Saka betulan lelah.
Malam tadi, ia harus bergumul dengan perasaannya. Batinnya mengemis minta tolong agar pikirannya tidak perlu mengenang.Sayang, dirinya sungguh kalah cepat dengan air mata yang sudah luruh. Memorinya sudah melanglang buana ke mana-mana. Ternyata terjebak dalam kenangan yang menyakitkan adalah sesuatu yang sangatlah tidak enak.
Inikah yang selama ini Jiya rasakan?
Pertanyaan semacam itu kian mengerebungi otak Saka. Hatinya makin tersayat tatkala Jiya tiba-tiba memeluknya semalam. Isak tangis Jiya membuat dada Saka terasa begitu sesak. Entah karena ia merasa iba pada Jiya atau pada dirinya sendiri.
Lalu apa yang sebenarnya terjadi dua tahun lalu?
Kantung mata Saka menghitam pagi ini. Dia melihatnya melalui kaca yang terpasang di kamar mandi beberapa saat lalu. Bagaimana tidak, selain karena harus menyelesaikan beberapa pekerjaan yang ia bawa pulang, Saka juga tidak bisa tidur.
Mengingat kalimat Jiya tadi malam, relung hati Saka terasa seperti ditusuk. Sesakit itu. Ditambah Jiya yang tak mampu melanjutkan kalimatnya karena tangisnya makin menjadi-jadi.Sumpah, Saka gusar karena rasa penasaran yang tiada habis. Kenapa Jiya harus mengajukan pertanyaan yang membuat Saka jadi uring-uringan pagi ini.
“Jadi ini alasan lo ngga jadi dateng ke tempat gue semalem, Bang?”
Suara Wikan mengalihkan atensi Saka yang tidak fokus sejak tadi.
Wikan sudah datang sejak satu jam yang lalu, sesaat Saka menyuruh pria itu untuk segera datang ke apartemen miliknya. Dia baru saja keluar dari kamar tamu, tempat di mana Jiya sedang tertidur.
Ya, pada akhirnya Saka membawa Jiya untuk beristirahat di apartemennya. Jiya yang memaksa Saka untuk tidak mengantarnya pulang. Setiap kali Saka bertanya, alasan Jiya hanyalah dia yang tidak ingin membuat Juta merasa tidak nyaman.
“Sorry, Wi. Semalem gue jadi rungsing banget lihat Jiya kayak gitu.”
“Santai aja lagi, Bang. Gue paham kok.” ucap Wira seraya menghampiri Saka yang tengah duduk di ruang tamu, lantas mendudukkan dirinya di sofa yang lain. “Terus lo udah hubungin Bang Juta?”
Saka melirik sekilas pada Wikan. Suara decak meremehkan keluar begitu saja dari mulut Saka. “Apa yang mau diharapin dari Juta sih, Wi? Kalau dia peduli sama Jiya, mana mungkin Jiya maksa gue buat nggak anter dia ke apartemennya?”
“Mbak Kala?”
“Ya gue jelas hubungin Kala, siapa lagi emang.”
“Masalahnya Bang Juta masih sama?” tanya Wikan yang direspons Saka dengan desahannya beberapa detik kemudian.
“Juta sekeras itu, Wi. Gue pun heran kenapa sikapnya ke Jiya bisa berubah sedratis ini.”
“Tapi kalau dipikir-pikir lagi, kita tetep nggak bisa nyalahin Bang Juta sepenuhnya.”
Pendapat Wikan barusan membuat Saka kembali mengalihkan pandangannya untuk menatap salah satu sahabatnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE PAST
RomanceKisah masa lalu yang terkenang dalam memori, Yang kian membawa kesesakkan pada sudut hati Meninggalkan jejak kenangan yang begitu menyakiti, Hingga menenggelamkan cinta yang makin mati. Jiyanala tahu bahwa hidupnya telah hancur sejak dua tahun silam...