1 Al Kisah

254 25 1
                                    

Al kisah.

Di sebuah kelas usang, kampus ternama. Dimana lantainya masih terdiri dari tegel yang bisa ditemukan di rumah kakek nenek. Ck lestari sekali ya. Maklumlah namanya juga departemen pengunjung tinggi nilai kelestarian.

Suara AC tua terdengar berdengung dari pojok ruangan. Heran, kampus terbaik ini masih betah dengan AC butut yang berteriak minta pensiun. Rasanya pun ia bekerja secara percuma karena udara dalam ruangan tetap pengap dan panas. Kasak-kusuk orang-orang yang tidak mau diam dalam duduknya karena udara yang tidak nyaman. Peletekan suara kertas yang alih fungsi jadi kipas. Serta cerocosan dosen di depan sana yang terdengar seperti Mbah sedang berkisah.

Kondisi yang benar-benar menyebalkan dan membuat kantuk makin melanda.

"Kalau tidak ada perundang-undangan, hutan dikelola seenaknya. Alhamdulillah, bencana lah yang datang." Dengan wajah keriputnya Pak Karni berekspresi sinis.

Entah kenapa sudah jadi ciri khas dari Pak Karni -dosen mata kuliah kebijakan itu- mengucapkan syukur disertai hal buruk. Iya sih, kita memang harus belajar bersyukur dalam segala keadaan, baik atau buruk. Tapi rasanya selalu kurang enak di dengar.

Tapi biarlah, Pak tua itu mau bicara bagaimana pun. Anggun tidak begitu terpengaruh. Fokusnya sudah buyar akibat udara panas ini.

Inginnya nekat tidur, seperti yang dilakukan beberapa temannya. Tapi posisinya benar-benar tidak menguntungkan. Ia berada tepat di kursi samping jalur yang memisahkan dua blok deret kursi. Pak Karni entah mengapa hobi sekali mondar-mandir di bagian tengah yang sengaja dikosongkan untuk lewat itu. Mahasiswa yang duduk di barisan depan bahkan perlu memutar badan untuk memerhatikannya. Beberapa mengambil keuntungan dengan tidur nyenyak di tengah hari yang panas ini.

Dari pada ia ikut-ikutan tidur, Anggun mencari sesuatu untuk dijadikan pusat atensinya. Dan tentu saja punggung lebar seseorang di depan sana menjadi pilihannya. Ia lihat orang itu adalah salah satu yang tertidur. Membuat Anggun terkekeh apalagi melihat kepala laki-laki itu terkulai lemah dan sesekali terantuk.

Ia menopang dagu dan menikmati pemandangan punggung lebar itu dengan mata berbinar dan seulas senyum. Tidak ada lagi kantuk yang sedari tadi menggodanya. Matanya segar pol.

Namun, kelakuannya itu ternyata mengundang masalah baru.

Pak Karni yang sedari tadi mengoceh mengenai perundang-undangan, tiba-tiba terdiam. Dan diamnya itu justru membuat semua perhatian yang tadinya melayang entah kemana, tiba-tiba fokus pada dosen tua itu. Bahkan yang tadinya tertidur, langsung melek, seolah ada alarm tanda bahaya. Termasuk Anggun. Dan apesnya pandangannya bertubrukan langsung dengan Pak Karni.

"Kamu ini sedang melamunkan apa, toh?"

Anggun gelagapan. "Eh, saya tidak melamun, Pak."

Tidak bermaksud membantah. Tapi Anggun benar-benar tidak sedang melamun. Ia hanya sedang memperhatikan seseorang ko. Itu dua hal yang berbeda kan?

Tapi seakan tidak peduli, Pak Karni sepertinya sudah terlanjur terganggu. "Siapa nama kamu?"

"Anggun, Pak."

"Duduk mengangkang begitu, Anggun?"

Refleks Anggun merapatkan kakinya. Ya ilah, bisa tiba-tiba struk kali kalau tahu dia biasa duduk ngangkat kaki kalau di warkop.

Ya begitulah, dirinya berhasil jadi intermezo di siang bolong. Membuat teman satu kelasnya setidaknya kembali segar karena dibuat tertawa.

Termasuk sosok yang sekarang ini baru kembali terbangun dari tidurnya dan ikut tersenyum dengan mata sayu bangun tidur. Sial. Orang-orang dibarisan depan itu saja yang tidur tidak ditegur. Perkara dia ngangkang, dituduh melamun pula jadi soal.

Alpha FemaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang