Kita harus pintar membaca situasi
Kapan harus membela
Kapan harus mereda
Kapan harus bersuara
Kapan harus mendengar sajaSemua ada waktunya
-yang.terdalam●
Braakk!!
Tubuh Hinata membentur tembok, tentu sakit rasanya.
"Masih mau melawan?" Hinata tau dia bukan tandingan orang-orang itu, tapi Hinata sudah lelah setiap kali di tindas ia hanya pasrah. Kali ini ia mau melawan.
"Untuk apa? Bukannya sudah jelas? Dari awal akulah yang menang. Karena kalian bertiga sedangkan aku sendiri." Ucap Hinata sambil berusaha untuk bangkit dan menepuk seragamnya yang terlihat kotor.
"Pecundang seperti kalian mungkin tidak akan sadar tentang hal itu makanya ku beritahu." Salah satu dari mereka sudah mengepalkan tangan, bersiap untuk memukul Hinata lagi.
Namun 1 orang lainnya menghentikan langkahnya, ia menatap Hinata dalam, mental Hinata hampir ciut di buatnya.
"Baik, 1 minggu lagi kita akan duel 1 lawan 1. Dan akan ku pastikan, kau menarik kata-katamu." Ucapnya sambil menarik kerah Hinata lalu menghempaskannya.
"Ayo pergi." Hinata menghembuskan nafasnya lega, setidaknya penderitaannya hari ini telah berakhir.
Ternyata benar kata Bokuto, Hinata harus melawan. Hinata tidak boleh takut, tapi kenyataan bahwa dia hanya seorang diri masih membuat hidupnya begitu berat.
Ah, Hinata hanya harus berusaha sedikit lagi.
Ia merapihkan barang-barangnya yang tergeletak di tanah, memasukkannya ke dalam tas dan mulai berjalan pulang.
.
Kageyama terganggu oleh kata-kata Hinata yang seakan berputar di dalam otaknya.
Apakah benar bahwa selama ini dirinya hanya seorang pengecut?
Ah, persetan dengan itu.
Kageyama yang baru sampai di depan rumah pun memarkirkan motor kawasaki miliknya, belum sempat ia melepas sepatu kakak perempuannya menghampiri Kageyama.
"Tobio, nee-san boleh minta tolong?" Kageyama menganggukan kepalanya.
"Tolong belikan susu dan bahan makanan lain, ini catatannya. Oh iya, tasmu biar nee-san yang membawanya ke dalam." Kageyama hanya menganggukan kepalanya sambil menerima catatan dan uang dari sang kakak.
Tanpa waktu lama, ia kembali menaiki motornya dan pergi ke tempat yang seharusnya ia datangi.
Lampu merah dan itu mengharuskan Kageyama untuk berhenti, tanpa ia sadar ada seseorang yang tiba-tiba ada di sampingnya.
"Mau beli gantungan? Atau gelang kayu?" Kageyama membuka kaca helm full facenya. Dan ia mendapati orang yang sangat ia kenal.
"Hinata?" Melihat Kageyama, Hinata sama kagetnya.
"Kau?..." belum sempat Kageyama menyelesaikan kalimatnya, Hinata memotong pembicaraannya.
"Kenapa? Mau mentertawankanku? Atau mau menghancurkan apa yang ku jual? Silahkan saja, hidupmu tidak lengkap kan kalau tidak melihatku menderita?" Kageyama terkejut, hari ini Hinata benar-benar berubah. Biasanya ia hanya diam saja walaupun Kageyama melakukan hal kejam padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wood
FanfictionCerita mereka seperti kayu yang memiliki serpihan setiap dirinya hancur. Ada serpihan mimpi, serpihan rindu bahkan serpihan delusi yang harus mereka lewati. Mungkin lebih tepatnya, yang harus Hinata lewati. Entah sampai kapan serpihan itu akan habis...