|4|⛈

57 6 13
                                    

~Happy Reading~

"Semua seakan mimpi yang tak pernah diduga."
-AlfrzDwj

"Tolong bangunkan aku dari mimpi buruk ini. Aku sudah tak sanggup lagi menghadapi semua ini."
-AlfrzDwj




Satu tahun sudah pernikahanku dengannya. Hari-hari bahagia bersama dirinya, telahku lewati bersamanya.

Tidak ada kata bosan dalam hidupku saat bersamanya. Pernikahan kami penuh dengan sukacita. Seolah tak ada yang akan bisa menghancurkan semuanya, dan dipastikan tidak akan ada.

Semua kami lalui bersama dengan bahagia. Dari menonton bioskop, memancing, bernyanyi, bermain sepeda di sore hari, bertanam dan hal-hal lainnya. Aku harap, bakal selamanya begitu.

Aku sudah sangat nyaman padanya, dan sangat-sangat tidak ingin kehilangan dirinya.




"Sayang, aku pergi kerja dulu ya." pamitku sambil mengecup keningnya lembut.

"Iya, sayang. Kamu hati-hati ya." ucapnya

"Assalamualaikum, sayang." salamku padanya.

"Waalaikumsalam, sayang" balasnya.

Saat aku ingin melangkah keluar. Tiba-tiba, ia menahan tanganku. Langkahku pun terhenti. Aku pun, memutarkan badan ke arahnya.

"Aku sayang kamu." ucapnya tulus, lalu memelukku erat. Aku pun membalas pelukkannya sambil mengusap lembut puncak kepalanya.

Entahlah, aku pun tak tau ada apa dengannya. Tak biasanya ia seperti ini, seakan ia akan pergi jauh.

Akhh! Sudahlah! jangan pikir yang bukan-bukan. Mungkin, ia hanya rindu, karna aku tinggalkan ia untuk pergi kerja.

Karna ini hari pertamaku kembali masuk kerja, setelah cuti nikahku kemaren.

"Udah pelukkannya?" tanyaku, yang masih setia mengusap puncak kepalanya.

"Udah kok." balasnya, dan melepaskan pelukkannya dariku, "Kamu hati-hati ya, aku sayang kamu." ucapnya lagi

"Iya, sayang. Aku juga sayang kamu." ucapku yang masih senang sentiasa memandangnya.


***

Kini aku sedang berada di ruang kantorku. Sedang mengistirahatkan tubuhku di atas kursi kerjaku.

Drettt... Drettt...

Ponselku berbunyi, menandakan ada sebuah panggilan masuk. Ku-lihat nama yang tertera di sana, "Ibu Mertua." Aku pun menerima panggilan tersebut,

"Halo, Assalamualaikum Buk"

"Nak Fariz, cepat ke rumah sakit!!! Nanti Ibu kirimkan alamatnya."

Terdengar suara Ibu seperti tengah menangis, tanpa berfikir panjang aku pun bergegas mengambil kunci mobilku dan berlari keluar kantor.

Perasaanku saat ini sedang bercampur aduk. Ada apa dengan Ibunya Laras? Kenapa ia menyuruhku ke rumah sakit? Dan, kenapa ia menangis?

Pertanyaan itulah yang saat ini, terus aku tanyakan di dalam pikiranku. Aku pun semakin mempercepat kecepatan mobilku, agar cepat sampai ke rumah sakit yang sudah di-Shareloc Ibu mertuaku.

***

Tak perlu waktu lama, kini aku telah sampai di rumah sakit yang sudah di-Shareloc Ibu mertuaku tadi. Aku mencari-cari nomor ruangan yang sudah dikasih tau Ibu mertuaku.

A-ada apa ini?

Tanpa berpikir panjang, aku pun langsung bergegas mencari nomor ruangan tersebut.

Dari kejauhan aku melihat Papa, Mama, Bapak dan Ibu mertuaku yang sedang duduk di bangku tunggu, di depan nomor ruangan yang telah di beritahu Ibu mertuaku itu.

Perlahan aku mendekati mereka. Tapi, kenapa mereka semua pada menunduk dan menangis?

Dan,

Dimana Laras? Kenapa aku tak melihat dirinya? Apa jangan-jangan...?

Akhh!!!  Tidak mungkin!

"Nak, Fariz," panggil Ibunya sambil terisak-isak, saat menyadari bahwa aku sudah datang, "L-Laras."

"L-Laras? Apa yang telah terjadi padanya?" tanyaku semakin panik.

"A-Asma-nya k-kambuh" jawab Ibu mertuaku gugup.

Tampak seorang dokter keluar dari ruangan itu, dan mendekati kami. Semuanya bangun dari duduknya, terlihat wajah mereka begitu panik.

"B-bagaimana dengan anak saya dok?" tanya Ibu mertuaku cemas.

"Yang sabar ya, Buk." ucap dokter itu sambil memandang duka ke arah Ibu mertuaku.

"Tidak mungkin!" kataku tak percaya.

Seketika tubuhku terasa membeku. Satu persatu air mataku jatuh, kunci mobil yang aku pegang pun ikut terjatuh ke lantai. Tanpa berlama-lama aku pun berlari masuk menuju ke beradaan istriku.

Kulihat ia terbaring di atas kasur itu. Terlihat seperti ia sedang tertidur pulas dengan wajah pucat pasi dihiasi dengan senyuman tipis di bibirnya.

Ku belai lembut rambutnya. Ku pandangi wajahnya itu untuk terakhir kalinya, "Sayang, bangun! Lihat ada aku di sini," ucapku dengan air mata yang terus mengalir, "Kamu sayang aku kan? Kalo kamu sayang aku, kamu bangun ya?"

Keluargaku dan keluarganya menatapku sendu, "Fariz, kamu harus ikhlasin Laras, ya." ucap Bapak mertuaku sambil menepuk pelan pundakku untuk memberikan tenaga.

Hatiku semakin sesak. Bangunkan aku dari mimpi buruk ini. Aku sudah tak sanggup lagi dengan semua ini.

____________________

Tbc!

Maaf klo feelnya ngga dapat:)

Salam manis🍭

Kau Pergi ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang