Masa Putih abu-abu katanya masa yang paling indah masa dimana hati remaja penuh cinta. Hal yang sedikit berbeda denganku. Aku Arian, seorang mahasiswa di Perguruan Tinggi ternama di kota ini. Saat ini aku sedang melewati masa-masa kritis studi. Semester ini begitu banyak tuntutan yang harus aku penuhi, salah satunya raihan gelar sarjanaku. Ayah dan Ibuku sudah resah menanyakan kapan aku akan skripsi? Kapan aku wisuda? Ampuuuun!!! Belum lagi bebereapa mata kuliah yang aku harus ulang. Gimana mau skripsi kalau mata kuliah belum kelar semua dengan nilai standar? Inilah dampak dari kesibukanku yang tak tahu waktu, bahkan sampai meninggalkan perkuliahan demi organisasi yang tak berimbang dengan akademisku. Demo sana-sini, kunjungan kerja antar kelembagaan mahasiswa, pokoknya kompleks.
“Hidup mahasiswa!!! Hidup rakyat!!! Hari ini kawan-kawan, betapa banyak hak-hak kita selaku mahasiswa yang dikangkangi demi kepentingan politik. Uang kuliah mahal, sementara dosen jarang masuk, nilai ala kadarnya, siapa yang harus bertanggung jawab atas semua ini kawan-kawan? Siapa??? Hanya ada satu kata kawan-kawan, Lawaaaann!!! Jangan bungkam akan penindasan ini kawan-kawan!!! Hidup mahasiswa!!!” Teriakku menggigil membakar semangat rekan-rekan mahasiswa di kampusku khas dengan atribut orasi seperti Toa di tanganku. Menyampaikan apa yang aku dan kawan-kawan rasakan atas segala bentuk ketidak adilan di kampus. Begitulah kebiasaanku jika suatu aturan tidak sesuai dengan kenyataan, maka turun ke jalan menjadi pilihan terbaik untuk berbicara.
Hari ini menjadi hari yang akan menyita waktuku secara ekstra. Perkuliahan masuk dari pukul 08.00 hingga nanti pukul 15.30 baru selesai. Lantas apakah tak ada waktu untuk istirahat, sholat dan makan? Ku pastikan ada, tapi begitulah aku, aku bukan orang yang bisa beristirahat dengan tenang sementara otak di dalam tempurung kepalaku masih sibuk beroperasi bak mesin kereta api. Tak jarang juga aku melewatkan sarapan dan makan siangku hanya untuk mendahulukan diskusi dengan teman-teman. Tapi aku tetap akan makan bila sore hari tiba, untuk menutupi siang dan pagi yang terlewatkan dari konsumsi makanan serta cadangan untuk nanti malamnya, ini kunamakan dengan “Pak Eko” alias Paket Ekonomis.
Hari ini akhirnya aku tiba di kampus sebelum pukul 08.00, tiba di kampus aku langsung menuju ke gerai mahasiswa yang menjadi tempat favoritku sebelum jam perkuliahan dimulai. Bukan untuk menyantap sepiring nasi goreng, lontong atau makananan lainnya melainkan secangkir kopi yang bergulat dengan sejuknya pagi ini. “Kak, kopi hitam satu ya? sahutku kepada karyawati gerai. Tak perlu waktu lama untuk segera menikmati kopi hangatku, dalam waktu lima menit kopi hangat pun mendarat tepan di hadapanku, ditambah dengan bisikan halus di samping telingaku “ini kopinya Bang,” ujarnya lirih, diam-diam ku lirik ke sumber suara dan ” waaah, ternyata manis juga,” ucapku dalam hati saat melihat karyawati yang menghantarkan kopiku. Dan tanpa ku sangka sebelumnya, ternyata memang karyawati satu ini begitu mempesona di mataku, rasanya tak cukup waktu hanya serkedar untuk memandanginya. “Astaga, udah hampir pukul 08.00, lamunanku tentang bidadri pengantar kopipun pecah, dan akupun bergegas menyeruput kopi di hadapanku.
“Sialan, ternyata belum masuk,” gerugutuku. Bagaimana tidak? Sudahlah aku ngos-ngosan berlari dari meja gerai yang harus aku tinggalkan, bidadari pengantar kopi yang tak bisa lagi ku jangkau dengan mataku hanya untuk bisa sampai ke ruangan kuliah. Eh malah dosennya belum masuk. Beberapa menit di dalam kelas, komting datang dengan informasi yang selalu dinanti-nanti oleh sebagian besar mahasiswa, “kawan-kawan, informasi dari Bapak bahwa, hari ini tidak masuk, dan diganti minggu depan,” ucapnya menyampaikan pengumuman kepada kami.. “Rasanya tu, seperti menjadi iron man, mengejar waktu agar tak telat, yang dikejar malah tak masuk,” umpatku penuh kekesalan.
Waktu masih menunjukkan pukul, 08.30 WIB setelah ku lihat jam tanganku, artinya, masih banyak waktu menjelang pukul 11.00 nanti untuk jadwal kuliah berikutnya. Dan akhirnya ku putuskan ke gedung gelanggang mahasiswa untuk sedikit memulihkan energi yang tersita semalam untuk berdiskusi. Setibanya di gelanggang, tak lupa ku lepaskan sepatuku dan ku parkirkan di rak-rak, tapi tak ada sepatu lain selain sepatuku. Artinya, takkan ada yang mengganggu jam istirahatku pagi ini. Dengan kunci cadangan yang ada padaku, ruang ber AC itu pun terbuka, tak lupa ku nyalakan AC nya, dan ku tutup gorden ruangan plus pemadaman lampu ruangan agar hemat energi. Sebelum aku putuskan berangkat ke alam mimpi, tak lupa ku atur alarm tepat pada pukul 10.30 untuk membangunkanku nanti.
#bersambung