-O3

183 40 5
                                    

"HOI MALIKA! LO LUPA JALAN PULANG APA BEGIMANA BEGO? UDAH JAM 11 MALEM DAN LO BARU PULANG? GUE OGAH YA NGASIH UANG TEBUSAN KALO LO DI CULIK PREMAN."

Oh tuhan. Apa yang lebih buruk dari ini?

Di selingkuhi, menjadi tersangka orang gila di tepi sungai Han, dan sekarang disaat Haechan berniat untuk mengistirahatkan tubuhnya dengan tenang setelah hari yang panjang dan menyakitkan, ia langsung di sambut dengan teriakan menusuk Renjun.

Haechan tersentak kaget di tempat kemudian menundukkan kepala. Ia memilih diam mendengar omelan Renjun. Tubuhnya terlalu lelah untuk sekedar membantah atau berdebat.

"Renjun, sudah. Haechan pasti capek karena seharian kelu—" Kalimat Jaemin terhenti saat menyadari kedua kelopak mata Haechan bengkak. Tangannya terulur untuk mengangkat dagu Haechan. Haechan berusaha menundukkan kepala kembali, namun gerakannya sia-sia karena tenaga Jaemin menahan kepalanya jauh lebih besar.

"Haechan mata lo kenapa?"

Mata Renjun membola, suaranya semakin terdengar meninggi saat bertanya, " Lo habis nangis?"

Haechan sontak menggeleng kuat-kuat. Ah.. bodohnya dia. Seharusnya tadi ia menyempatkan diri untuk mampir membeli minuman kaleng dingin untuk mengompres mata. Jika sudah begini, habislah dia.

"Siapa yang habis nangis pekok? Mata gue kelilipan debu doang tadi," Kilahnya.

Mata Renjun semakin melotot, "Nenek gue denger alesan lo juga kagak bakalan percaya semprul. Lo ngapa nangis?" Oh, Haechan bahkan takut mata pemuda china itu akan keluar lalu menggelinding bak hantu di film horror yang pernah di tontonnya.

"Oke gue ngaku. Gue nangis tadi. Gue lihat ada penampakan anjir di ujung gang. Serem banget sumpah, gue takut jadi gue lari. Tapi hantunya ngejer, mana mukanya macem bang Lucas, gue tambah nangis kejer sambil la—

"Lee Donghyuck."

Oke, Haechan bahkan tidak berani membantah jika Renjun sudah memanggil nama lengkapnya. Kembali ia tundukkan kepala sembari memainkan ujung bajunya. Tak ada yang bersuara selama beberapa menit hingga akhirnya suara Jaemin memecah keheningan.

"Nakamoto Yuta?"

Crap

Haechan perlahan mengangkat kepalanya, menatap Jaemin yang menatapnya balik dengan pandangan tak terbaca. Mulutnya terbuka hendak memberi bantahan, namun ia urungkan niatnya kala menyadari tidak ada guna membantah di hadapan duo kembar ini.

Karena sejatinya, mereka mengenal Haechan bahkan lebih dari kedua orangtuanya sendiri.

Renjun tanpa sadar mengepalkan kedua tangan disamping tubuhnya.

"Dia ngapain?" suara Renjun.

Haechan masih membisu dengan kepala menunduk.

"Jawab gue, Lee Donghyuck"

Renjun menghela nafas kasar. Pemuda manis di hadapannya masih memilih diam.

Renjun kembali membuka suara, "Lee Dong—

"Haechan, lo istirahat sekarang. Pasti capek kan? Kalo mau mandi di kamar gue aja ada air hangat. Yang kamar mandi biasa saluran airnya mampet tadi siang, sekalian tidur sama gue. Naik aja duluan, gue mau buat susu hangat," Potong Jaemin. Haechan hanya menganggukkan kepala lesu sebelum naik ke lantai dua. Setelah dirasa Haechan sudah masuk ke kamar, Renjun dengan segera melayangkan protes.

"Gue belom selesai ngomong sama dia."

Jaemin menaruh atensi pada kakak 5 menitnya itu, "Dia lagi kacau, Renjun. Kita tunggu dia siap cerita. Jawabnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 03, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

sun's note | haechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang