》Ketika sebuah kayu hancur

769 107 3
                                    

Apapun yang hancur, itu akan menyisakan bagian dari benda itu.
Sama seperti kayu, kehidupan tidak berbeda jauh darinya.

Serpihan kayu dapat membuat tangan terluka, apalagi serpihan kenangan. Hati akan terluka karenanya.

Harus sampai kapan?

●○●













"Maafkan aku Hinata."

Hinata berusaha sekuat mungkin untuk menggapai sosok itu.

"Aku yang seharusnya minta maaf..." setelah Hinata mengucapkan kalimat itu, sosok itu menghilang seakan berubah menjadi butiran debu yang tidak akan pernah Hinata raih.

"Hah... hah..." Hinata terbangun dengan jantung yang berdegup cepat, dan air mata yang mengalir dari matanya serta nafasnya yang tidak beraturan.

Entah sampai kapan mimpi itu harus hadir di setiap malamnya. Hinata lelah, lelah menghadapi rasa sedih yang ikut serta di dalamnya.

Ia tau ia salah. Mengabaikan seseorang yang setiap hari selalu menyatakan isi hatinya pada Hinata. Namun Hinata hanya menganggap itu semua sebagai candaan darinya.

Memang, jatuh cinta pada sahabat sendiri itu menyakitkan.

Sampai akhirnya ia membuktikan, bahwa hal yang selalu ia ucapkan bukan hanya sekedar gurauan.

Tapi semuanya terlambat bagi Hinata, orang itu sudah pergi. Menyisakan kenangan yang selalu menghampiri setiap malamnya.

Tentunya Hinata punya alasan untuk tidak mengindahkan pernyataan Kageyama. Yaa, karena dulu Kageyama adalah musuh-- entahlah.

Kageyama dulu selalu berbuat tidak baik pada dirinya.

Membuat bajunya basah.

Membuat bajunya kotor.

Membuang makanan Hinata hingga dirinya kelaparan.

Dan masih banyak lagi perbuatan Kageyama yang Hinata tidak mengerti.

Hinata tidak tau alasan apa Kageyama benci dirinya. Walau pada akhirnya ia berubah dan berusaha sekeras mungkin untuk membuat Hinata percaya.

Tetap saja, hati Hinata telah beku terhadap pemuda itu.

Kageyama, dimana?

.

.

.

.

.

.

.

.

.












Ingin rasanya Hinata kembali ke hari itu...

WoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang