Aku melewati hal ini dengan baik selama bertahun-tahun. Di depanku saat ini sepiring makanan, berisi satu roti berwarna coklat muda dengan sebatang coklat berbentuk persegi dengan ukuran sekitar 6 cm untuk sisinya, dan yang pasti keduanya tidak memiliki rasa yang khusus dan hambar adalah kata yang tepat untuk memperjelasnya. Aku mengangkat gelas plastik berisi air berwarna putih yang awalnya kukira susu tapi ternyata hanya tampilannya yang sama tetapi rasanya sama seperti air berwarna bening, tanpa rasa.
Tempat duduk yang kutempati saat ini berada di ujung ruangan dan satu tanjak sedikit lebih tinggi dari sekitar karena berdekatan dengan tiang, pas sekali untuk digunakan sebagai tempat untuk mengamati seluruh ruangan, tidak terkena banyak cahaya dan jarang sekali mendapat perhatian. Suasana ramai seperti biasa, seperti yang kulihat empat meja panjang yang berjejer dan tempat duduknya hampir semuanya terisi. Dinding kusam dan bau lembab yang selalu hadir dimanapun di setiap tembok gedung ini. Setelahnya aku mengalihkan pandanganku dan menatap makananku sedikit lebih lama, mengambil potongan roti memasukkannya ke dalam mulutku dan mengunyahnya, memaksakan diriku untuk menelannya karena tekstur nya yang sedikit keras. Segera aku membasahi kerengkonganku dengan minuman berwarna putih tadi yang membantu membasahi kerongkonganku yang terasa mengganjal.
Aku berdiri lalu mengangkat nampanku dan berjalan ke arah pintu keluar di sisi lainnya, meletakkan nampanku asal di tempat pencucian yang kulewati dan melanjutkan langkahku ke arah pintu keluar yang tepat berada di depanku sebelum sebuah tepukan di bahu kananku membuat langkahku terhenti. Aku menolehkan wajahku ke belakang belum tau siapa orang yang menepuk bahuku sebuah tinju melayang kearah wajahku. Aku harusnya bisa menghindarinya, tinjunya di mataku terlihat begitu lambat tapi aku lebih memilih untuk menerima tinju telak di wajahku. Aku berpura-pura sedikit terhuyung, memalingkan sedikit wajahku hingga membuat orang yang memukulku percaya bahwa aku seperti mau pingsan dengan hanya satu pukulannya. Aku menundukkan kepalaku dan yang terlihat adalah celana jeans kusam juga sepatu coklat yang sangat familiar, aku menghela napas pelan setiap hal ini terjadi, ah rutinitas yang sangat membosankan.
" wahh wahhh apa yang kita lihat saat ini, ouh bukankah ini seorang pecundang" tawa ejek segera keluar dari mulut para pengikut pria bersepatu coklat ini.
Aku memutar malas kedua mataku mendengar ucapannya yang sungguh tidak masuk akal. Oh ayolah aku hanya diam dan itu membuatku mendapat sebuah cap seorang pecundang. Tentu aku tau mereka hanya iri.
"Aku malas meladeni pecundang sesungguhnya"
Dia tertawa lalu setelah tawanya berakhir dia menarik rambutku kebelakang membuatku terjengkang dan membuatku mau tak mau menatap wajah nya yang buruk rupa. Tanpa basa basi layangan tinju kembali datang kepadaku bukan hanya wajahku tetapi seluruh tubuhku membuatku terjatuh dan meringkuk di atas lantai marmer yang dingin, mencoba melindungi dengan baik agar tinju atau tendangan idiot itu dan para pengikutnya tidak mengenai bagian vitalku. Dari sudut mataku aku melihat orang yang ada disana hanya bisa memandangiku dengan pandangan kasihan tanpa ingin membantuku sama sekali. Aku hanya tersenyum miring di dalam ringkukanku, jangan berpikir aku lemah aku hanya berpura pura menjadi lemah agar tidak memiliki kehidupan yang merepotkan. Beberapa saat setelah aksi memukuliku bersama selesai, lelaki bersepatu coklat idiot itu menginjak dadaku juga menatapku dari atas dengan pandangannya yang sangat meremehkanku dan senyuman mengejek yang terpatri di wajahnya.
"Oh ayolah... hanya ini kemampuanmu Rey? ahahahahaha" tawanya sungguh menyebalkan tetapi aku menatapnya dan menyungingkan senyumku.
"Menyenangkan sekali Chark"
Kakinya dengan kuat menekan dadaku, menendang wajahku lalu pergi berjalan menjauh dengan para pengikutnya yang sama bajingannya seperti dirinya. []

KAMU SEDANG MEMBACA
BEGIN ; The Lost Prince
FantasyMenceritakan kisah tentang seorang anak lelaki yang tumbuh dan besar di tempat dimana dirinya tau bahwa dia di buang. Satu langkah awal yang membuat ia mengetahui kejamnya dunia, terhisap dalam ketidak-normalan yang terus berdatangan. Membuat sebuah...