🍋

68 15 26
                                    

Renjun berlari kecil di tepian lapangan basket, menyapukan pandangannya ke kursi tribun penonton. Hanya ada beberapa siswa terutama adik kelasnya yang tengah menonton ekstra basket.

Menyugar rambut hitamnya sekali, berdecak kesal begitu dia tak menemukan sosok yang di carinya.

Keringat di pelipisnya dan penampilannya yang sedikit berantakan, seragam osisnya yang sudah kekecilan tampak pas melekat di tubuhnya, setengah sisinya keluar benar-benar tidak mencerminkan bahwa dia adalah seorang anggota OSIS.

Lima belas menit yang lalu bahkan dia baru saja selesai rapat tentang pelantikan ketua OSIS berikutnya.

Lalu untuk apa dia di sini sekarang? Tidak, dia tidak sedang bermain basket atau mengikuti ekstra. Bahkan dia tidak terlalu menyukai olahraga bola ini.

Hanya saja dia, sejak lima belas menit lalu sibuk mencari seseorang, mengelilingi sekolahnya yang luasnya jangan ditanyakan, lelah tentu saja. Terlihat dari deru nafasnya yang masih terengah-engah.

Dia mengambil ponselnya di saku celananya dan menekan nomor yang sudah ke tujuh kalinya ini ia panggil. Namun tetap sama, tidak diangkat. Spam pesannya pun belum di baca.

Dengan kesal dia keluar dari lapangan indoor itu, menahan kekesalannya dan melampiaskannya dengan menggenggam ponselnya erat, meninggalkan jejak pekikan adik-adik kelasnya yang sempat salah fokus atas kedatangannya kemari.

Sebenarnya  sangat disayangkan Renjun tidak ikut bermain basket kali ini, meski dia bisa. Padahal adik-adik kelasnya sengaja pulang terlambat siapa tahu mereka beruntung bisa melihat Renjun bermain basket melawan pangeran sekolah. Pasti sangat seru, seperti class meeting tahun lalu.

Jeno, si pangeran sekolah, ternyata menyadari kedatanganya. Namun, belum sempat dia memanggil Renjun untuk mengajaknya bergabung, remaja itu sudah berlalu.

Wajahnya berubah seketika, tiba-tiba merasa kesal sendiri dan melampiaskannya dengan mengoper keras hingga mengenai dada lawannya, lemparan itu sedikit membuat Sunwoo terhuyung ke belakang memeluk bola basketnya.

Tanpa sepatah kata pun Jeno berlalu dengan tatapan yang berubah dingin , meninggalkan permainan yang belum selesai, mengabaikan seruan teman-temannya. Dia mengambil tas dan seragam osisnya yang sempat dia lepas tadi.

Sementara Renjun, anak itu masih setia menelusuri koridor berjalan tak tentu arah, sesekali menelisik melalui jendela melihat ke dalam ruangan yang dia lalui.

"Bin!"panggilnya pada seseorang yang dilihatnya akan berbelok ke sisi kiri. Orang itu berhenti dan berbalik ke arahnya dengan sebelah alis terangkat. Menunggu Renjun berjalan sampai tiba di depannya.

"Apa?" Memang kedengarannya ketus, tapi memang begitu gaya bicaranya Eunbin yang terkenal galaknya.

"Liat Saeron nggak?" Setahu Renjun, Eunbin adalah teman sekelas Saeron yang memang lebih dekat dari pada yang lainnya, jadi tidak heran jika terkadang-ah tidak, seharusnya kata yang lebih tepat adalah selalu- jadi tidak heran jika Saeron selalu bersikap galak kepadanya, mungkin pengaruh pergaulannya dengan Eunbin juga.

Jeda beberapa detik, sebelum menjawab-

"Nggak."

"Lo kan temennya masa gatau Saeron diman-"

"Lo kan kembarannya harusnya Lo yang lebih tau dong Saeron dimana? Masa nanya ke gue? Emang gue emaknya?" Dahi Renjun otomatis berkerut, heran dengan sikap Eunbin. Memang dia anaknya jutek, tapi ini tidak seperti biasanya ketika sesekali dia bertanya tentang keberadaan saudaranya.

Apa mereka berantem lagi?

Renjun makin dibuat khawatir, karena apapun masalah yang dihadapi kembarannya pasti anak itu bisa menanganinya dengan mudah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 13, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Naks KembarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang