01

19 4 0
                                    

Huang Renjun. Siswa teladan serta cerdas di sekolahnya. Hobi bernyanyi serta melakukan hal yang berbau seni. Di sinilah ia menuntut ilmu, demi mendapat secercah mimpi yang ia idamkan.

"Jun, hari ini ada rapat OSIS kan ya?" Tanya Jaemin, sahabat serta teman sebangkunya.

"Aishh iya gue lupa. Mana ngga bawa ganti." Pekik Renjun kesal.

"Santui wae atuh. Gue kebetulan bawa 2 Jun, tuh di tas." Kali ini Haechan menimpali Renjun dengan membawa susu kotak di tangannya.

"Oke deh, gue pinjem dulu ya Chan. Nanti besok gue balikin, udah wangi."

"Woiya jelas. Harus itu mah, kringet lo kan mengandung babi."

"Anjing. Masih pagi, kaga usah ngajakin mulut gue komat-kamit." Kesal Renjun pada Haechan.

Sedangkan Haechan hanya tertawa riang, dan kembali duduk di tempatnya. Sesungguhnya Renjun tengah bimbang. Ibunya meminta nominal uang yang tak mungkin ia dapat hari ini.

Bagaimana ini? Satu-satunya keluarga yang Renjun punya hanyalah seorang ibu. Dengan berhati-hati, Renjun mendekatkan mulutnya pada telinga Jaemin dan berbisik sesuatu.

Jaemin menatap Renjun heran.Begitupun Haechan yang tengah menatap mereka berdua.

"Dih gue gak sudi ya punya temen homo kayak lo pada. Astaghfirullah Ya Allah, tingali hambamu." Bukan Haechan namanya,jika ia tidak cerewet serta mengajak tempur teman-temannya.

"Gue injek mulut lo ya lama-lama, Wanto."
Balas Renjun

"Alah bangsat, gak asik ah lo. Bawa-bawa baginda kasep. Dasar Joni."

Renjun tak membalas ucapan Haechan, namun ia mengejar hingga dekat anak tangga.

Mereka mematung, karena di sana sudah ada Pak Taeil yang akan mengajar kelasnya.

Dengan langkah seribu, kedua bocah tadi bergegas menuju kelas. Serta memberitahukan kepada teman satu kelasnya dengan heboh.

Tidak, yang heboh hanya Lee Haechan. Ingat itu.

Hanya saja,Renjun mengucap "Darto burikkkk." di telinga Haechan dengan nyaring. Tidak heboh bukan?

Usai sudah jam pelajaran hari ini.

"Eh ini Seungmin ngasih tau kalo rapatnya dimajuin setengah jam." Ucap Jaemin tengah menatap benda kotak pipih berwarna biru, kepada Haechan dan Renjun.

"Berarti jadinya jam 15.30 ya?" timpal Haechan.

"Hooh. Jeno kaga ada upilnya daritadi. Kemana tuh bocah." Balas Jaemin.

Sedangkan Renjun si  remaja tanggung, sepertinya tengah menunduk selama beberapa saat.

Bagaimanapun, ia harus mendapatkannya.

"Jun? Diem-diem bae lo. Mau cilok nggak? Gue tusukin ke idung lo tapi."

"Gue colokin abang ciloknya ke muka lo."

Jaemin hanya tertawa dengan tingkah kedua sahabat kecilnya itu. Dan sesekali menimpali adu mulut yang dilakukan oknum Renjun Haechan.

Langit menumpahkan semua zat cair yang sudah disimpannya. Remaja itu tengah menjalankan rapat rutin organisasi, hanya dapat mendesah pasrah.

Seharusnya ia bisa saja menerobos hujan, demi rupiah. Perkataan sang mama terus terngiang dalam otaknya.

"Ngapa lo? Diem-diem bae daritadi." Jaemin menepuk pundak Renjun yang berada di sebelahnya.

Renjun masih diam, belum menjawab sapaan yang telah Jaemin lontarkan. Apa ia menceritakan kejadian ini pada Jaemin dan meminjam uangnya?

"Ngantuk gue. Boleh pulang dulu kagak sih?" Jawab Renjun pada akhirnya.

"Gatau juga. Coba gih lo tanya Seungmin aja." Saran Jaemin.

"Chan, ada cilok kaga di bawah?" Teriak Renjun pada Haechan yang tengah bermain game di sudut ruangan bersama beberapa anggota OSIS.

"Gue ngga ke bawah tadi Njun. Kalo ada gue nitip." Balas Haechan sama dengan Renjun,tanpa mengalihkan pandangannya pada gadget.

Baru saja ia keluar dari ruang OSIS, sang ketua menahan dirinya agar tetap di tempat terlebih dahulu. Katanya, ada sesuatu hal penting akan di bahas pada pertemuan kali ini.

"Di dalem dulu ya Njun.Biar langsung pulang nanti." Ucap Seungmin.

"Ngecek doang Min, deres kaga ujannya." Alibi Renjun.

Tetapi memang benar adanya,hujan di luar sangat deras.Dan disusul suara gemuruh langit.

"Maaf ya ma,Renjun ngga bisa menuhin apa yang mama mau." ucapnya pada diri sendiri.

Setelahnya, ia kembali masuk.

"Ciloknya mana Njun?" Tagih Haechan pada Renjun.

"Ngga jadi ke bawah gue, Chan."

"Yahh sayang sekali. Perut gue udah dugem padahal."

"Dugem pala lo. Di kantin lo udah nambah soto 3 baskom." Jaemin menimpali.

"Anjing Jaem. Itu ga ada apa-apanya. Sekarang gue laper lagi. Traktir kek."

***

Rapat sudah berlangsung, namun tiba-tiba saja sang ketua OSIS memanggil Renjun ke hadapannya.

"Huang Renjun, tolong temui tamu di depan ya." ucap Seungmin.

Renjun sedikit terkejut dengan perintah Seungmin, namun tak lama ia pun meng-iyakan.

PLAKKK

Sakit, kaget, perih. Renjun sedikit terhuyung dan membuat beberapa anggota OSIS lain sama terkejutnya.

Renjun meminta maaf kepada yang lain, dan menutup pintu ruang OSIS.

Jaemin dan Haechan hendak berdiri dengan melempar kode pada Renjun.

Renjun paham akan hal tersebut, namun ia balik membalas kode mereka untuk tidak mempermasalahkannya.

"Ma, maaf. Ayo cari tempat untuk bicara. Renjun bisa jelaskan kok ma, " Renjun menarik lembut tangan sang mama.

"A-aduhh ss-sakit maa. Ampun ma, maaf. Renjun minta maaf. Renjun janji kasih nanti malam pukul 9."

Renjun masih mengadu sakit dan terus meminta maaf saat ibunda tercinta menarik secara keras rambut Renjun sampai lorong.

"Jadi anak selalu menyulitkan. Selalu membawa sial, selalu membuat repot. Lebih baik kamu ikut bersama bajingan itu." rutuk Joy kepada Renjun.

Renjun tak menangis, ia terus menunduk sebagai salah satu caranya meminta maaf pada ibunda.

"Semua omonganmu selalu berisi omong kosong. Persis seperti bajingan yang telah mati di kubur di bawah tanah."

Renjun tak tahan, ayahnya yang ia sayang terus disebut dengan kata-kata tak pantas berisi sumpah serapah.

"Ma, papa John Ma. Bukan bajingan, papa gak se brengsek yang mama kira. Tolong ya? Cukup Renjun aja yang mama maki, cukup Renjun aja yang buat mama kesal. Jangan selalu di kaitkan sama papa. Renjun mohon."

"Tau apa kamu tentang urusan ini? Kamu ada karena paksaan dia." Joy masih menyolot dan kembali menarik rambut Renjun.

"Lebih baik aku yang bekerja keras untuk menghidupi diri sendiri. Daripada mengurus bocah seperti kamu."

Lengang, Joy pergi.

Di sinilah Renjun.

Duduk terdiam sepi.

Selalu sendiri dan mandiri.

"Papa..." runtuh sudah pertahananya.

Sebelum ia bangkit, Renjun menemukan secarik kertas koran yang telah usang.

Terkejut bukan main, terdapat wajah sang Mama di dalamnya, namun tidak dengan informasinya.




Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 29, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Sunshine ; Huang RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang