimbangan. Kemudian dia tidak sengaja menginjak batu kecil dan tergelincir (lagi). Dan tadi aku hanya menertawakannya, bukan menolongnya.

Ah, perasaan apa ini? Jantungku berdegup kencang. Aku memang bermain bersamanya, tetapi aku tidak menyentuhnya sedikitpun. Aku tidak mendorongnya, dia jatuh sendiri. Aku takut disalahkan, padahal bukan aku yang salah.

Mungkin, itu adalah pertama kalinya aku merasa bersalah.

Sejauh Ayu MemandangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang