2. El dan Ayudia

13 2 0
                                        

Remaja lelaki itu menatap kertas yang berada di hadapan nya. Merasa kecewa karna hasil kerja kerasnya selama satu semester itu terasa sia-sia. Dengan berat hati ia memasukkan kertas yang berisi nilai-nilai nya itu kedalam tasnya.

"Lo ranking berapa Yu?" tanya Gabriel. Ayudia tersenyum lalu membalikkan kertasnya menghadap ke arah Gabriel.

"Still. ranking satu" jawab Ayudia. El yang mendengar percakapan itu menatap Ayudia dengan penuh kebencian. Tak habis pikir,  El selalu menganggap Ayudia hanya murid biasa. Mengapa El menganggap seperti itu? Iya, itu karena ia mendengar desas desus bahwa Ayudia hanya selalu beruntung dalam ujian.

El pun pulang menancapkan gas pada motornya. Sampai rumah ia pasti sudah siap untuk dijadikan bahan omongan oleh Papa nya. El sampai pada pekarangan rumahnya. Masuk dengan langkah gontai.

"Ranking berapa kamu?" ucap Papa nya, dengan nada mengintimidasi. El menatap sebentar Papa nya, lalu membuka tas nya dan mengambil sebuah kertas yang langsung di ambil oleh Papa nya. Dari sofa,  Mama nya duduk khawatir oleh El yang akan di marahi oleh suaminya.

"Ranking 2?! Apa-apaan kamu?! Kamu gak tau cari uang itu susah?! Buat apa Papa cape-cape kerja buat anak malas seperti kamu! Coba dong kamu rebut rangking satu itu dari tangan Ayudia! Masa gitu doang gak bisa!" ucap Nino  yang tersulut emosi. Lani bangkit lalu menenangkan Nino. "Udah lah Pa, El rangking dua itu udah bagus loh, dia udah jadi anak yang baik." ucap Lani

"Ya gak bisa gitu dong! rangking dua itu buruk! artinya dia gak bisa jadi yang pertama!" ucap Nino sambil menatap anaknya dengan tatapan emosi.

El yang sudah capek di perlakukan seperti ini setiap pembagian rapot pun akhirnya bersuara. Setelah sekian lama ia menahan semua ini.

"Bisa gak sih apresiasi aja hasil kerja keras aku selama ini?!" ucap El tajam. Matanya menatap Papa nya dengan tatapan benci dan sinis. Nafasnya memburu, termakan oleh semua emosi yang tidak bisa ia kontrol lagi. "Aku capek tau gak?! aku bukan robot yang tiap hari kerjaan nya belajar terus!" lanjut El.

"Dasar gak tau diri! selama ini papa ngasih kamu finansial sama kebutuhan kamu buat apa hah?! Sia-sia tau gak!" ucap Nino. El sudah tidak tahan lagi, ia memilih langsung keluar dan membanting pintunya dengan keras. Lani mengejar sambil berteriak, namun Nino menahan nya.

"Nino! kamu apaan sih?! jangan gitu juga kali ke El!" ucap Lani. Sejujurnya Lani sudah tidak tahan dengan kelakuan Nino yang menyuruh El untuk terus belajar. Menurut Lani masa SMA itu untuk menikmati hidup dan mencari jati dirinya. Bukan di tekan seperti ini.

"Kan mulai lagi. Gak usah manjain dia banget. Anaknya jadi gatau diri!" ucap Nino. Nino langsung pergi kekamarnya dan membanting pintunya dengan keras. Lani sudah pusing dengan situasi ini.

El berjalan dengan cepat, entah tak tau kemana ia akan pergi. Saat ia keluar dari rumahnya,  El berpapasan dengan Ayudia yang sedang berjalan untuk pulang kerumahnya. Tatapan mereka bertemu. Namun hanya sebentar, El langsung mendengus dan pergi dengan emosi yang tak terkontrol.

Ayudia yang melihat itu menatap kepergian El dengan bingung. Ia tak mengerti kenapa El sangat marah. Apa yang terjadi di keluarganya? ah gue mikir apa sih,  malah kepo sama urusan orang. Ayudia melanjutkan dan masuk ke pekarangan rumahnya.

El pergi ke rumah temannya, Andy. Andy yang mendapati kedatangan teman nya yang sedang kalut tersebut terkejut. ah gue udah tau nih masalahnya apaan.

"Lo kenapa lagi?" tanya Andy basa basi.

"Biasa lah, capek gue di bandingin mulu sama Ayudia" jelas El. Bukan sekali dua kali El terus dibandingkan dengan Ayudia. Papa El ingin ia menjadi yang pertama di kelasnya. Namun, sayangnya tempat itu selalu Ayudia yang menempatinya.

"Lagian gue juga bingung sih, Ayudia kerjaan nya maen mulu anjir. mana di rumah dia ngefangirl bukan belajar. kok bisa ya dapet ranking satu. kek mustahil banget." ujar Andy. Andy pun merasa bingung dengan Ayudia. Ayudia yang ia kenal selama ini bukan lah murid yang ambis atau terus menerus menghabiskan waktunya untuk belajar seperti El.

"Banyak desas-desus katanya Ayudia itu cuman hoki. cuman gue ga percaya, siapa tau dia emang belajar." ucap El. Pikiran nya terus terusik dengan satu nama, Ayudia. Bukan jatuh Cinta karena terus-terusan memikirkan Ayudia. Namun, ia harus mengalahkan Ayudia agar Papanya berhenti membandingi nya.

"Yauda sekarang jangan lo pikirin terus tuh si Ayudia, udah lo seneng seneng aja. menurut gue ranking dua udah bagus banget. udahlah bokap lo emang gila prestasi." ucap Andy. El hanya mengangguk. Tapi dalam pikiran nya,  ia siap untuk menempati posisi yang diinginkan Papanya itu.

---

Ayudia memasuki pekarangan rumahnya. Ia lalu membuka sepatunya dan kaus kakinya,  menyimpan nya di dalam rak sepatu. Ibunya datang sambil membawa cemilan untuk Ayudia.

"Gimana nak? bagus rapotnya?" tanya Ibunya. Ayudia segera mengambil rapot yang berada di tas nya itu. "Ini bu, Ayu dapet ranking satu lagi hehe." cengir Ayudia.

"Puji Tuhan Ayu, anak mama yang pinter. Mau di beliin apa gak sama mama?" tawar Ibunya.

"Gak usah mah hehe. Ayu ke atas dulu ya, capek."

"Yaudah, nanti makan ya nak,  sayur nya sudah mama siapin di dapur."

"Oke."

Ayudia lalu pergi ke lantai atas untuk pergi ke kamarnya. Sesampainya ia di sana, Ayudia langsung melemparkan dirinya ke atas ranjang. Ayudia kemudian menghembuskan nafasnya dengan kasar sambil menatap langit-langit. Perasaan apa ini. Bukan kah seharusnya ia bahagia mendapatkan tempat yang semua orang mengejarnya. Bahkan ada yanh sampai rela menyogok untuk mendapatkan tempat yang Ayudia tempati saat ini.

Ayudia melamun. Memikirkan hal yang sebenernya tidak perlu ia pikirkan. Ayudia merasa... hampa? Pikirannya saat ini benar-benar sangat aneh. Ada setitik kecil lubang hitam di hatinya saat melihat ibunya tersenyum bahagia tadi. Titik kecil itu adalah perasaan merasa bersalah.

Ia akan bangga dan mungkin bisa saja merayakan atas semua yang ia capai. Namun itu bukan hasil dari kerja kerasnya sendiri. Hasil kerja keras nya mungkin hanya mengisi nama dan melingkari jawaban saja. Ayudia benar-benar tidak pernah menyentuh buku pun saat ada pekan ujian. Sampai-sampai saat ibunya mengecek ke kamarnya, Ia harus pura-pura membuka buku.

Sebenarnya, Ayudia ingin berhenti, bahkan ia pernah mengosongkan kertas jawaban nya, hanya agar ia terhindar dari peringkat satu. Namun, hal itu percuma. Ia di marahi dan disuruh mengulang dengan nilai 80%. Saat pembagian rapot, ia tetap peringkat satu.

Ting!

Bunyi notifikasi ponsel Ayudia berbunyi. Ia membuka chat whatsapp dari keluarganya.

Mama : [sent a picture]

Papa : Wah anak papa hebat 👍

Randog : Kok lo bisa sih? Nyogok? @Ayudia

Mama : Wushh randy ngomongnya ga boleh gitu dong

Ayudia : Ga usah sirik boss @Randog

Randog : Lagian modelan lu yang ga pernah buka buku dirumah bisa dapet segitu .

Ayudia : Gue ga pernah buka buku aja udah dapet. Gimana gue belajar tiap saat, bisa ciptain rumus kali gue.

Randog : Brisik ah lo banyak halu.

Mama : Ehh kok pada ribut sih ? udah udah jangan ribut lagi dong.

Setelah melihat chat itu, Ayudia semakin merasa bersalah. Ibunya benar-benar terlihat bangga kepada Ayudia. Ayudia menatap nanar chat tersebut. Diam-diam setitik air mata jatuh. Lalu ia terisak dalam diam karena perasaan bersalah nya itu.


TBC

Lucky LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang