Edward menangis sesak hingga dadanya terasa begitu nyeri. Sakit yang ia rasakan tak lagi ia hiraukan, Alexa, Alexandra Echcrixa Akalea satu-satunya misi dia saat ini.
"Pak..." Gugah Andreas cepat.
Lelaki itu sangat gesit, ia segera berjongkok, menumpukan lututnya dengan lantai marmer di kantor perusahaan Edward.
"Pak... apa anda baik-baik saja?" Bingung lelaki itu sekali lagi.
Tak ada suara, pria tua itu hanya memegang jantungnya yang mulai tak beraturan iramanya. Andreas dan yang lain segera membantu Edward untuk duduk di kursinya, memberikan lelaki tua itu minuman dan memanggil Erika yang menjadi sekretarisnya.
Gadis berambut pirang itu dengan segera melesat, ia tahu apa yang harus dilakukan. Sudah sepuluh tahun berlalu sejak Erika menjadi tangan kanan Edward, ia hafal betul apa yang harus ia lakoni jika hal seperti ini terjadi.
Tangan gadis itu menarik engsel laci milik Edward, memberinya obat dengan warna kecoklatan dua butir, lalu meminumkannya. Seperkian detik tangan wanita itu bergetar, ia sangat menyayangi Edward seperti Ayahnya sendiri, bagaimana tidak, Edward begitu baik kepadanya dan keluarga Erika. Ia membantu Erika seperti keluarga sendiri. Erika hanya selalu takut jika Edward bukan lagi yang menjadi atasannya, bagaimana bisa ia kehilangan bos yang seperti sosok Ayah di kehidupannya.
"Pak.." Gugah Erika perlahan.
Wanita itu memijat-mijat jari jari Edward yang kaku.
"Apa Bapak sudah baik-baik saja?" Tanya-nya pelan.
Edward mengangguk pelan, ia setuju jika tubuhnya tak lagi merasakan sesak seperti beberapa menit yang lalu.
"Apa saya harus menyuruh mereka pergi dulu?" Ucap Erika.
Edward mengangkat tangannya tanda tak setuju dan Erika tanpa aba-aba menyuruh yang lain duduk di sofa sambil menunggu keadaan menjadi lebih baik.
"Bapak.. Erika sangat paham perasaan Bapak. Erika juga gak mau kehilangan Alexa, tapi Bapak tolong jaga kesehatan Bapak. Erika juga gak mau Bapak pergi." Ucap Erika pelan.
"Terima kasih Erika, kau selalu baik pada keluarga kami." Balas Edward dengan nafasnya yang sedikit tersenggal.
"Bapak yang baik pada kami. Bapak dan Alexa yang telah menyelamatkan kami dari pria jahat itu. Bapak yang menyekolahkan Erika dan adik-adik Erika, membayar perawatan Ibu Erika. Membantu perekonomian kami." Ingat Erika dengan air mata yang mulai mengalir di ekor matanya.
Wanita itu mengingat kejadian dua puluh tahun lalu. Usianya sama dengan Alexa. Ketika gadis kaya raya itu turun dari mobil mewahnya menuju toko boneka terbesar di daerah Daomizc City. Matanya saling beradu pandang saat Erika kecil yang hanya bisa menatap istana mainan itu dari luar kaca jendela, sedangkan Alexa gadis kaya raya itu menatap nanar mata Erika dari sudut dalam ruangan dengan ribuan koleksi boneka di dalamnya.
"Erika apa yang kamu lakukan diluar sana?" Gugah Ibunya dengan pakaian yang sangat tidak layak.
"Erika mau itu Bu.." Ia menangis sesenggukan dengan menunjuk sebuah boneka berwarna coklat dan bulu-bulu halus di dalam kaca sudut ruangan.
"Tapi Erika, Ibu tak mampu membelikannya." Sesal Baldona.
"Tapi Ibu, Erika mau memilikinya. Satu saja." Gadis itu semakin menangis menjadi-jadi sampai pihak keamanan hampir saja mengusirnya jika Alexa tak datang tepat waktu.
"Dia temanku, jangan kau sentuh." Teriak Alexa lantang. Gadis itu dari kecil memang sangat terlihat bukan seperti gadis se-usianya. Ia sangat tegas dan berwibawa, sifat kepemimpinannya sangat ketara saat dia mulai berbicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Cop(s) of Hidden City
RomancePutri CEO Akalea Grup menghilang, wajahnya tersebar luas di penjuru dunia dalam surat kabar. Kabar hangat menghilangnya Diandra Akalea membawa Andreas Boetarano yang merupakan Pembantu Unit di kesatuannya membongkar tabir akan adanya jejak kota mis...