45. Kebahagiaan kita

265 17 7
                                    


Lara terkejut saat pertama kali ia membuka mata, mendapati Langit duduk di samping ranjangnya dengan membawa nampan berisi makanan. Langit tersenyum hangat, mengusap kepalanya penuh kelembutan.

Lara segera duduk. Ia mengusap bekas-bekas air matanya. Memandang Langit masih tidak percaya.

"Ini beneran?" tanya Lara. Gadis itu mendekati Langit, lalu menepuk-nepuk pipinya.

Langit tersenyum manis. "Iya, ini aku, La."

Lara langsung memeluk tubuh Langit. Ia terisak pelan saking bahagianya. Dugaan Lara benar, Langit masih menyayanginya. Ini seperti mimpi bagi Lara.

"Hei," Langit mendorong tubuh Lara pelan, lalu menangkup wajahnya. "Kenapa nangis, hm?"

"Aku–" Lara tak bisa menahan tangisan bahagianya, "aku senang, Langit. Akhirnya aku bisa lihat kamu. Aku kangen kamu," lirihnya.

Lara memeluknya lagi lebih erat. Gadis itu tidak berhenti terisak. Ia sedih, sekaligus bahagia. Sudah satu bulan lebih dia tidak melihat Langit, mendengar suaranya. Namun kini, cowok itu berada dalam dekapan nya.

"Aku juga kangen sama kamu," balas Langit.

"Lepas dulu, La. Kamu belum makan, kan?" Lara menggeleng kuat. Ia tidak mau melepaskan pelukannya, Lara takut di tinggalkan lagi oleh Langit.

Langit yang melihat itu, tersenyum samar. "Makan dulu, La. Nanti kamu sakit," ujar Langit sabar.

Lara menggeleng lagi. "Gak mau, aku mau peluk kamu!"

"La ...."

"Gak mau! Kamu mau ninggalin aku lagi, kan?"

"Aku disini sama kamu." Langit mengusap-ngusap rambut Lara. Mengecup kepalanya lama. "Makan dulu, ya. Setelah itu aku mau ngajak kamu ke suatu tempat."

Lara tampak tertarik. Ia menjauhkan tubuhnya, memandang Langit antusias. "Mau bawa aku pergi?"

Lara bergembira akan itu. Dia akan di bawa oleh Langit. Dia akan di bawa kabur lagi. Mereka akan bersama lagi. Lara sudah menebak itu.

Sebelum Langit menjawab, Lara mengangguk kencang. "Suapin aku cepat. Aku gak sabar mau pergi."

Langit tersenyum tipis. Ia mulai menyuapi Lara dengan tenang. Lara sudah dua hari tidak mengisi perutnya, gadis itu terus berlarut dalam kesedihannya.

Lara bersenandung kesenangan. "Pelan-pelan, La, makannya," peringat Langit.

Lara berbicara dengan mulut yang di penuhi nasi. "Gak bisa, aku mau cepetan habis."

Langit tertawa geli. Hingga beberapa menit kemudian Lara menghabiskan makanannya. Langit memberikan nya air susu, yang langsung di habisi Lara dalam satu tegukan.

Lara memandang Langit lagi. "Ayo, bawa aku pergi! Sebelum mama sama papa datang!"

"Bentar, La." Langit memaklumi sikap Lara. "Kamu gak mau ganti baju dulu, hm?"

"Gak sempet, Langit! Keburu mereka datang dan misahin kita."

Langit tersenyum lebar. Ia mengelus pipi Lara. "Mereka lagi gak ada di sini. Kamu gak perlu kelabakan."

Lara memiringkan kepalanya. "Mereka gak ada?"

Langit mengangguk. Ia berdiri, menuju lemari Lara dan memilih baju yang cocok untuk gadis itu. Setelah menemu beberapa helai baju, Langit menghampiri Lara. Menyuruh gadis itu memakai bajunya. Sedangkan Langit akan menunggu di luar.

"Jangan kemana-mana, ya! Awas kamu hilang lagi! Aku bakal bunuh diri, aku gak bohong."

Langit terpaku dengan kata-kata Lara. Apa yang harus dia lakukan?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 02, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SHIPPER [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang