Warm Hug

2K 297 41
                                    

Ketika kupikir telah menyerahkan hati pada orang yang tepat, ternyata Tuhan menunjukkan sisi lainnya. Benar, Reinard sedang terbuka. Yang dilakukannya adalah berusaha mendapatkanku dan melepas cadangan yang menemaninya selama ini. Apa itu adil untuk Salvia?

Dari tatapan Salvia, aku bisa melihat ada rasa untuk Reinard. Bahkan aku yakin dia tidak berpikir kalau tunangannya sedang macam-macam. Dia sangat tenang mendapati Reinard bersama perempuan lain, seolah-olah tahu kepercayaannya akan dijaga baik.

Aku dan Reinard mungkin lebih awal bertemu, tapi nyatanya Salvia yang sudah memiliki ikatan itu dan selangkah lagi menuju janji suci. Ini rumit. Kenapa harus ada alur seperti itu dalam hidupku? Kenapa takdir tidak berjalan mulus saja seperti yang aku kehendaki?

Atau jangan-jangan ... akulah si pengganggu di antara mereka? Benar juga. Tidak ada bukti bahwa Salvia datang belakangan. Selama tinggal dengan Reinard aku tidak tahu kehidupan pribadinya. Bisa saja dia menyembunyikan perjodohannya selama itu.

Sambil mengusap air mata, aku mengetik pesan di grup chat.

Sibuk? Aku butuh bahu.

Erin:
Feeling gue nggak enak kalau lo chat kayak gini. Gue ada di rumah.

Meisha:
Siapa yang bikin lo nangis, Lyra? Gue lagi di jalan. Langsung otw rumah Erin kalau mau kumpul di sana.

Anggun:
Reinard?

Tangisku tumpah lagi. Begini, ya, rasanya patah hati? Membaca namanya saja membuat dada serasa dicubit.
Gue otw rumah Erin.

"Ke Menteng, ya, Pak," beri tahuku pada sopir taksi yang sejak tadi diam.
Si sopir mengangguk, lalu mulai melajukan mobil.

Aku berada di dalam taksi dan tadi sengaja tak langsung meninggalkan basemen apartemen Reinard. Berputar-putar tidak jelas bukanlah agenda pascapatah hatiku ini. Harus ada tempat pasti ke mana aku akan pergi, tentunya kecuali rumah.

Semua ucapan Reinard berputar di kepalaku. Dia berbohong, lalu jujur. Hatiku dibuat berbunga, lalu didorong masuk ke kubangan lumpur. Anehnya, kenapa harus aku yang dia pilih untuk diberi rasa turun naik turun seperti itu?

Hari pertama bertemu dia memang kurang ajar, tapi aku menikmati ciumannya. Dia tahu bagaimana cara agar aku hanyut dalam sentuhannya. Dia pengertian, membelikanku ini itu sesuai yang aku suka dan butuhkan. Sisanya ... dia mampu bersikap yang membuatku berkali-kali terpesona. Nyaris semua hal tentang Reinard membuatku nyaman dengannya.
Rasa nyaman itu tak mudah aku dapatkan dari setiap laki-laki yang mendekat.

Bersama Reinard aku berada dalam nuansa pink yang tak kuasa untuk aku akhiri. Harta, bunga, cinta. Dia mampu memberiku tiga hal itu. Hatiku juga telah terbidik sempurna olehnya. Selain Salvia, aku tak punya alasan untuk menolak Reinard.

Salvia. Satu nama itu tentu tidak bisa aku anggap enteng. Nuansa pink di antara aku dan Reinard kini berbaur dengan warna yang perempuan itu bawa. Suasana damai yang ada terkontaminasi dengan rasa gelisah. Entah bagaimana jalan keluar yang terbaik dari kepelikan ini.

🌷🌷🌷

Nyaris tengah malam aku baru tiba di rumah. Tentunya sudah kukabari Papa bahwa seharian ini aku bersama teman-teman. Reinard pun sudah mengkonfirmasi pada papanya kalau kami tidak sedang bersama. Aku tahu tentang itu, karena Reinard yang mengirimkan pesan. Dia mengatakan bahwa papaku ingin melakukan double checking. Oh, salah, tepatnya triple. Ketiga sahabatku semua dihubungi untuk meyakinkan aku tidak bohong.

Setelah menangis dan bercerita sepuas hati di rumah Erin, hatiku jauh lebih lega. Beberapa nasihat dan saran kucerna baik-baik. Tapi meskipun begitu, saat ini aku enggan langsung kembali ke kamar. Memikirkan kesendirian dalam sunyi di ruang besar itu sudah menyesakkan dadaku dari saat ini.

Conquering Lyra (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang