Ni-ki menatap tas punggung yang biasa digunakan olehnya selama ini dengan kesal, lagi-lagi ada seseorang yang mengerjainya. Bagian bawah tasnya robek membuatnya mau tak mau harus mencari wadah pengganti untuk membawa isi tasnya dengan aman.
Setelah memasukkan tasnya kedalam plastik hitam besar yang tak sengaja ia temukan dekat tong sampah, dengan langkah tenang Ni-ki mulai meninggalkan kelas tanpa mematikan lampu, yang mana seharusnya menjadi tugas bagi siswa yang terakhir meninggalkan kelas untuk mematikannya.
Aroma busuk sampah memasuki penciumannya disepanjang kedua kakinya melangkah, aroma yang tak lain berasal dari plastik yang dibawanya. Sejujurnya ia agak sedikit terganggu dengan hal tersebut dan memikirkan kemungkinan orang lain yang berpapasan dengannya nanti juga akan mencium aroma yang sama.
Namun, untuk kali ini ia memaksa dirinya untuk tak peduli jika di perjalanan pulang nanti akan banyak orang yang memandangnya aneh karena memikul kantong plastik hitam beraroma sampah seperti ini, karena yang diinginkannya sekarang hanyalah cepat tiba dirumah, memakan makan malam lezat buatan bibi tercintanya dan tidur dengan nyenyak melupakan segala kesialan yang menimpanya disekolah.
Bel pertanda berakhirnya pelajaran telah berbunyi satu jam yang lalu, menyebabkan lorong-lorong yang dilaluinya kini telah sepi. Ditambah dengan lampu pada setiap ruangan yang ia lewati telah dimatikan oleh penghuninya membuat suasana disekitar terasa semakin menakutkan.
Ni-ki belum pernah pulang seterlambat ini, biasanya begitu jam pelajaran berakhir ia akan menjadi manusia pertama yang keluar dari kelas. Sayangnya insiden kecil yang terjadi pada tas punggungnya membuat Ni-ki harus rela berkeliling sekolah sekadar untuk mencari tempat pengganti sementara bagi peralatan sekolahnya.
Mengapa tak ada teman sekelas yang menungguinya? Ni-ki terkenal sebagai anak yang pendiam di kelas, terlalu pendiam hingga kedua orang tuanya sering mengkhawatirkannya dan sempat beberapakali berencana untuk mengunjungi sekolah semata-mata hanya untuk menanyakan keaktifan Ni-ki kepada para guru yang mengajar. Sungguh menjengkelkan, walau sebenarnya kekhawatiran mereka bukanlah tanpa alasan, karena pada kenyataannya Ni-ki adalah salah satu korban perisakan yang paling sering di ganggu.
Alasan ia harus menerima perisakan itu tak lain disebabkan oleh statusnya yang bukan merupakan penduduk asli—orang asing. Awalnya Ni-ki merasa kaget dengan perlakuan tak pantas yang terus diterimanya sejak hari pertama sekolah, tapi lama-kelamaan ia seperti mati rasa, tak peduli lagi dengan gangguan yang ditujukan kepadanya dalam bentuk apapun.
Hal inilah yang kadang membuat Ni-ki bersyukur dengan keputusannya sendiri untuk tinggal jauh dari kedua orang tuanya.
Terhitung telah empat bulan sejak ia memutuskan untuk hidup mandiri di negeri orang, walau aslinya sih tidak terlalu mandiri, buktinya saat ini ia malah menumpang di kediaman salah satu pamannya dan tak jarang membuat kekacauan disana.
Ni-ki meraih ponselnya ketika melihat sebuah pesan masuk yang berasal dari kakak sepupu dan perkumpulannya yang telah merangkap menjadi bagian keluarga barunya sekarang.
1+(2×3)+5=5 (5)
Kak Jay
Ada yang lihat ni-ki?
Kenapa belum pulang?Beomgyu
Lagi main itu mahNi-ki
Gue masih disekolah
Kak jay udah pulang?Kak Jay
Udah dari setengah jam yang lalu
Ngapain masih disekolah? Main dulu?Hueningkai
Hati-hati kalau sampai ada arwah siswa ngikutin lo @Ni-kiNi-ki
Iya kak @Kak Jay

KAMU SEDANG MEMBACA
Leave The Line | Enhypen
FanfictionKematian siswa kelas 11-2 tiga bulan yang lalu bukanlah akhir dari keanehan yang terjadi di sekolah menengah atas itu. Kejanggalan berujung teror mulai menghantui seisi sekolah. Menjatuhkan satu persatu korban tak bersalah. Tujuh orang siswa yang me...