Chapter 1. Waves

140 26 10
                                    

Previously ...

"Apakah aku mengenalmu?" pertanyaan polos itu membetot atensi lawan bicaranya.

Pria itu mengangkat wajah untuk memandang Kagome. Kedua tangan di samping badan. Posturnya santai tapi terkesan elegan. Perlahan, lelaki itu membiarkan energi menguar dari dirinya untuk sesaat. Tanpa kata, ia menunjukkan jati diri pada gadis kuil tersebut.

Meski singkat, mustahil bagi sang shikon miko untuk tidak mengindentifikasi aura biru yang kerap kali ditemuinya ratusan tahun lalu. Tentu saja, ia mengenal baik satu-satunya siluman yang memancarkan gelombang youki besar yang mengintimidasi, memberikan tanda bahaya untuk lawan, sekaligus rasa aman bagi mereka yang menjadi kawan.

Secara terbata, Higurashi Kagome melafalkan nama sekutu berharganya di masa lalu, "Se-Sesshoumaru?"

.

Midnight Sun

.

"Se-Sesshoumaru?"

Tipis, tapi lelaki itu mampu menangkap ada kekecewaan dibalik kelegaan yang tersirat dari intonasi Kagome. Sesshoumaru bergeming, tak terpengaruh.

Yang pertama kali terpampang adalah keterkejutan Kagome, "Ba-bagaimana bisa? Bukankah di masa modern tidak ada lagi-"

"Mononoke? Youkai?" lelaki itu berhenti sebentar sebelum melanjutkan dengan ofensif, "Hanyou?"

Pandangan Kagome turun, di balik selimut, tangannya bergerak untuk mengelus perut. Menepis mendung yang tiba-tiba merundung, ia meminta keterangan dengan lantang, "Siapa lagi yang bertahan hingga sekarang?"

Mendadak, kepalanya berdenyut lagi. Pangkal alis Kagome bertemu di tengah, sedetik lamanya ia meringis seraya memejamkan mata. Ketika sudah membuka kelopaknya, ia melihat Sesshoumaru membalik badan, siap meninggalkan ruangan. "Tolong, jelaskan padaku!"

Tanpa merasa perlu menoleh, inu youkai itu berkata, "Pelayan akan menyediakan apa yang kau butuhkan. Setelah itu, kau bisa mendapatkan apa yang kau inginkan, Miko."

"Tunggu, Sesshoumaru!" Dalam waktu singkat, punggung pria itu sudah menghilang dari ruangan.

Butuh beberapa menit untuk Kagome mampu mengabaikan sakit di kepala dan menyingkap selimut tebal yang menutupi tubuh. Telapak kakinya menginjak lantai berlapis karpet lembut berwarna abu-abu tua. Pada saat yang sama, ketukan terdengar. Pintu kembali terbuka, seorang wanita paruh baya meminta izin untuk masuk.

Kagome mempersilakan. Ketika sosok itu mendekat, kewaspadaannya meningkat. Tidak pekat, tapi sang miko mampu merasakan ada hawa siluman darinya. Wanita itu meletakkan bawaannya di meja yang ada di sudut ruangan. Dengan nada bijak, ia menyarankan, "Kau sedang demam, sebaiknya jangan turun dari ranjang terlebih dahulu." Secara lembut, ia menuntun Kagome untuk kembali ke ranjang.

Miko itu menyentuh dahinya sendiri lalu menghela napas. Ia mencermati pelayan yang dikirim oleh Sesshoumaru, siluman atau bukan, tidak terpancar niatan jahat darinya. Karena alasan itulah, Kagome bisa merasa aman.

Wanita itu membuka kaki meja yang terlipat, kemudian menaruh baki tersebut di hadapan Kagome. Sarapan tradisional lengkap disediakan, nasi dan sup miso masih mengepulkan uap panas, salmon panggang menghantarkan wangi yang menggiurkan, acar lobak, serta teh hangat membuat hidangan itu kian lengkap.

"Terima kasih banyak," Kagome sungguh ingin menolak, tapi tampang wanita itu membuatnya merasa tak enak, "sepertinya aku tidak mungkin menghabiskan semua ini sendirian."

Midnight SunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang