Kenapa?

134 6 19
                                    

Awas typo bertebaran

Happy reading

Semoga kalian suka





Raka berjalan ke arahku, ia menatapku datar. “Eh, murid baru. Bisa pindah kursinya? Itu tempat saya,” ungkapnya. “Kalo bisa jauh-jauh dari saya!” Ia mengibaskan tangannya.

Aku hanya bisa menghela nafas panjang, ternyata Raka sudah melupakanku. Aku bangkit dari kursi, melangkah pergi ke depan. Dengan berat hati, aku duduk di kursi bersama Aleta. Ia menyodorkan tangan. “Hai ... namaku Aleta, salam kenal,” tuturnya. Aku hanya melirik tangannya.

Aku mendongak melihat raut wajahnya. “Huft, sabar. Mungkin dia lagi darah tinggi,” ucapnya dalam hati. Aku hanya terdiam, lalu berkata, “kamu orang yang sabar.” Kening Aleta mengerut, ia tak mengerti apa yang dikatakan olehku.

“Perasaan, aku gak bicara, deh? Masa dia tahu, sih? Kan, aneh,” lanjutnya dalam hati. Aku tersenyum miring, lalu berpikir ‘Aku kerjain dia, mungkin seru'. Aku mulai membaca raut wajahnya. “Astaga, kenapa dia liatin aku, sih?” gerutunya. Aku hanya tersenyum tipis melihat tingkah Aleta.

“Kamu kenapa, kok liatin aku?” tanya Aleta penasaran.

“Enggak.”

 Aleta menghela nafas, mungkin ia kesal denganku. Ia menyibukan dengan membaca buku. Sedikit tentangku, aku mempunyai kemampuan baca pikiran orang. Bukan dari lahir, namun aku mempunyai kemampuan itu, setelah kecelakaan. Aku tidak tahu apa yang terjadi denganku. Aku mulai mengetahui kemampuanku sejak umur 12 tahun.

Flashback

Sore itu aku berada di taman seorang diri, banyak orang di sana. Aku melihat beberapa orang yang bahagia, bersama keluarganya dengan penuh kasih sayang. Aku iri pada mereka, karena berkumpul dengan keluarganya, sedangkan aku, sendirian.

“ibu ... bapa ... aku kangen kalian, apa kalian gak rindu aku? Di sini aku sendirian, tidak ada orang yang peduli sama aku. Apa kalian di sana baik-baik aja?” lirihku.

Aku menangis sendirian di taman. Setelah tenang aku pulang ke rumah bibiku, di tengah perjalanan, “Tolong ...” aku mendengar suara orang yang minta tolong. Kuperhatikan di sekeliling tidak ada seorangpun di sana.

Aku mengabaikannya, “Mungkin itu orang iseng,” pikirku. Tak lama kemudian suara itu datang lagi, aku mulai penasaran, aku mencari-cari orang itu. Ternyata ada orang yang sedang memukuli gadis kecil, aku bersembunyi di balik semak-semak. Setelah pergi orang yang memukuli itu, aku segera menghampiri gadis itu

“Kamu kenapa? kenapa kamu dipukuli orang itu? Apa itu orang yang mau menculik kamu?” tanyaku panik.

Gadis itu cantik, rambut sebahu dan pipinya chubby, menggelengkan kepalanya. “Aku gak papa, kok,” ucapnya. Akan tetapi, aku tidak mempercayainya. “Tolong aku, tolong bawa aku kabur di sini aku takut,” ucapnya dalam hati. Aku mengerutkan dahi, “Kenapa aku bisa baca pikiran orang?” gumamku.

“Aku Raya, nama kamu siapa?” tanyaku seraya menyodorkan tangan. Gadis itu menerima uluran dariku. “Aku Gadis,” ucapnya tersenyum.

Aku langsung membawa gadis kecil itu, pulang ke rumah dan mengobatinya. Setelah beberapa hari, Gadis itu entah pergi ke mana, yang jelas dia sudah beberapa hari meninggalkan rumah tanpa izin. Aku langsung mencari-carinya, namun sampai sekarang aku tidak menemuinya.

Bel pulang, berbunyi murid-murid di kelas berhamburan keluar kelas. Aku menundukkan kepala, tas di pindahin ke bangku. Lalu aku tidur. Aku sengaja tidur, karena ingin memperlambat pulang sekolah.

Aku tertidur pulas, namun ada seseorang yang mengganggu tidurku. Ia menggoyang-goyangkan bahuku dengan kencang. Aku terbangun, setengah sadar aku berteriak kepadanya. “Siapa, sih yang mengganggu tidurku!”

“Heh murid baru! Kalo mau tidur gak usah di kelas! Kelas mau di tutup juga, dasar kebo!” maki orang itu.

 “Kamu siapa, sih. Gang–“  ucapanku terhenti, aku menghembuskan nafas, “Sepertinya, aku harus segera pulang,” batinku.

“Dasar kebo, teriak-teriak gak jelas. Udah sana pulang!” usir Raka.

Dia Raka, yang telah berani memakiku. Aku mengalah, daripada aku harus berurusan lagi sama dia. Aku bangkit dari kursi dan meninggalkan kelas.

“Dasar, pengganggu,” gerutuku.

“Aku masih dengar, gak usah ngedumel! Pulang sana.” Aku menggeram, kesal dengan Raka.

Ternyata dia begitu berubah, aku pulang berjalan kaki. Di tengah perjalanan, ada seseorang yang mengikutiku. Ia memakai motor, helm hitam dan baju hitam. Aku sedikit takut, aku berjalan dengan cepat. Namun motor itu mendahuluiku.

“Heh anak baru! Kamu pulang jalan kaki?” tanya orang itu.

Aku heran siapa dibalik helm hitam itu, orang itu sedikit geram karena, pertanyaannya tidak di jawab. Ia membukakan helm hitam. Aku sedikit terkejut, “Kenapa harus dia lagi, sih?” batinku.

“Ditanya malah bengong, kamu pulang jalan kaki?” tanya Raka lagi. Aku menganggukkan kepala. “Biar aku anter aja, gimana?” tawarnya.

Aku menggelengkan kepala, “Gak usah, terimakasih tawarannya.” Aku melangkah pergi meninggalkan Raka. Namun Raka mengejarku. “Tunggu dulu, kamu tolak tawaran saya?” Raka menunjuk dirinya.

Aku berlari sejauh mungkin, Raka terus meneriaki ku. Namun, aku mengabaikannya. Aku pulang dengan lesu.

“Assalamualaikum.” Aku mengetuk pintu lalu membukakannya. Di dalam rumah begitu sepi, pikiranku bertuju pada nenek. “Nek ... kau di mana?” teriakku. Aku mencari ke segala penjuru rumah

Aku berlari ke halaman rumah, “Nek ... Nek ...” Aku mencium bau amis. “Bau apa ini,” batinku.

Setelah lama aku mencari, aku duduk di taman. Mataku tak sengaja melihat darah di belakang dinding rumah. Aku bangkit berlari ke arah sana.

Aku terpaku, “Nenek.”







Halo guys, terimakasih yang sudah membaca ceritaku. Jangan lupa juga. Jangan lupa apa? Hayoo? Iyap. Jangan lupa vote dan coment ceritaku, ya.

Aku butuh Krisan, nih. Maklum baru permulaan. Jadi, di mohon krisannya.

Terimakasih, semoga kalian suka ceritaku. Dan jangan lewatkan cerita selanjutnya.
Ditunggu, yah.

KehidupankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang