Part 18 Ledakan Emosi

162 27 3
                                    

Melia merayuku untuk ikut ke rumahnya. Sebagai hadiah menyambut liburan, orang tuanya membelikan Melia Nintendo Switch yang bisa dimainkan beramai-ramai. Padahal dia hanya meraih ranking tiga, sedangkan aku yang berhasil meraih rangking satu saja tadi reaksi Papa datar saja. Seperti mau bilang bahwa, memang sudah sewajarnya kamu rangking satu, kamu 'kan anak Papa.


Bukannya aku ingin dibelikan Nintendo juga sih, tapi terlihat sedikit bangga tidak ada salahnya, ya? Sepertinya Papa memang tidak menganggap rapor yang bagus, apalagi sampai masuk lima besar terbaik di kelas itu penting. Atau akunya yang tidak penting? Entahlah.

Karena Melia punya dua extra joystick, kami akan bisa bermain sekaligus berempat. Game ini juga bisa dimainkan online dengan sesama teman yang memiliki console yang sama. Terdengar seru sih meski awalnya aku ragu.

Sebetulnya rumah Melia tidak jauh dari rumah kami dan dia bahkan berjanji akan meminta supir Papanya untuk mengantarku pulang nanti sore.

"Ayolah, Ca! Kamu belum pernah main ke rumahku, lho! Apalagi Kak Hugo dan rombongan kerennya bakalan join! It will be fun!" pinta Melia dengan suara pelan, sambil menatap para cowok yang duduk bergerombol di dekat kami, sedang sibuk membicarakan jenis-jenis games yang bisa dimainkan dimiliki Nintendo tanpa mempedulikan kami.

Wajahnya tampak berbinar ketika menatap salah satu dari mereka. Yah, aku bukan tak tahu bahwa sahabatku ini naksir sahabat Kak Hugo yang bernama Kak Fabian. Meski tidak sejangkung Kak Hugo, Kak Fabian yang agak pendiam ini lumayan ganteng juga sih. Menurut Melia, dia juga pintar.

Mereka bertiga jarang sekali mau bergaul dengan teman perempuan di sekolah. Biasanya ke mana-mana mereka hanya bertiga. Jadi ini tentu saja adalah kesempatan langka bagi Melia untuk mengajak mereka hang-out. Dan aku dijadikan tamengnya.

"Kamu ajak mereka ajalah Mel, gimana? Aku belum bilang sama Ayahku, nih!" bisikku pada Melia yang masih menatapku dengan pandangan memohon.

"Yah, aku nggak mungkin bawa tiga cowok pulang ke rumah dong, Ca! Apa kata Mamaku nanti! Kamu ikut ajalah, nemenin aku, ya? Please, Ca?"

Heeemmh. Aku belum pernah sih, hang-out untuk main games bareng bersama teman-teman. Kelihatannya memang menarik. Toh sudah bukan hari sekolah lagi, jadi tak ada PR atau ulangan yang membuatku harus segera pulang untuk belajar atau mengerjakannya. Dan kami akan pergi beramai-ramai dengan mobil yang disupiri seorang supir professional dan yang paling penting lagi, Papa sudah mengijinkan.

Pasti bakalan seru! Jadi akhirnya, meski agak ragu, aku mengangguk. Melia langsung memeluk sambil berteriak girang. Dia juga menelepon Mamanya agar mengirim supir untuk menjemput kami, karena setelah menurunkan kami di kafe tadi, Mamanya langsung pulang.

Kak Hugo, Kak Reihan dan Kak Fabian juga sudah mengantongi ijin dari orang tua masing-masing untuk hang-out terlebih dulu sebelum pulang. Karena aku tahu Ayah sedang pergi, aku juga tadi menelepon Oma untuk memberitahu bahwa aku ada di kafe Boba bersama Melia dan teman-teman yang lain dan akan pulang agak sore.

Aku tidak menyesal menuruti permintaan Melia untuk mampir ke rumahnya. We are having so much fun! Bersaing dalam sebuah game itu ternyata seru sekali! Melia bahkan punya game boxing dan untuk memainkannya kami diharuskan melakukan gerakan-gerakan boxing. Meski pegal dan melelahkan tapi betul-betul seru! Kapan lagi aku bisa bertanding tinju dengan Kak Hugo tanpa harus meninjunya beneran? Menang pula! Hahahaha! Habis dia dibully kedua sahabatnya karena kalah adu tinju denganku, meski itu hanya dalam sebuah game!

Tante Amanda, Mamanya Melia membelikan kami burger dan kentang goreng dari restaurant cepat saji secara online, supaya kami tidak kelaparan. Aneka soda dan minuman dingin juga digelar di ruang keluarga mereka yang luas.

Dear Ayah (Novel Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang