Berubah

3 0 0
                                    

Hampir tiga puluh menit lamanya Rere menunggu make over yang dilakukan pegawai salon ini kepada Nia. Diambilnya lagi ponsel di dalam tas sebagai obat penghalau jenuh.

"Bu ...."

Rere yang tadinya menunduk dengan tangan merogoh ke dalam tas. Sontak langsung menengadahkan kepalanya saat telinganya mendengar ada  seseorang yang memangilnya dan bahkan sudah berdiri di depannya. Bersama seorang wanita mungkin adalah orang yang paling berjasa mengubah Nia.

Kemudian Rere tersenyum puas saat melihat make over yang terjadi pada asisten pribadinya. Berulang kali dilihatnya dari atas ke bawah sambil melebarkan senyumnya.

Dengan riasan wajah yang ringan, tidak terlalu menor tapi elegan. Tak ada lagi behel dan kaca mata tebal yang menghalangi pandangan orang untuk melihat betapa cakntiknya Nia,

"Begini seharusnya seorang asisten Dewi Revia Ananta. Mmm ...."

Nia tersenyum saat mendengar apa yang baru saja Rere katakan,  dan itu tidak aneh, sebab ia pun merasa pangling pada dirinya sendiri.

"Bagaimana, Apakah anda puas dengan yang saya lakukan untuk me-make over mbak, ini?" tanya perempuan yang di dari papan nama yang tertera di dadanya bernama Lina.

"Ya ... Aku puas." Jawab Rere sambil memberikan sebuah kartu  pembayaran yang berwarna gold.

Lina tersenyum, dengan sedikit menundukkan  badan, tangannya menerima kartu dari tangan Rere a

"Sebentar kami proses dulu pembayaran anda." Ujarnya sambil melangkah pergi mendekati meja kasir yang berada di pojok ruangan itu. Sesaat setelah Rere menyetujui permintaan Lina.

"Bagaimana, tadi sambil diajarin nggak caranya dandan? Biar besok besok bisa ngerias sendiri." Tanya Rere yang masih fokus pada penampilan baru Nia.

"Sudah, Bu." Jawab Nia dengan malu malu kucing.

"Kamu nggak sekalian beli kosmetik yang sedang kamu pakai itu, nggak?"

Nia tak menjawab pertanyaan bossnya.  Dia hanya menggelengkan kepalan beberapa kali sambil menatap lantai.

Rere hanya bisa menghela nafas panjang saat Nia-- yang memang di kenalnya sangat sederhana itu hanya menggelengkan kepala.

"Kenapa, kurang gajimu?" Tanya Rere tanpa melihat ke arah anak buahnya, kemudian tanpa menunggu jawaban dari Nia, Rere  berjalan mendekati mbak yang tadi membawa kartu miliknya.

"Sekalian kosmetik yang tadi dipakai ya, Mbak. Itu semua kira kira cocok nggak buat dia." Tanya Rere pada Lina.

"Semoga cocok, sebab tadi sudah di lihat jenis kulitnya di lab, Bu." Jawab Lina, tetap dengan senyum ramahnya.

"Kalau gitu sekalian beli lengkap dengan alat riasnya ya."

"Baik, Bu." Jawab mbak itu lagi, yang kemudian segera meninggalkan Rere masuk ke dalam salon.

"Sebentar ya, Bu. Nunggu barangnya di ambil." Ujar Mbak yang di belakang meja kasir.

Rere hanya mengangguk sambil tersenyum. Dengan mata kembali menatap Nia yang duduk di tempatnya tadi.

Tak lama kemudian,  Lina datang membawa apa yang dipesan oleh Rere kemudian meletakkannya di meja kasir.

"Mbak ini pesanannya ibu ini," ujar Lina pada temanya si Mbak kasir.

"Ibu, ini barangnya, terimakasih sudah percaya pada salon kami. Maaf jika saya harus kembali ke dalam karena ada pekerjaan lain yang menunggu." pamit Lina yang mendekat pada Rere sambil merapatkan kedua tangannya di depan dada.

Rere hanya membalas dengan senyuman dan anggukan kecil atas sikap yang Lina tunjukkan padanya.

"Ibu, ini kartu anda, dan juga kosmetik yang anda pesan, terimakasih sudah percaya pada salon kami." Mbak kasir di belakang meja memberikan bungkusan kresek warna putih dengan tulisan logo salon.

Dia juga melakukan hal yang sama seperti yang Lina lakukan tadi, menyatukan kedua telapak tangannya rapat di depan dada, sambil setengah membungkuk saat mengucapkan terimakasih.

Rere segera berlalu setelah menerima bungkusan dan kartu dari mbak kasir salon. Kemudian dengan isyarat  mata dan kepala, dia menyuruh Nia untuk bangun dan mengikutinya keluar ruangan.

Selama dalam perjalanan kembali ke kantor, tak ada pembicaraan selain cerita Nia saat dirinya di make over, tadi ....

"Dengar, Nia. Aku hanya ingin kau tahu bahwa tak ada seorang pun di dua ini yang jelek. Hanya saja mungkin mereka masih takut untuk memulai berubah, sama sepertimu." Ujar Rere, tangannya sambil memutar kunci kontak mobilnya.

"Ini, kamu harus bisa merawat dirimu sendiri." Rere memberikan bungkusan yang berisikan kosmetik  dan peralatannya ke tangan Nia.

"Yang sekarang kamu harus banyak belajar adalah, jangan terlalu percaya pada makhluk Tuhan yang bernama lelaki, ingat itu, Nia."

Nia yang tak dapat lagi menahan haru, langsung memeluk perempuan cantik yang menjadi atasannya dan juga sekaligus sahabat.

"Terimakasih, Bu. Saya bingung harus bagaimana membalas kebaikan ibu selama ini."

"Aku sudah mentransfer sejumlah uang, beli baju yang pantas buat besok, aku nggak mau kamu kelihatan lusuh di depan penggantimu, kamu mengerti itu, Nia?"

Nia hanya bisa mengeratkan pelukannya di tubuh Nia, tiba tiba mulutnya menjadi kelu, hanya isak yang terdengar.

"Sudah ... Sekarang keluar dari mobilku,. Dan cepat pulang, aku tak mau kau ganggu aku lagi hari ini."

Dengan tersenyum bahagia, Nia keluar dari mobil, begitu pun juga dengan Rere.

Ada yang berbeda saat mereka memasuki lift atau berjalan menyusuri koridor kantor. Semua mata sepertinya menatap heran dan takjub pada sosok yang melangkah di belakang Rere.

Dan itu di sadari oleh Rere maupun Nia.

"Ingat apa yang ku ucapkan tadi, Nia."  Bisik Rere sambil terus melangkah.

"Siap, Bu!" Jawab Nia yang juga setengah berbisik.

"Kamu langsung pulang, dan kerjakan apa yang aku perintahkan." Usir Rere saat mereka sudah berada di depan meja tempat Nia.

Dan itu berarti berada tepat di depan pintu masuk ke ruangan Rere.

"Iya, Bu." Jawaban singkat Nia cukup membuat Rere tak lagi berkomentar, dia pun langsung masuk ke dalam ruangannya dan menutup pintu itu kembali.

Rere langsung melempar tubuhnya ke sofa empuk di belakang meja yang menghadap ke pintu.

Tiiiiit! Tiiit!

Baru saja Rere memejamkan matanya. Suara intercom memaksanya untuk membuka matanya kembali dan mengulurkan tangan mengambil gagang telpon.

"Hallo ...."

"Maaf, Bu. Ada seseorang yang ingin bertemu dengan ibu, dari kantor pusat."

"Suruh masuk aja,"

"Baik, Bu."

Rere mendengus kesal, belum selesai kerjaan merapikan barangnya, kini malah datang seorang tamu dari kantor pusat.

Tooook! Tok!

"Masuk!" Jawab Rere sambil berdiri dari kursinya.

Pintu terbuka, mata Rere terbeliak melihat siapa yang datang, senyumnya langsung melebar, dengan tangan terbuka. Ia menghampiri tamunya dengan langkah cepat.

"Alman ...!"

Pacar Sejuta UmatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang