Well, udah hampir 2 tahun gw ngga lanjutin series ini. It's not like anyone really read my story right?
AFTER STORY
Sesudah acara farewell selesai, gw diajakin Bidu jalan jalan. Awalnya gw setuju tapi gw pikir2 lagi, lebih mending gw pulang melepaskan penat yang gw rasakan daripada malah nambah beban jasmani. Sayangnya gw gatau mau pulang sama siapa, karena Even, temen gw yg anter gw ke tempat farewell diajak nginep sama mamanya untuk pesta kecil2an buat para panitia dan event organizer. Untungnya Dimas, temen gw, dia tawarin gw pulang bareng. Dalam perjalanan pulang, gw hanya duduk diam dan memikirkan apa aja hal yang barusan terjadi. Apakah semua itu kenyataan? atau cuman mimpi? apakah pelukan mereka tulus? atau hanya sebatas formalitas? Hal2 tersebut terngiang di kepala bahkan sampai saat kami tiba ke tujuan, gw masih bengong padahal gw udah dipanggil2 beberapa kali sama Dimas.
Pada saat gw sampai ke rumah, gw langsung ke ruang komputer gw dan memikirkan kembali hal2 yang gw pikirkan tadi di mobil. Bukan hanya pertanyaan aja yang gw pikirkan pada saat itu, melainkan penyesalan2 gw pada saat disitu, Yaitu kenapa gw ngga mendengar apa yang dikatakan Divasya pada saat sesi confess—karena dia mention nama gw dan kyk ngomong sesuatu tentang gw—dan gw ngga sempet meluk si Ani. Kedua penyesalan tersebut menghantui gw sampai sekarang.
Hal2 tersebut membuat diri gw menjadi Overthinker. Gw selalu berpikiran panjang tentang sesuatu yang mungkin dibilang orang obvious jawabannya, tetapi gw selalu memikirkan hal terburuk dan bagaimana gw bisa mengatasi hal terburuk tersebut bahkan sebelum hal tersebut terjadi.
Seiring waktu berjalan, gw dan temen2 gw masih tetap berinteraksi satu dengan yang lain. Kami masih sering chat di line seperti biasanya, bedanya cuma kami sudah bukan teman sepersekolah lagi, tapi teman seperangkatan. Gw dan teman teman seperti shanny, nita, ino, yuyun, ani, budi, dan bidu sering nonton bareng, setidaknya 1 kali sebulan. Bahkan sampai kita awal2 masuk SMA.
Impian gw adalah untuk masuk SMA 6 Depok karena SMA 6 adalah salah satu sekolah unggulan di Depok. Tetapi karena Nem tidak memadai, akhirnya gw tertendang dari SMA 6. Pilihan ke 2 gw pun—SMA 9—juga sama, gw tertendang padahal cuman berbeda beberapa desimal dari Nem terendah. Akhirnya gw sekolah di SMA 11. Sekolahnya sangatlah buruk dari penampilan, hingga fasilitas. Wajar sih soalnya SMA 11 termasuk sekolah baru dan benar benar underfunded karena daerah Margonda entah kenapa tidak ingin adanya SMA Negri. Ya, itupun gw hanya mendengar dari kabar burung yg beredar diantara para guru.
EARLY DAYS OF HIGH SCHOOL
Gw masuk SMA 11 sesudah masa orientasi selesai. Hal tersebut mengakibatkan gw tidak punya teman atau siapapun yang gw kenal disana. Hari2 pertama gw masuk, gw hanya bisa tiduran dengan memakai earphone dan menutup kepala gw dengan hood jaket angkatan. Hari ke 3— seinget gw waktu itu hari rabu—Jonathan melihat gw tiduran pada saat istirahat. "Eh, lu anak baru? pindahan mana?" dengan intonasi yang lembut. "Ngga, gw emang baru masuk aja" jawab gw. "Lu Sammy kan? salam kenal ya, gw Jonathan" sahut Jonathan "Hm, iya salken juga" jawab gw. Akhirnya gw berteman dengan Jonathan. Dia bukan orang pertama yang ngomong sama gw, tapi dia org pertama yang mau jadi teman gw. Esoknya gw diajak Jonathan jajan bareng dia. "Sam, temenin gw jajan mau ga? sekalian lu pelajarin anuannya sekolah" "Oh yaudah ayo" sahut gw. Gw dan Jonathan pun ke tempat jajanan dan sesudah itu Jonathan nunjukin kelas2 dan ruangan2 di SMA 11. "SMA 11 punya 2 gedung, 2 2 nya gedung yang disewain ama sd. Disini cuman ada kelas 10 dan 11 doang, kelas 12 nya ada di gedung lain yang ga jauh dari sini" Jonathan menjelaskan. Itulah kenapa kami anak SMA 11 sekolah mulai dari jam setengah 1. Hal tersebut makin membuat gw gasuka SMA 11 lebih lagi.