Jika pulangmu menjadi sebab mata ini sembab,
Lantas mengapa hadir hanya untuk sekejap?
Kini kembali menjadi penutup yang gelap, sudah sepantasnya kau diletakkan di akhir bab.-Dewi Purri, yang terdalam
***
#serpihan kenangan indah
○●
Galucu anjir. Batin Hinata.
"Hahahahaha ya kali ini darimu." Hinata tertawa hambar, tidak ada yang lucu, yang baru saja terjadi lebih ke menakutkan bagi Hinata.
"Kenapa? Ngga suka coklat?" Hinata mengerutkan keningnya, seriusan ini dari Kageyama?
"Ah...hm... suka kok." Sambil cengar-cengir ga jelas karena situasi yang menurutnya awkward.
"Kalo aku, suka ngga?" Kedua mata Hinata membola, bulubulu tubuhnya terasa berdiri akibat kata demi kata yang keluar dari bibir Kageyama.
"Pikir aja sendiri." Ucap Hinata, yaa orang bodoh mana sih yang mau suka sama orang yang pernah membuli dirinya.
Lalu Hinata duduk di kursinya dan mengabaikan coklat itu, Hinata pengen makan sebenarnya karena dia suka coklat dan dia juga jarang beli coklat. Tapi harga dirinya jauh lebih berharga dari pada coklat itu, yaa walaupun kelihatannya enak sih.
Kageyama mengerutkan keningnya lalu mengambil coklat itu dan membukanya.
Tuhkan emang ni orang gajelas, katanya buat aku tapi dia yang buka. Biarin aja borok sikutan. Batin Hinata memaki.
"Nih." Kageyama menyodorkan coklat yang sudah ia buka ke bibir mungil Hinata yang tentu saja dibalas dengan tatapan aneh oleh Hinata.
"Katanya suka, ayo dimakan." Sebelah alis Hinata terangkat, ngeri-ngeri sedap ternyata dekat dengan Kageyama. Tapi siapa tau ini trik lainnya untuk membuli Hinata.
Hinata membuang wajahnya ke arah lain tidak mau menatap coklat itu.
"Kalau kau nggak mau makan ini yasudah, aku buang saja." Dan kedua mata Hinata kembali membola.
Enteng banget nih orang pengen buang-buang makanan lagaknya kaya crazy rich.
Akhirnya dengan terpaksa Hinata menatap coklat itu lagi dan merebutnya dari tangan Kageyama.
Dari pada dibuang yakan.
"Terima kasih." Ucap Hinata dingin setelah meraih coklat itu.
"Cium dong." Mulut Hinata menganga, untung saja suara Kageyama kecil.
Ini orang kelakuan ama bahasanya mencurigakan banget, jangan-jangan aku di baik-baikin buat dijual ke papa gula.
"Ap-apa-apaan sih gila kali ya." Balas Hinata ketus, duh kenapa aku jadi gugup gini. Masa iya aku suka sama yang bentukannya begitu, ganteng sih tapi freak, idih dikasih juga mikir-mikir, lagi pula aku kan suka cewek cantik. Hinata terus bergelud dengan pikirannya sendiri.
"Harusnya kalau dikasih sesuatu sama orang itu bilang terima kasih yang tulus." Hinata menghirup nafas dalam lalu membuangnya sambil menutup matanya.
Sabarin aku tolong, cobaannya berat banget ini.
Hinata menoleh lalu menatap Kageyama, "terima kasih yaa." Ucapnya sambil memaksa senyuman di wajahnya.
Kageyama tersenyum melihat wajah imut Hinata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wood
FanfictionCerita mereka seperti kayu yang memiliki serpihan setiap dirinya hancur. Ada serpihan mimpi, serpihan rindu bahkan serpihan delusi yang harus mereka lewati. Mungkin lebih tepatnya, yang harus Hinata lewati. Entah sampai kapan serpihan itu akan habis...