"Ibu beneran mau kembali ke kantor pusat?"
Rere menghentikan gerakan tangannya yang sedari tadi tak berhenti memasukkan barang barang yang berada di atas meja ruangan itu, ke dalam box kardus yang ia minta tadi ke salah satu boy office.
Sambil menghela nafas panjang, dia berdiri tegak dan menghadapkan badan pada perempuan cantik berjilbab lebar yang tengah berdiri di hadapannya.
"Ya ... Mau gimana lagi, udah disuruhnya begitu oleh Bos." ujar Rere sambil tersenyum tulus.
Rere paham kesedihan Nia, tiga tahun dirinya ditemani gadis cantik yang selalu menutupi kecantikannya di balik kaca mata tebal dan cadar yang selalu ia gunakan. Berdua menghabiskan waktu bekerja bersama. Membuatnya juga merasakan apa yang sedang Nia rasakan.
*Nanti pimpinan penggantinya laki apa perempuan, Bu Rere?"
"Nggak tahu, orangnya kan baru datang besok! Jadi ya ... Kita lihat aja, besok!" jawab Rere yang kembali sibuk dengan barang barangnya.
"Mmm ...!" Nia berdehem, dengan wajah sedih yang ia tunjukkan. Tangannya memilih kursi yang letaknya paling dekat dengan posisi Rere, untuk ditempati.
"Jangan sedih dong, Nia."
Lagi lagi Rere menghentikan apa yang sedang ia lakukan hanya untuk menghibur hati anak buahnya yang sudah ia anggap sebagai saudara selama ia merantau ke kota ini.
"Kita kan masih bisa saling berhubungan. Apalagi nanti kalau kau sudah punya pacar, pasti bakalan lupa padaku."
"Tidak ada seorang pun yang mau berteman tulus dengan saya, Bu. Jangankan untuk bersahabat, sekedar menyapa saja mereka segan." Jawab Nia, lagi lagi dia menampakkan wajah sedihnya.
"Cuman Ibu saja yang mau bersahabat dengan saya." Nia menjawab dengan mata menatap lantai.
"Ayo, kita pergi!"
Tiba tiba saja Rere mengambil tasnya dari kursi dan langsung melangkah pergi membuka pintu dan berdiri di sana sambil menatap Nia yang kini juga tengah menatapnya dengan wajah yang memerah karena menahan tangis.
"Ibu, kita mau ke mana?" Tanya Nia yang heran, karena tiba tiba saja Rere mengajaknya pergi.
Rere tak menjawab pertanyaan Nia, dia hanya menggerakkan sedikit kepalanya membuat isyarat agar Nia segera bangkit dan melangkah mengikutinya.
Melihat ekspresi yang dikeluarkan Rere, Nia tak lagi berani untuk mengucapkan apa apa lagi. Selain mengikuti kemauan ibu direkturnya itu.
Rere berhenti di lobi, menunggu seseorang yang tadi ia perintahkan untuk membawa mobilnya ke depan lobi.
"Bu ...."
Rere tak lagi memperdulikan ucapan Nia, apalagi bersamaan dengan itu mobil miliknya sudah datang dan berhenti pas di depannya.
"Bu ...!" Sapa seorang lelaki berpakaian office boy yang mendekat dan mengulurkan tangannya, memberikan kunci mobil sambil membungkukkan badannya sedikit.
"Makasih ya ...." Ujar Bu Rere yang menyelipkan sejumlah uang ke tangan office boy tadi.
"Sama sama, Bu." Jawab office boy tersebut sambil tersenyum senang.
Namun itu tak di perhatikan oleh Rere, yang telah melangkah mendekati pintu mobilnya."Nia ... Masuk!" perintah Rere sambil membuka pintu untuk Nia, dan langsung menyalakan mobilnya sesaat setelah Nia duduk dan menutup pintu mobil.
"Bu ... Ngapain kita ke sini, siapa yang mau di dandani?" tanya Nia saat melihat mobil yang di kemudikan oleh bosnya berhenti di sebuah salon terkenal di kota itu.
Rere masih terdiam, dia mematikan mobilnya yang sengaja dia parkir di bawah pohon besar dan rindang yang berada di tengah tengah halaman salon.
Membuka pintu mobil dan melangkah keluar, tanpa berkata apa apa, membuat Nia yang duduk di sebelahnya tak berani bertanya, kecuali mengikuti langkah bosnya.
"Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?"
Seorang receptionis langsung menyapa ramah saat Rere yang di ikuti Nia dari belakang menghampiri satu satunya meja yang berada di lobi salon.
"Tolong katakan pada Bu Dinda, Rere sudah datang."
"Silahkan duduk dulu, Bu." Jawab receptionis itu ramah, tangan kanannya menunjuk kursi kosong ada di depan mejanya.
Tanpa menjawab Rere langsung menuju kursi yang ditunjuk si Mbak receptionis, sambil memainkan ponselnya.
Lagi lagi Nia hanya bisa mengikuti gerak gerik bosnya tanpa mempunyai keberanian untuk bertanya lagi.
"Maaf Bu Rere. Bu Dinda tadi terpaksa pulang karena ada kepentingan keluarga, tapi beliau sudah memberikan amanah buat saya untuk melakukan tugasnya."
Seorang lelaki yang bergaya seperti perempuan mendekati Rere yang sedang asyik main ponselnya.
"Kamu beneran sanggup?" Tanya Rere yang memandangi wajah lelaki itu dari atas ke bawah, seperti tidak yakin.
"Mudah mudah saya bisa membuat Anda tersenyum hari ini." Jawab lelaki itu lagi ramah, sepertinya dia tidak terpancing dengan ucapan Rere yang merendahkannya tadi.
"Tolong ubah gadis di belakangku!" Ujar Rere tanpa menoleh namun sudah mampu membuat mata Nia hampir keluar dari kelopaknya.
"Bu ...." Tercekat suara Nia, tak sanggup untuk meneruskan kata katanya.
"Mari mbak, ikut saya." Ajak lelaki itu sambil tersenyum ramah, kepada Nia yang sepertinya tak mau berdiri.
"Tapi jangan kamu yang nemenin dia, kalian bukan muhrim!" Ujar Rere, dengan mata tetap fokus pada ponselnya.
"Baik, Bu." Jawab lelaki itu tetap dengan senyum ramahnya.
****
[Sudah menemukan tempat yang cocok untukku?] Tanya Rere pada seseorang yang ia hubungi melalui ponselnya. Sesaat setelah Nia meninggalkannya sendirian di lobi salon.
[Sudah, semuanya sesuai dengan apa yang anda mau, Bu. Bahkan lengkap dengan satu maid perempuan separuh baya.] Jawab orang yang di telpon.
[Kamu dapat info nggak, siapa yang akan menggantikan aku di sini?]
[Maaf, Bu. Saya tidak mendapatkan info apa apa, sepertinya tuan bos benar benar akan memberikan banyak kejutan.]
[Jemput aku besok malam di bandara, jangan sampai telat, ok!]
[Siap, Bu!"]
[Makasih, Din. Besok malam jangan sampai membuatku menunggu, Ok!]
Tak perlu menunggu jawaban dari orang yang tadi ia hubungi, Rere sudah mematikan ponselnya dan meletakkan kembali ke dalam tasnya.
"Ibu ... Silahkan." Mbak receptionis yang tadi meletakkan di meja, dua botol teh dan beberapa kue donat di atas piring. Sekaligus menawarkannya pada Rere.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pacar Sejuta Umat
RomanceDewi Revia Ananta. Diharuskan kembali ke kantor pusat setelah sebelumnya menjadi pimpinan anak perusahaan di luar Jawa . Ini di karenakan adanya tugas khusus dari pimpinan pusat untuk menemani pimpinan yang baru, pasca peralihan kekuasan di perusaha...