Sabtu pagi usai ekskul Kak Hugo mendatangiku di kelas Biola. Dia ingin mampir ke rumah, katanya. Dia sudah membeli satu set peralatan memahat seperti milik Ayah dan ingin belajar cara menggunakannya. Tentu saja dia menawariku untuk ikut dengannya naik motor, tapi aku memintanya untuk langsung ke rumahku saja tanpa aku. Karena Ayah sudah dalam perjalanan menjemput. Memang ini tidak praktis tapi aku sedang malas berdebat dengan Ayah.
Meski Ayah mengijinkan Kak Hugo mampir untuk berguru dengannya tapi wajahnya tampak kurang rela ketika melihat kakak kelasku itu memilih naik motor ke rumah kami dan bukannya ikutan nebeng pulang bersama mobilnya. Tapi kan tidak mungkin meninggalkan motor di sekolah untuk kemudian diambil lagi sore nanti sepulang dari rumahku? Sepanjang perjalanan pulang Ayah masih menggerutu, menyayangkan kebijakan orang tua Kak Hugo membiarkannya mengendarai motor ke sekolah karena usia yang menurut Ayah belum cukup. Aku terlalu gembira membayangkan akan segera bertemu Kak Hugo di rumah kami yang biasanya sepi jadi kubiarkan saja dia mengomel.
Setelah hampir satu jam di dalam workshop bersama Ayah, akhirnya aku menyusul mereka. Karena hari Sabtu para pekerja libur, workshop Ayah memang sepi. Aku menyusul mereka yang sedang asyik membahas berbagai alat pahat yang dibeli Kak Hugo sebagai seorang pemula.
"Hai, Ca!" sapa Kak Hugo begitu melihatku mendekat. Aku mengangkat alis sambil tersenyum. "Kalian sedang apa?" tanyaku santai.
"Oh! Barusan Ayahmu menjelaskan tentang kegunaan alat-alat yang kubeli. Dan sekarang kami sedang membahas media kayu yang bisa dipakai untuk memulai."
Ayah berjalan ke salah sudut workshop untuk memilih beberapa potongan kayu kemudian membawanya ke tempat kami duduk, mengitari sebuah meja kayu berbentuk bundar.
"Sebetulnya, ada banyak materi kayu yang bisa dipakai untuk memahat. Mulai dari kayu pinus, mahoni sampai jati. Tingkat kesulitan untuk memahatnya berbeda-beda tergantung dari sifat kayunya, semakin keras, seperti kayu jati misalnya, tentu makin sulit untuk diukir, meskipun hasilnya tentu saja akan semakin bagus. Untuk pemula, Om kasih kamu kayu pinus saja, ya? Teksturnya lebih lembek, sehingga mudah dibentuk."
"Wah, terima kasih, Om! Apa aku harus mengganti biaya media kayunya?"
"Ah! Tidak usah! Di sini banyak sekali limbah kayu. Kamu bisa manfaatkan untuk belajar memahat, gratis! Asal serius belajarnya."
"Terima kasih, Om! Ini bisa pakai alat pahatku, Om?" Kak Hugo membolak-balik bongkah kayu pinus di tangannya.
"Tentu saja bisa. Alat pahatmu bisa dipakai untuk media kayu apa saja. Mau apa pun jenis kayunya, alat pahatmu harus selalu tajam agar akurasi pahatannya terjaga. Untuk memotong bongkahan kayu dalam ukuran besar, kamu bisa pakai alat listrik yang Om punya."
Kak Hugo mendecakkan lidah penuh kekaguman memperhatikan alat-alat listrik yang dimiliki Ayah, mulai dari alat bor, alat potong listrik, sampai gergaji listrik dia punya. Ayah juga punya alat pahat kecil seperti bor untuk mengukir motif yang lebih halus sehingga tidak harus mengeluarkan banyak tenaga saat memahat.
"Ternyata alat pahat sekarang banyak jenisnya dan canggih canggih ya, Om?" ujar Kak Hugo dengan wajah takjub.
Ayah tertawa sambil menganggukkan kepala. "Aku seorang tukang kayu professional, tentu saja alatku harus lengkap agar bisa mendukung pekerjaanku. Jika semua harus pakai alat manual seperti milikmu tentu akan lama selesai." Saat menyebut dirinya sebagai 'tukang kayu', Ayah melirikku sambil tersenyum. Meski merasa tersindir aku diam saja. Memang dia tukang kayu, kok?
"Betul juga sih, Om. Tapi aku merasa jadul dengan alat-alatku ini."
"Lho! Jangan! Bahkan Om masih punya alat sepertimu untuk memahat benda-benda yang kusuka. Sebagai hobi saja karena tidak memerlukan tenggat waktu untuk menyelesaikannya. Untuk ukuran pemula, alatmu sudah cukup lengkap dan ini merek yang bagus kok, jadi akan bisa menghasilkan pahatan yang bagus juga. Lebih baik belajar manual dulu baru nanti jika suka bisa berlanjut. Kamu bisa menggambar?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Ayah (Novel Sudah Terbit)
RomanceVersi tamat dengan bab lebih lengkap ada di KBM Apps ya. Silakan download dari playstore. Di sana akun saya @Kiantyyura. Tak ada anak yang menginginkan perceraian kedua orang tuanya. Begitu pula dengan Ica, remaja 14 tahun yang sangat mencintai papa...