Waktu itu permainan paling keji
Acap kali berjalan cepat saat diharap lambat
Justru lambat ketika dipinta segera usai
Tak bisa diputar,
terus berjalan meski aku meminta semuanya diulang
*
Sejak kejadian di stasiun yang membuat aku dan kamu berbincang lebih dekat-bukan hanya sekadar menatap karena sering berada pada gerbong kereta yang sama-aku seolah melihat kamu dimana saja.
Sebelumnya aku bahkan tidak tahu kamu berada di lingkungan yang sama sepertiku.
Aku tidak pernah menemukan keberadaanmu selain di gerbong kereta.
Sampai kamu mengungkap semuanya.
Aku nyaris menemui kamu disetiap langkah kakiku menapak.
Aku yang menemukanmu, atau kamu yang menemukanku.
"Kamu hutang terima kasih sama saya."
Aku kenal suara siapa yang terdengar berat di telingaku sore itu. Tanganku yang semula sibuk menyendok bulatan-bulatan bakso langsung berhenti bekerja, aku menoleh ke samping. Benar, itu kamu. Masih dengan gayamu yang sedikit urakan-ah... jujur saja lebih aku suka ketimbang penampilanmu beberapa tahun berikutnya. Kamu di beberapa tahun berikutnya terlalu sering berpakaian rapi, aku jadi pangling jika kamu mendadak kembali ke gayamu yang dulu.
"Makasih." Aku tersenyum ogah-ogahan, tak ingin kamu berlama-lama di dekatku hanya untuk meminta seuntai terima kasih.
"Makasih doang?"
"Terus apa? Ya udah makasih banget."
"Jaman sekarang makasih nggak bisa diuangin."
"Dari dulu juga gitu kali."
Kamu tertawa mendengar jawabanku. Lagi-lagi lesung di pipimu kembali terbentuk. Sebetulnya aku juga punya, tapi punyamu jauh lebih menghanyutkan.
Usai tawamu lenyap, kamu justru mengalihkan pandang pada mangkuk baksoku, kemudian dengan amat tidak sopan kamu menyuapkannya ke mulutmu.
Aku kontan memekik kaget seraya memukul bahumu. "Ihhhh... gak sopan banget sih."
Kamu justru tertawa sampai bakso yang masih ada di mulutmu justru tergelincir masuk ke dalam kerongkongan. Kamu terbatuk, aku ingin memanjatkan rasa syukur, tapi tidak jadi karena kasihan.
Aku memberi kamu sebotol air mineral yang langsung kamu teguk sampai setengah.
Hari itu, aku seperti pahlawan, kan? Coba kalau aku jahat, mungkin kamu sudah bergentayangan karena tersedak bakso.
Sangat tidak estetik.
Kamu menghela napas lega, lantas tersenyum padaku. "Sekarang saya yang harus bilang makasih." Tahu apa yang lebih gila selain lesung pipimu hari itu? Gerakan tanganmu yang tanpa izin mengacak rambutku, saat itu semua duniaku seakan dicuri olehmu.
Kamu beranjak, aku masih mematung.
"Jangan lupa, besok jaket saya dibalikin. Kalau bisa kasihin parfum kamu sekalian, saya suka parfum kamu."
Aku lihat kamu melangkah pergi, tapi justru kembali putar balik di langkah ke sepuluh.
Kebiasaan.
Jantungku kembali seperti melompat ke lambung ketika kamu kembali berdiri di depanku. Tanganmu mendekat, seakan ingin meraup wajahku agar mendekat. Tapi bukan itu, kamu justru menarik kuciran hingga rambutku terurai. "Ternyata kalau diurai cantik juga." Kamu tersenyum lagi, kemudian tanpa bertanggung jawab setelah membuat degup jantungku seheboh grup tanjidor, kamu berlalu begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
5. caraphernelia [selesai]
Short StoryKinan didatangi laki-laki aneh setelah tujuh kali berada dalam satu kereta yang sama dengannya. Selepasnya sajak-sajak takdir seakan mengikat Kinan dengan laki-laki itu. Sampai tiba saat Kinan merasa benar-benar terikat oleh takdir laki-laki itu. Se...