02.Tawaran Menikah

252 26 3
                                    

"Bang, ayolah cepat sedikit!" ucap Nungky sambil menarik lengan abangnya saat di lobby apartemen. Dia memang sudah mengatakan pada Airin jika akan mengambil beberapa buku yang akan dipinjamkan oleh Airin untuk materi tugas yang dikumpulkannya besok.

Dika hanya membuntuti Nungky yang melangkah dengan tergesa ke arah lift. Gadis itu terlihat gusar menunggu lift yang tak kunjung terbuka. Laki laki dengan aura cool itu cuma mendengus kesal saat melirik gerak gerik adiknya.

"Sabar sedikit kenapa?" ucap Dika dengan dingin. Mendapat teguran dari abangnya, Nungky sedikit menenangkan gerak geriknya.

Lift terbuka wanita setengah baya dan satu orang pria dengan tampilan parlente keluar terlebih dahulu. Dika dan Nungky terkejut saat seorang gadis yang masih mengenakan baju kerja keluar dengan wajah tertunduk hingga sebagian wajahnya tertutup oleh rambut yang terurai. Dika dan Nungky menatap Alisa heran karena gadis itu melewatinya tanpa menoleh sedikit pun.

Kenapa dia terlihat aneh? Bahkan seperti tak mau tau sekitarnya.

Kakak beradik itu kemudian masuk ke dalam lift dengan pikiran yang mengganjal.

"Bang, apa Abang nggak merasa aneh dengan sikap kakak angkatanku itu?" tanya Nungky yang merasakan gelagat aneh dengan sikap Alisa. Biar bagaimanapun Nungky adalah mahasiswa psikologi, sedikit banyak dia akan peka dengan sikap seseorang.

"Sudah, jangan kebanyakan urusan!" ujar Dika berusaha mengalihkan perhatian Nungky. Tapi, laki laki berhidung mancung itu cukup dibuat penasaran dengan kejadian itu. Banyak pertanyaan yang kini berada di otaknya.

"Tapi kenapa aku begitu penasaran dengan kehidupannya?" gumam Dika untuk dirinya sendiri.

Lift terbuka keduanya berjalan memasuki lorong menuju unit appartmen milik Airin.

"Kamu masuk saja. Aku menunggumu di dekat sana!" ucap Dika dengan menunjuk ke arah dinding kaca paling ujung dari ruangan di lantai sembilan.

Dika menyandarkan sebelah tubuh tegapnya di jendela kaca yang tertutup. Laki laki itu mengeluarkan tabnya dari dalam jaket kulit yang sudah seperti atribut yang wajib dia kenakan. Matanya kini fokus pada benda itu, otaknya bekerja dengan rasa penasaran hingga dia berhasil meretas CCTV yang ada di dalam lift dan melihat adegan yang terdapat di dalamnya.

"Mama nggak mau tau, pokoknya kamu harus menikah dengan Andress. Itu pun jika kamu masih ingin melihat papamu tetap hidup!"
ucap wanita setengah baya yang tadi satu lift dengan Alisa.

"Al, jika kau menikah denganku percayalah aku akan memberikan apa saja yang kamu inginkan." sela laki laki seumuran Dika dengan rambut klimisnya. Tampilannya cukup parlente dan gagah.

"Please, Ma. Jangan apa-apakan Papa. Cuma Papa yang Alisa punya. Tapi, Alisa belum lulus kuliah, jika harus menikah." lirih Alisa mencoba meyakinkan wanita yang di panggilnya Mama itu.

Plaaakkk ....
Sebuah tamparan mendarat di pipi mulus itu.

"Kamu pikir Mama bodoh. Kamu sengaja mengulur kelulusanmu, kan?" Sergah wanita itu terlihat sangat emosional. Alisa terdiam hingga lift itu terbuka.

Dika menutup kembali tabnya dan berusaha mengingat pria yang akan dijodohkan dengan Alisa. Laki laki berambut cepak itu seperti yakin tak yakin karena ingatannya tertuju pada sebuah sindikat mafia.

Ya, saat mengingat tato kecil di tangan pria gagah itu, dia yakin jika laki laki itu salah satu pentolan sindikat mafia yang cukup licin untuk di tangkap.

"Sebenarnya siapa gadis itu? Kenapa dia harus berurusan dengan orang yang cukup berbahaya? Apa laki laki itu memang mencintai Alisa?" Pertanyaan demi pertanyaan membuatnya tertegun sejenak.

Sebuah ide gila saat ini sudah bersarang di otaknya mungkinkah  karena overthinking hingga dia memikirkan hal segila ini. Dika melihat gadis yang mengenakan rok span dan blazer hitam itu masuk ke dalam salah satu unit apartemen di lantai sembilan.

"Apa aku harus bertindak sejauh ini?" gumamnya dalam hati. Mungkin ini akan saling menguntungkan tapi juga banyak yang dipertaruhkan.

Dika menatap temeram lampu yang sudah menghiasi kota, di saat petang datang. Pria tinggi itu menatap jam rolex yang melingkar di lengan kokohnya. Waktu menunjukan pukul delapan malam. Akhirnya dia berjalan ke arah unit apartemen yang dari tadi dia lihat saat gadis itu masuk ke dalamnya.

Dua kali Dika memencet bel hingga akhirnya Alisa membukakan pintu untuknya. Gadis yang masih mengenakan kemeja kerja dengan rok spannya itu mengernyitkan alis, menatap bingung ketika melihat musuh bebuyutannya sudah berdiri di depan pintu.

"Bolehkah aku masuk?" tanya Dika saat melihat Alisa hanya tertegun.

"Silahkan!" ucapnya dengan malas. Gadis itu merasa insecure saat melihat kehadiran Dika.

"Silahkan duduk! Ada apa?" cecar Alisa seperti tak ingin berbasa basi karena biasanya laki laki itupun tak pernah berbasa basi atau sekedar menjaga perasaanya.

Dika duduk di sofa tamu. Laki laki yang punya sorot mata sayu dan alis tebal itu seperti meneliti setiap sudut apartemen yang di tempati Alisa, hingga suara deheman kini menyadarkannya kembali.

"Mau kah kau menikah denganku?" Tawaran atau pertanyaaan yang tak pernah disangka Alisa. Gadis itu terlihat shock dan menatap Dika dengan penuh tanya.

"Apa kau sudah gila? Atau kau sedang mabuk hingga tiba-tqiba hilang akal seperti ini?" cebik Alisa dengan memalingkan pandangannya dari sosok di depannya.

"Aku serius." jawab Dika. Membuat Alisa semakin mengerutkan keningnya.

"Lelucon apalagi yang saat ini sedang menimpaku. Seseorang yang tak pernah menyukaiku kini menawariku sebuah pernikahan?"

Alisa mencoba mengambil semua pemikiran dari otak warasnya tapi nyatanya dia tak menemukan alasan kenapa pria di depannya menawarkan sebuah pernikahan.

"Apa kau sedang bercanda? Mengerjaiku? Atau bahkan kau hanya mengejeku?" cecar Alisa pada Dika.

"Aku serius. Meski kita tidak punya perasaan cinta atau saling suka, tapi aku pikir ini sangat menguntungkan untukmu." Kalimat pertama yang terdengar panjang dari mulut pria berahang tegas itu.

"Setidaknya, ini menyelamatkanmu dari pria yang akan dijodohkan denganmu." lanjut Dika membuat Alisa terhenyak kaget karena Dika mengetahui duduk permasalahan yang saat ini sedang dia hadapi.

"Aku tak tau pangkal dari masalahmu. Yang aku tahu, kau akan dijodohkan dengan pria yang kurang tepat."

"Jadi menurutmu kamu yang tepat menikah denganku? " ketus Alisa kesal karena merasa tak ada pilihan yang jauh lebih baik untuknya.

"Mungkin sama-sama tidak tepat, tapi setidaknya aku jauh lebih baik dari pria itu." ucap Dika yang tak mungkin mengucapkan alasan sebenarnya.

"Apa karena Ajeng menikah hingga kau jadi segila ini?"

"Mungkin salah satunya." jawab Dika dengan enteng padahal ada alasan lain yang membuatnya mengambil tindakan ini.

"Halo... iya tunggu! Abang akan datang." sambungnya saat menjawab telpon dari Nungky.

"Berikan aku no ponselmu!" Dika menyodorkan ponselnya ke arah Alisa. Gadis itu juga menurut saja karena bisa jadi, tawarannya akan jauh lebih baik dari pada menikahi pria yang dijodohkan oleh mama tirinya.

"Aku menunggu jawabanmu. Aku pergi dulu!" Alisa hanya mengangguk bingung dengan menatap punggung bidang laki laki yang saat ini meninggalkan apartemennya.

Jangan lupa tinggalkan jejak ya. Terima kasih sudah mampir.

My Husband My Hero (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang