Bab 3 [Pesan Palsu]

1 1 0
                                        

Dua hari berlalu semenjak kedatangan Niwatori ke rumahnya, Shiren tak menjawab pertanyaan sepupunya waktu itu. Ia tak bisa bercerita ke sembarang orang, sekalipun saudaranya sendiri.

Shiren memijat kepalanya perlahan sembari menyesap teh kesukaannya. Hari ini Asagao begitu ramai dengan pembeli. Yuan, Yasa, dan beberapa muridnya ikut bersantai di kedai itu. Hari ini Shiren tengah mentraktir mereka, makanya kedai milik Hikaru ini menjadi lebih ramai.

"Ya! Kau benar! Tidak salah aku memberikan hasil buruanku padanya waktu itu!" Yuan berucap dengan semangat.

Kaeri yang duduk di sebelahnya menepuk pundak laki-laki itu. "Kau menebar harapan lagi pada gadis-gadis itu, Yuan! Tega sekali dirimu ini."

Yasa mengangguk membenarkan.

Shiren yang mendengarkan perbincangan ketiganya mendengkus. Yuan dan tebar pesona adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Bermodal wajah, laki-laki itu menawarkan kebaikan pada tiap gadis yang dilihat matanya.

Secangkir teh yang dipesannya telah tandas. Shiren memilih menyimak pembicaraan tiga muridnya. Kaeri adalah seorang perempuan berambut pendek, memiliki wajah yang cukup manis, salah satu korban rayuan Yuan namun gagal. Pengendalian benda yang dimiliki Kaeri sepertinya berlaku juga untuk pengendalian hati dalam melawan laki-laki seperti Yuan ini.

Kaeri tertawa mendengar lelucon Yuan. Dia menepuk punggung laki-laki itu sebagai balasan, entah ke-berapa kalinya. Semuanya berlangsung dengan tenang, saat tiba-tiba aura tak mengenakkan muncul.

Langit menghitam, Asagao yang semula penuh dengan percakapan, menjadi sunyi. Shiren meneguk kasar ludahnya, melirik sekitarnya dengan kehati-hatian. Didengarnya dentingan pedang di kejauhan. Firasatnya buruk.

Saat Shiren meraih katana di meja, hendak melihat ke luar Asagao, seseorang menghentikan langkahnya. Salah satu muridnya, mengering tiba-tiba. Shiren membelalak.

Ia melangkah mundur, terkejut melihat penampakan salah satu muridnya itu. Kulitnya mengering, mengeriput, dan menempel erat ke tulangnya. Bola matanya menghilang, mulutnya menganga lebar dan menghitam. Rambutnya pun mengeluarkan asap seolah terbakar. Shiren seakan melihat mayat hidup.

Shiren menoleh ke belakang saat teriakan seseorang terdengar. Yuan, Yasa, dan Kaeri pun ikut mengering. Rambut mereka menghangus, begitupun dengan pakaian yang mereka kenakan.

Tubuh Shiren gemetar, ia berteriak kencang, tanpa sadar air matanya terjatuh. Hari ini seakan peristiwa menyeramkan kedua yang dialaminya.

Shiren mengusap air matanya. Kakinya berniat melangkah untuk mengecek keadaan mereka, namun tak bisa digerakkan. Teriakan perempuan itu semakin kencang saat seisi Asagao mengalami hal serupa.

Semua pengunjung kedai ini mengering!

Perlahan Shiren merasakan kontrak jiwanya dengan murid-murid Perguruan Bambu Timur, menghilang. Kartu jiwa biasanya bersinar redup, menandakan kesepakatan antara Shiren dan seseorang itu telah berakhir. Namun kali ini kartu jiwa itu hangus!

Dada Shiren berdegup kencang. Dentingan pedang masih terdengar. Kemungkinan bahwa ada orang yang masih hidup membuatnya sedikit bersemangat untuk menyelesaikan peristiwa ini.

Ia berkali-kali berusaha menggerakkan kakinya untuk pergi dari bagian dalam kedai, tetapi tidak bisa. Seakan kakinya tertahan oleh sesuatu. Napasnya memburu, diliriknya ke bawah. Jantungnya seakan berhenti saat melihat seekor ular hijau melilit kakinya.

Hebi!

Shiren mengeratkan genggaman pada katana-nya. Ia berdebar keras begitu mendengar langkah kaki seseorang. Aura hitam yang begitu dikenalnya. Orang itu telah tiba!

Shiren menatap penuh kebencian. Pesan burung gagak itu palsu! Seharusnya penyerangan ini terjadi esok hari, seperti yang tertulis di surat waktu itu. Hah, seharusnya ia tak mempercayai perkataannya semudah ini! Batin Shiren menyesal.

Ia merapatkan giginya ketika tawa penuh kebanggaan terdengar di dekatnya. Tak jauh darinya, seseorang berdiri bersama sekumpulan ular. Ular itu memiliki ekor yang sama dengan lima kepala. Satu di antara kepala itu berwarna merah menyala, sementara kepala ular yang lain berwarna hijau lembut. Sama seperti seekor ular yang melilit kaki Shiren.

"Xiao Zhan." Desis Shiren melihat sosok laki-laki yang dikenalnya lama.

Laki-laki itu menghentikan tawanya. Matanya menatap lembut Shiren. Kaki jenjangnya melangkah mendekati perempuan itu. Ia berhenti beberapa langkah dari tempat Shiren terpaku. Mengamati Shiren yang tengah mengenakan pakaian kebanggaannya.

Laki-laki bernama Xiao Zhan itu mengingat pakaian yang dikenakan Shiren sekarang adalah hadiah yang diberikan 'pria tua' itu pada murid kesayangannya.

Shiren menggertakkan giginya. Perlahan ia berusaha mengalirkan kekuatannya untuk melepaskan lilitan ular di kakinya. Ia harus mengumpulkan kekuatan untuk beberapa saat agar bisa melawan Xiao Zhan.

Saat Shiren menarik katana-nya dan melangkah mundur, saat itu pula Xiao Zhan sudah berada di depan perempuan itu. Mata Xiao Zhan menusuk ke dalam mata Shiren. Saling tatap dan saling mengeluarkan hawa kebencian. Musuh bebuyutan yang bertemu kembali, begitulah mereka.

Shiren melangkah mundur saat Xiao Zhan melangkah maju. Katana Shiren yang terlepas dari sarungnya, ia genggam erat. Bersiap menebas Xiao Zhan, namun ular di sekitar laki-laki itu melindunginya. Katana Shiren terlempar jauh.

Perempuan itu terkejut. Kekuatan Xiao Zhan semakin besar. Ia merasa tertekan. Murid-murid Perguruan Bambu Timur yang menghangus, orang-orang tak bersalah yang turut menjadi korban, serta Hikaru–murid dan temannya–yang entah kemana.

"Berikan kartu itu padaku, Lian Yi."

Shiren menggeleng. Kartu hitam di tangannya menghilang, membuat pandangan Xiao Zhan menajam.

"Berikan kartu itu, maka aku akan pergi."

"Tidak! Tidak akan!" Shiren berteriak. Ia terantuk kursi di belakangnya. Meneguk ludah, mengambil napas kuat-kuat, lalu berlari.

Anehnya, sejauh apapun kaki Shiren melangkah, ia seakan tidak bergerak sedikitpun dari tempatnya. Shiren menangis.

"Lepaskan aku, kumohon." Shiren meremas pakaiannya.

Xiao Zhan menyeringai. Menikmati ekspresi ketakutan Shiren menjadi kebahagiaan tersendiri baginya. Begitu lama ia menantikan diri untuk membuat perempuan itu tak berkutik, takluk di bawahnya.

"Kau tidak akan bisa lari dariku, Lian Yi. Tidak untuk sekarang dan selamanya." Ucap Xiao Zhan.

Kekuatan laki-laki itu unik dan menyeramkan. Saat Shiren mengeluarkan tenaga untuk berlari dari Asagao, sesuatu akan menahannya, membuatnya tidak bisa berpindah tempat sekuat apapun tenaga yang dikeluarkannya. Tapi saat Shiren berjalan sedikit saja, itu berhasil. Shiren bisa berjalan mundur atau maju, tapi tidak untuk keluar dari Asagao.

Berjalan sedikit demi sedikit untuk keluar dari Asagao pun tidak mungkin, sebab Xiao Zhan terus mengikutinya. Ular-ular di sekitar laki-laki itu berdesis dan menyambar apapun di sekitarnya. Membuat api-api kecil, meriuhkan area dalam Asagao.

Shiren meneguk ludah saat dinding menghentikan pergerakannya. Ia terpojok sekarang. Sementara Xiao Zhan sudah berada di depannya. Berdiri tidak jauh darinya sambil mengulas senyum kepuasan.

"Kau telah kalah, Lian Yi."

Shiren melihat senyum manis terpatri di bibir Xiao Zhan. Melihat laki-laki itu menerjang ke arahnya, kemudian semuanya gelap.

Card of SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang