01 Selayang Pandang Dari Sang Musuh

574 28 0
                                    

Jalannya makin tergesa saat dia melihat para tamu undangan sudah banyak yang meninggalkan aula resort. Sudah bisa dipastikan gadis yang mengenakan dress off-shoulder itu terlihat sangat panik. Alisa berusaha mengejar kedua mempelai yang mulai beranjak meninggalkan tempat pelaminan.

Tanpa Alisa sadari, sepasang mata tajam itu terus meliriknya dari kejauhan. Dika sedang menatap gadis berwajah bulat dengan kulit putih yang terlihat sedang mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Rasa putus asa terlihat jelas di wajah Alisa ketika tak menemukan seseorang yang dia kenal berada di sana.

Tak ingin berlama-lama berada di aula, Alisa meninggalkan bekas ruang resepsi menuju pelataran resort yang menghadap ke pantai lepas. Hari ini pantai di reservasi untuk resepsi pernikahan Sang Owner resort, tentu saja akan membuat pemandangan pantai terlihat lebih indah tanpa dipenuhi banyak pengunjung yang datang.

Alisa menatap jauh ke depan menikmati hamparan laut lepas dengan sentuhan angin sepoi-sepoi. Kekaguman akan indahnya suasana pantai membuatnya tak sadar jika jalan di depannya itu berundak ke bawah.

"Auuuhhh...!" pekik Alisa terhenyak kaget saat tubuh kurusnya limbung hampir terjatuh. Untung saja, sebuah tangan besar itu langsung menyambar lengan kecilnya.

"Hae, kalo punya mata itu buat lihat jalan!" sinis Dika saat melihat kecerobohan Alisa.

Gadis itu hanya menarik lengannya dan kemudian pergi meninggalkan Dika yang sedang menggeretakkan rahang karena kesal melihat sikap acuh gadis itu. Mereka seperti musuh bebuyutan sejak Dika dengan innocent mengatainya wanita jahat karena sudah berusaha menyakiti Ajeng . Ajeng adalah gadis yang sempat mencuri hatinya tapi keberuntungan tidak berpihak padanya karena gadis dambaannya itu, ternyata sudah milik sahabatnya Arsean.

Sejak saat itulah Dika dan Alisa saling menyerang dengan kata-kata pedas. Dika, sosok yang dikenal irit bicara bahkan kata kata yang keluar dari mulutnya terkadang terdengar sinis. Wajah ganteng yang terlihat dingin mempunyai kesan sangat horror bagi siapa saja yang menatapnya. Laki laki dengan perawakan tinggi atletis dan kulit sawo matangnya memberi kesan sexy dan exotic,
membuat kekaguman tersendiri bagi kaum hawa.

Dika menatap Alisa yang sedang berjalan di bibir pantai sendirian. Jika boleh jujur bila dipandang dari kasat mata gadis itu memang terlihat good looking dan cantik dengan wajah orientalnya itu. Ah, bohong sekali jika tak membuat mata lelaki tertarik. Tapi ntah kenapa Dika sangat tidak menyukai karakter yang ada dalam diri gadis yang dianggapnya cengeng dan lemah, bahkan kesan pertama yang dia kenal, Alisa itu wanita bermuka peri tapi berhati iblis.

Tapi pantaskah jika satu kesalahan membuatnya men-judge sosok gadis itu berhati iblis?

Kesan yang dilihat terakhir ini, jika Dia menyukai anak kecil atau bahkan saat ini dia sudah berteman dengan Ajeng, tak merubah anggapan pertama yang diberikan pada gadis yang selalu membalas umpatannya.

"Bang, kenapa hanya menatap saja? Apa abang berubah haluan? Dia sebenarnya baik, Bang. Cuma terkesan aneh saja. Aku kenal kok, dia anak pasca sarjana yang nggak mau lulus." jelas Nungky yang tiba tiba ingin mengalihkan perhatian abangnya dari sosok Ajeng yang barusan menggelar acara pernikahan.

"Maksudnya nggak mau lulus?" hanya pertanyaan itu yang keluar dari bibir cowok cool itu.

"Nggak tau juga. Cuma yang orang tau dia nggak mau ngerjain Thesis saja. Otaknya lumayan pintar. Bahkan teory diselesaikan dengan nilai yang bagus dan cepat. Tapi giliran ngerjain Thesis ditinggalkan gitu aja." Penjelasan Nungky tak mendapatkan jawaban dari Dika. Bahkan laki laki itu hanya menatap tajam sosok itu dari kejauhan. Terlalu banyak misteri yang ada pada sosok cantik tersebut.

"Bang, ayok pulang!" ajak Nungky yang tak ingin berlama-lama di sana karena terik yang menyengat.

"Aku masih mau di sini. Kamu bawa mobil Abang saja! Tapi jangan keluyuran, langsung balik ke kos. Mobil Abang ada GPS nya!" jelas Dika dengan menyerahkan kunci mobil Range Rovernya kepada adik perempuannya. Gadis berkulit putih itu bersorak girang karena tidak biasanya Dika memperbolehkan Nungky untuk membawa mobil sendiri. Tanpa berpamitan, Nungky berlari menghampiri dua sahabatnya Airin dan Dina untuk segera cabut sebelum abangnya berubah pikiran.

Saat ini, Dika hanya duduk diantara perundakan itu dengan menghisap rokok yang baru saja dia nyalakan. Rasa penasarannya dan perasaan yang  mengiba karena sikap Alisa yang menutup diri dari lingkungan, membuatnya terus bertanya dan tak berhenti berfikir, hingga dia lupa jika dia tak menyukai gadis itu.

Mentari yang berangsur bergeser tak menyurutkan terik yang di pancarkan. Hanya saja angin bertiup kencang dengan semilir yang lebih menyejukan suasana. Ntah berapa lama dia memandangi gadis yang sedari tadi duduk di tanah berpasir. Alisa, dia masih mengenakan gaun pesta. Gadis dengan rambut di sanggul simple itu tak juga beranjak pergi meski sudah lama dia duduk di sana sendiri. Ntah, apa yang sedang dia lamunkan. Dari jauh tatapan Dika pun tak beralih darinya.
Hingga akhirnya ombak pun bergerak lebih naik, membuat gadis itu berdiri dan berjalan meninggalkan bibir pantai.

Alisa berjalan menuju cafe yang sedikit menjauh dari resort. Cafe classic itu memang di luar reservasi karena milik pemerintah daerah. Alisa memesan secangkir kopi untuk menemaninya dalam diam.

"Hae cantik." Seorang laki laki dengan tato penuh di lengannya menyapa Alisa yang duduk sendirian.

Alisa hanya terdiam. Bau alkohol yang menyeruak dari tubuh laki laki itu membuat Alisa tak berani bertindak lebih.

"Boleh aku duduk di sini?" tanya laki- laki itu membuat Alisa sedikit takut. Alisa sangat takut dengan laki laki dengan kondisi mabuk.

"Sory, Bung. Ini tempatku!" Suara bariton itu menengahi situasi diantara mereka. Dika tiba-tiba datang dengan nampan yang berisi nasi, udang saus tiram, dan jus alpukat yang dibawanya sendiri.

"Sori, Bang." Laki laki itu kemudian menjauh dari meja itu.

"Cepat makanlah! Anggap saja aku membayar hutang saat kita jalan bersama Rinai." titah Dika sengan menyodorkan nampan yang dibawanya tepat di hadapan Alisa.

"Aku tidak lapar." tolak Alisa.

"Baiklah, aku akan memanggil brandalan itu lagi." Dika tau sejak datang, Alisa belum makan atau minum sesuatu.

"Jangan!" Dengan cepat Alisa menahan lengan Dika yang akan beranjak pergi.

Alisa pun menuruti apa yang dikatakan Dika sebelum dia benar benar memanggil berandalan itu. Jujur, Alisa bersyukur karena berandalan itu sudah menjauh meski dia harus dihadapkan pada laki laki yang juga membuat Alisa sama muaknya.

"Udah kenyang." ucap Alisa menyisakan separo makanannya.

"Habiskan! Itu tadi cuma separo porsi." Paksa Dika membuat Alisa melotot ke arah Dika.

"Apa-apaan ini? Yang punya lambung aku, bukan kamu! Aku udah kenyang."

"Baiklah atau aku ...." ucapan Dika menggantung saat melihat Alisa kembali menyendok makanan di depannya.

Gadis itu menghentakkan kedua kakinya karena kesal dengan kelakuan laki laki yang masih menatapnya tajam itu.

"Ooogh ..." Alisa menutup mulutnya yang hampir muntah, dia merasa negh karena memang sudah merasa sangat kenyang.

"Berhenti!" Dika menghentikan Alisa yang memaksakan memasukan makanan ke mulutnya. Dika baru menyadari ternyata porsi makannya yang memang terlalu sedikit.

Jangan lupa tinggalkan jejak yeeeea.

My Husband My Hero (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang