Blar!Hujan malam itu sungguhlah tak bisa dinyana. Betulan tiba-tiba karena sejak pagi matahari seolah bersahabat. Namun menjelang terbenamnya matahari, langit di atas sana malah berubah begitu menghitam. Bukan karena malam, tapi sekumpulan awan itu tengah berusaha menghalangi cahaya bulan yang seharusnya menerangi.
Rintik-rintik air yang beberapa menit lalu baru saja turun, saat itu juga digantikan dengan derasnya air hujan. Kilatan petir pun sesekali menyambangi langit, disertai bunyi gemuruh yang amat sangat dahsyat.
Ngeri juga kalau kejadian itu dikatakan sebagai badai, tapi anginnya memang kelewat kencang. Cukuplah untuk menerjang pohon-pohon yang berjejer di pinggir jalan.
“Ayah, Ibu, Jiya takut.”
Seorang wanita yang usianya berkisar lima puluhan itu lantas menengok ke belakang. Salah satu putrinya kini sedang menutup telinganya karena takut dengan hingar-bingar suara petir. Sejurus kemudian, ia tersenyum bermaksud memberikan ketenangan.
“Nggak apa-apa, Jiya. Jiya tidur aja ya, kalau takut boleh tutup telinganya.”
Jiya mengangguk menatap ibunya dengan penuh harap. Yang Jiya pikirkan hanyalah dirinya yang ingin segera sampai di rumah nenek. Ketika itu mereka memang sedang dalam perjalanan untuk menjemput sang putra sulung yang tengah berlibur. Jumanta Nareswara Janari.
“Ibu, masih jauh?” Lagi-lagi Jiya bertanya.
“Masih, sayang. Makanya Jiya tidur aja ya. Tuh Joya juga tidur.” Kali ini ayah Jiya yang menjawab karena sang ibu sedang mengambil sesuatu dari dalam tasnya.
“Jiya mau baca aja? Ini ibu bawa buku.”
Anggukkan kepala Jiya membuat ibunya memberikan benda berbentuk persegi panjang tersebut.
Sejak kecil ketika dirinya tidak bisa tidur, Jiya memang lebih senang membaca buku atau mendengarkan ibunya bercerita.
Berbeda dengan Joya yang bisa tidur dengan cepat, Jiya butuh waktu lebih lama untuk menjemput mimpinya sekalipun mereka dilahirkan sebagai anak kembar.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE PAST
RomanceKisah masa lalu yang terkenang dalam memori, Yang kian membawa kesesakkan pada sudut hati Meninggalkan jejak kenangan yang begitu menyakiti, Hingga menenggelamkan cinta yang makin mati. Jiyanala tahu bahwa hidupnya telah hancur sejak dua tahun silam...