14

79 9 0
                                    

Marisca bolak-balik di depan pintu dengan perasaan yang sangat gelisah. Berita itu,membuat jantungnya berdebar tak karuan sampai sekarang. Menunggu orang yang dicintainya tak kunjung tiba.

Ia menelpon Tomi,sepupunya. Karna smartphone suaminya itu tidak aktif sedari tadi.

"Halo?"

"Lo dimana?! Berita itu-"

"Iya,gue tau. Tunggu bentar lagi,mau nyampe."

Marisca duduk disofa ruang tamu,mematikan telepon sepihak dan mulai menangis. Beberapa saat kemudian ada yang mengetuk pintu rumah dengan tergesa. Marisca berdiri dan membuka pintu dengan kasar,melihat orang yang berada di depannya. Air matanya kembali mengalir deras.

Tomi mendekap sepupunya itu dengan penuh iba. "Maaf.." lirihnya saat memeluk Marisca,berulang-ulang ia katakan hal tadi dengan rasa bersalah.

"Andai aja lo kemaren gak nyuruh dia buat keluar kota,pasti dia masih hidup!" Sahut Marisca tersendat-sendat. Sedangkan Tomi masih meminta maaf.

Harris yang sedari tadi menguping memejamkan matanya,agar tak ada air mata sekarang. Pasti itu belum benar,belum ada kebenaran yang diungkap oleh mereka. Hanya ucapan ambigu yang tidak ia mengerti sedari tadi,juga karena faktor baru bangun.

Dikarenakan pusing,ia kembali ke kamar Mamanya untuk tidur. Tanpa sengaja ia menghempas pintu saat ingin menutup membuat Marisca dan Tomi menoleh ke arah dalam rumah.

Marisca melepas pelukan itu dan berlari kecil ke kamarnya,ia khawatir. Saat membuka pintu menemukan Harris yang telungkup di kasurnya. Suara isakan kecil terdengar. Sudah lama sekali Ia tidak melihat Harris menangis.

Marisca mengelus pelan pucuk kepala Harris dan langsung di tepis oleh Harris.

"Keluar." Bisik Harris pelan.

Marisca menatap sendu pada Harris,walaupun ini kamarnya tapi Marisca tetap keluar untuk meredakan emosi Harris.

Harris membuka matanya saat ada yang memanggilnya. Menyibak selimut yang membungkus seluruh tubuhnya. Ah itu teman Mamanya atau juga guru bk-nya.

"Harris,ayo makan. Sudah malam loh."

Ia pun melirik ke jendela yang belum tertutup,sudah gelap. Pantas saja ia merasa kedinginan. Harris duduk sebentar untuk mengumpulkan nyawanya sebentar. Teman Mamanya itu tersenyum lalu pergi tanpa menutup pintunya. Berjalan ke arah kamar mandi untuk menukar celana yang lebih panjang.

Harumnya, ucapnya dalam hati. Mamanya sedang menyantap makanannya, Harris langsung duduk disebelah Marisca.Teman Mamanya itu sedang mencuci alat masak yang sudah digunakannya tadi. Jadi dia yang memasak semua ini? Hebatnya.

Lauk pauk yang dia sediakan juga sehat semua hingga Harris ingin menolak semua itu. Ikan,sayur dan telur. Ya ampun,dia benci olahan ikan apapun.

Dengan sangat-sangat terpaksa,ia mengambil lauk itu dan nasi. Harris pun memakannya dengan ogah-ogahan,yah lumayan lah rasanya walau agak asin.

"Makasih loh,enak banget!" Komentar Marisca puas, Harris terkejut hingga tersedak dengan makanannya. Dengan cepat ia minum.

Kedua perempuan itu menatapnya, "Gak. gak ada apa-apa kok,"

Harris lanjut makan dengan pandangan yang entah kemana-mana.

***

Kembali ke Harris yang seperti biasa,sekarang jam tujuh pun anak itu masih terbaring nyenyak di kasurnya. Marisca tiba dengan amarah yang memuncak.

I'm a pinkboy!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang