.
.
.***
Langit kelabu tidak membiarkan setetes cahaya mengguyur daratan. Gumpalan kapas merapat hitam; meraung karena dikekang. Air mata membasahi sebagian bentala. Percikan air mengalun lembut di udara. Aroma tanah basah menyeruak kedalam paru-paru. Labium merah muda mengukir senyum tipis.
Manik senandika menerawang jauh. Jemari lentik mengangkat cangkir kecil berisi teh. Kepulan asap tipis terlihat jelas disana. Tak membiarkan senyum semanis madu luntur hanyut terbawa rintik hujan. Suasana hening didalam kafe membuat hujan terdengar jelas. Diselingi suara reporter berita siaran televisi hari ini.
"-Pembunuhan kembali terjadi. Seperti kasus sebelumnya, korban kali ini merupakan penjahat kelas atas. Pelaku meninggalkan jejak sama berupa-"
Tak!
Cangkir teh diletakkan. Senyum lebar terukir jelas. Gadis bersurai (h/c) itu tertawa kecil. Teredam suara berisik air. Jemari lentiknya merogoh saku; mengeluarkan sejumlah uang lalu meletakkannya diatas meja. Membayar hal yang telah dibeli. Tubuh mungil perlahan beranjak dari duduknya. Kaki jenjang melangkah; keluar dari sana.
Saatnya untuk bekerja.
.
.
.Kriet~~
Pintu kayu ditarik; benda besar itu berderit kasar. Nampaknya sudah lama tidak diberi cairan pelumas. Berpikir ketika sudah menyelesaikan urusan akan pergi ke market terdekat. Tidak ada salahnya membeli cairan itu, toh sekaligus menargetkan mangsa selanjutnya.
Cahaya redup lampu minyak hanya bisa menerangi sekitar. Tidak sampai ke celah terdalam. Derap langkah menggema. Pelan namun teratur. Suara gemericik kayu dibakar memenuhi ruangan. Kadar air dan getah pohon dari kayu yang dibakar dapat dipastikan banyak. Sehingga menghasilkan musik menenangkan.
Kursi ditarik; berderit halus kala tangan mungil berulah. Tudung jubah menghalangi pandangan, tetap bisa melihat keadaan. Meja bundar menjadi saksi bagi tokoh dunia. Dikelilingi oleh mereka yang memiliki nama penting dalam masyarakat.
"Bisa kita mulai sekarang?"
Manik yang mengurung semesta mengerling sejenak. Nampak jelas jika orang itu tidak ingin membuang waktu. Labium merah muda mengukir senyum miring. Tangan mungil menyangga kepala, menikmati air muka dari wajah rupawan pemuda dihadapannya. Meski terhalang tangan-tangan sialan, gadis itu puas hanya dengan melihat kejengkelan pemuda itu.
Terbukti dari gelagat; kebiasaan serta nada suara yang terdengar. Gadis itu akui jikalau ia terlambat 1 jam dari perjanjian yang dibuat. Sesuatu menahan gadis itu mengakibatkan keterlambatan kehadiran. Meski demikian, pada wajah ayu milik sang gadis tidak menunjukkan penyesalan. Ia tertawa kecil; melepas tudung jubah menerawang jauh pada pemuda dihadapannya.
"Terburu-buru sekali eh?"
Decihan terdengar. Gadis itu tertawa puas. Tidak ada yang lebih nikmat selain melihat seseorang ketika tengah menahan kesabaran. Terlebih pada tokoh figur penjahat kelas kakap. Ini adalah hal yang langka. Mungkin ketika orang itu kembali mengundangnya untuk bertemu; ia akan mengulangi aksi sama.
"Kami akan kembali menyerang U.A. Kuharap kali ini kau ikut berpartisipasi," ucap pemuda itu. Jemari panjangnya menggaruk tengkuk. Kuku pemuda itu mengkikis kulit; menghasilkan luka yang memungkinkan terjadinya infeksi karena terus digaruk.
Gadis bersurai (h/c) meringis. Membayangkan perih hasil luka tersebut. Mari lupakan. Manik yang mengarungi semesta mengerling sejenak. Gadis itu diam. Terlihat sedang melamun disaat membahas hal serius. Tidak sepenuhnya benar, ia sedang memikirkan tawaran dari orang itu.
Jika gadis itu ikut, apa yang akan ia dapatkan? Kaki jenjang disilangkan; jemari lentik diketuk beberapa kali. Tidak buruk jika ia ikut, setidaknya gadis manis akan mendapatkan hiburan sesaat. Tetapi ia bukanlah seseorang yang memiliki waktu luang untuk sekedar mengunjungi taman kanak-kanak. Juga, ini bertentangan dengan janji gadis itu.
Sekali lagi, senyum miring terukir. Pemikiran konyol melintas dibenak gadis itu. "Kau tahu jawabanku. Tapi jika kita bertarung, mungkin aku akan berubah pikiran." diakhiri dengan cekikikan geli. Ah, gadis itu selalu membayangkan bagaimana tubuh pemuda dihadapannya tergeletak dingin. Membiru karena darah berhenti mengalir. Serta jiwa dalam tubuh yang meninggalkan raga.
Suasana mencekam. Pemuda itu, sebut saja Shigaraki- ia menggaruk keras area tengkuk. Berpikir dalam tawaran yang diberikan. Tentu ini adalah tawaran menguntungkan. Kapan lagi ia bisa membuat (y/n), si gadis pembunuh penjahat berada dipihaknya? Tidak-tidak, pemuda itu sedang berhadapan dengan seorang pembunuh berpengalaman. Bisa saja ketika pertarungan nanti; ia kehilangan nyawa. Tidak perlu menunggu ketika bertarung nanti, bahkan saat ini pemuda itu yakin ia bisa kehilangan nyawa dalam sekejap.
Dengan berat hati, Shigaraki berdecih. Kuku pemuda itu semakin menekan area yang terkikis, mengakibatkan luka. "Tidak." keputusan akhir diucapkan. Tawa sekali lagi terdengar dari gadis itu. Jemari lentik mengusap pelupuk, mencoba menghalau cairan bening keluar. "Sangat disayangkan. Aku cukup kecewa," ucap gadis itu. Diselingi tawa kecil.
Kursi sekali lagi berderit; gadis manis beranjak dari duduknya. Tidak ada lagi perihal yang harus dibicarakan. Negosiasi antara kedua belah pihak tidak terjalin sesuai seperti yang dikehendaki. Kaki jenjang melangkah menuju pintu keluar. Kala tangan hendak menyentuh gagang pintu, gadis itu teringat sesuatu. "Oh iya, nanti belikan cairan pelumas ya. Engsel pintu ini sudah berkarat."
Blam!
.
.
.Semilir angin menyapa. Sang Ratu malam berdiri gagah diantara ribuan permata. Gemerisik dedaunan mengalun lembut. Gaun merah membalut tubuh langsing. Memperlihatkan beberapa bagian dengan sempurna. Begitu manis kala ia mengenakannya. Dipadukan heels hitam berkilau.
Para adam terjatuh dalam pesona. Tak mengalihkan pandangan barang sedetik. Mereka lupa cara akan bernafas ketika labium merah muda mengukir senyum manis. Jika ditanya gadis itu sedang menjalankan misi, maka jawabannya adalah tidak. Ia sedang menikmati waktu bebas sebelum melakukan pekerjaan.
Restoran Prancis tidaklah buruk. Ditemani para penjaga yang senantiasa memperhatikan gerak-geriknya. Tentu saja saat ini ia sedang diawasi. Orang gila sekalipun akan sadar jikalau ada seseorang yang memperhatikannya. Terlebih secara terang-terangan.
Tok tok
Ketukan dimeja membuat gadis itu kembali dari pulau pikiran. Senyum miring terukir samar. Memperhatikan pemuda dihadapannya yang kini tersenyum manis. "Boleh saya duduk disini? Meja yang lain sudah terisi penuh."
Ingin sekali rasanya gadis itu tertawa. Tidak ia sangka jikalau ada orang seberani ini mendekatinya demi menangkap gadis itu. Menarik bukan?
"Tentu. Silakan tuan...?"
"Phamtom Thief," ucapnya memperkenalkan diri. Lihat, dia bahkan dengan santainya berkenalan dengan penjahat. Memberikan nama palsu? Tidak, lebih tepatnya nama hero. Ah, sepertinya ini akan menyenangkan.
.
.
.TBC
See ya!
07 Maret 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Enemy | Monoma Neito
FanfictionSetiap orang mempunyai kisahnya sendiri. Begitu pula dengan mereka, si gadis arogan dan pemuda gila bernama Monoma Neito. Note : Aisen project Cover by chlvray_ I don't own BNHA nor its original character. ⓒ Kohei Horikoshi Story by HaHaruHarumi S...