13

48 15 2
                                    

"Guys, perhatiin gue.
Tadi Bu Nida bilang kalau beliau mengundang 5 anak yang kemarin mendapat nilai hasil seni rupa tertinggi untuk mengikuti 'Pameran Seni Rupa' yang diadakan oleh Sma Angkasa besok,"

"Siapa yang waktu penilaian kemaren merasa dapat predikat A+?"

Darrel, sang ketua kelas XI M-ipa 2 menggemakan sebuah pengumuman didepan sana.

Beberapa murid mengangkat tangan, dan pas sekali, mereka berjumlah 5 orang.

Darrel mendata. "Baguslah. Syela, Leo, Nanda, Kayla, sama Elang. Besok kalian berangkat jam 9 siang ya."

Mereka mengangguk. Tidak jarang sekolah mereka bekerja sama dengan Sma Angkasa. Mengingat kedua sekolah itu adalah rival yang sesungguhnya sejak dahulu. Dan semua murid mengerti akan hal itu.

Beberapa detik setelah Darrel pergi, bel pulang sekolah berbunyi. Hari yang cukup melelahkan. Seisi kelas XI M-ipa 3 mengemas bukunya dan segera keluar dari kelas.

Langkah Elang terhenti saat seorang gadis berdiri didepannya. Ia menatap gadis itu malas.

"Elang, kamu ikut Pameran di Angkasa itu, nggak?" gadis itu bertanya. Yang tak lain dan tak bukan adalah Fannie.

Elang menjawab singkat. "Ga," kemudian pergi melewati Fannie begitu saja.

Tidak hanya diam, Fannie kembali mengikuti Elang dari belakang. Berusaha menyamakan langkah besar milik Pujaan Hatinya.

Senyumnya terus mengembang. Seolah melupakan kejadian dikantin pagi tadi.

"Ah masa, kamu mau bohongin aku ya?"

Elang hanya diam sambil menggenggam rangkulan tas yang ada di lengan sebelah kirinya. Matanya menangkap Leo yang baru saja menghidupkan motor hitam polos miliknya.

"Le, titip tas. Nanti gue nyusul." Leo menangkap tas yang terlempar kearahnya. Dia mengangguk seolah mengatakan, "oke." setelah itu Elang meninggalkan area sekolah menggunakan begitu saja.

Fannie cengo ditempat. Apa-apaan nih, gue dikira patung kali ya?

"Le, Elang mau kemana, sih."

Leo menoleh sambil memakai helm. "Nggak tahu."

"Udah lumayan sepi Fan. Lo nggak balik?" tambahnya.

Gadis itu menggeleng. "Nggak."

Leo mengernyit heran. "Mau gue anter?"

Fannie melotot kaget. Dirinya langsung menggeleng cepat. "N-nggak!"

"Bisa disleding Dinda kalau gue ketahuan boncengan sama Leo." ucapnya dalam hati.

Bukannya pergi, Leo malah bertanya lagi. "Lo nggak bawa mobil?"

Fannie gugup. Ia takut jika Dinda keluar dari ruang Cheers dan memergoki sahabatnya sedang bercengkrama dengan cowok yang disukainya. Mengingat Dinda yang curhat tentang Leo hingga menangis kejer semalaman.
"Dipakai Dinda, kasihan dia bolak-balik terus."

Leo yang belum puas tampak hendak bertanya lagi. Namun dengan cepat Fannie memotongnya.

"Udah deh, Le, jangan banyak tanya. Gue mau langsung pulang aja. Bye!"

Cowok itu terdiam ditempat. Memperhatikan gelagat Fannie yang sangat random menurutnya. Kayak orang yang belum minum obat.

"Aneh."

🎶

Malam ini, Fannie tertarik untuk pergi ke Pasar Malam yang diadakan di dekat taman kota. Pasar Malam itu sudah tidak terlalu ramai karena ini adalah hari terakhir Pasar Malam itu dibuka. Memang sengaja Fannie baru pergi kesana sekarang. Agar dia lebih bebas dan tidak perlu lama mengantre.

ELANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang