day twelve

13 1 0
                                    

Aku hanya ingin kau mengingatku hingga akhir.
...

Mimpinya belakangan ini terlalu aneh. Namjoon meneguk air putih di sisi ranjangnya dengan keringat dingin mengucur di dahi. Waktu masih menunjukkan pukul 2 pagi kala dia melirik jam dinding di dekat jendela. Detak jantungnya terdengar menggebu-gebu karena Namjoon masih terbawa ketakutan dalam mimpi buruknya.

Mimpi yang menghantuinya selama tiga hari ini. Mimpi tentang bagaimana dia mati. Anehnya, mimpi itu selalu sama. Lengkap dengan satu orang wanita yang jadi dalang kematiannya.

Namjoon tak bisa tidur lagi kendati jadwal mengajarnya nanti siang. Dia bangun dari ranjang dan mendekat ke meja kerjanya yang juga berada di kamar tidur. Dia mengambil sticky note dan mencoba mengingat-ingat mimpinya barusan.

Dalam mimpi itu, dia mati dalam kamarnya sekarang. Dengan badan yang dipenuhi darah, dia terikat di kasurnya dan meronta-ronta meminta tolong. Namun, saat pintu kamar itu terbuka, yang dia dapati hanyalah seorang wanita yang sangat cantik dengan gaun berwarna merah darah menyapu lantai. Rambutnya panjang berwarna hitam bergelombang. Namjoon selalu terpesona pada keindahan rupa wanita asing itu. Parahnya lagi, wanita itu selalu berakhir menduduki perutnya dengan tangan yang memegang dada Namjoon. Rasa sakit luar biasa saat tangan itu menetap di sana membuat Namjoon sesak.

Lantas dia muntah darah begitu banyak. Ada cahaya hitam muncul dari tangan wanita itu dan rasanya benar-benar panas sampai organ dalam Namjoon terasa terbakar. Saat dia sudah sekarat karena darah yang terus keluar dari mulutnya, wanita berparas elok itu mendekat ke wajah Namjoon dan tersenyum lebar. Ranum itu mengeja kata dengan pelan dan lirih.

"Aku sudah menunggu saat untuk menjemputmu, Belahan Jiwaku. Ayo kita kembali ke dunia bawah!"

"Si-siapa kau? Aku tak mengenalmu." Namjoon bertanya di sisa-sisa napasnya.

Tawa kecil keluar dari labium sang wanita. Dia mengelus sisi wajah Namjoon perlahan dengan jemari lentiknya lantas menjawab, "Lilith."

Mimpi itu selalu berakhir setelah dia menyebutkan namanya. Namjoon ingat betul setiap detail mimpi dan wajah wanita itu seolah ini mimpi yang benar-benar nyata, tersimpan apik dalam ingatannya. Sehabis menempelkan sticky note tadi ke papan tulis kecil, Namjoon hendak menyeduh kopi hitam agar bisa terjaga sampai matahari muncul. Namun, baru saja tangannya menggapai kenop pintu, kakinya mendadak lemas hingga membuatnya jatuh ke lantai.

Namjoon yang kebingungan itu tiba-tiba merasakan atmosfer yang menekan ketakutannya. Pintu kamarnya terbuka pelan dari luar padahal Namjoon hanya tinggal sendiri di apartemennya. Dia gemetar hebat saat melihat gaun merah darah yang familier muncul dari balik pintu yang terbuka. Matanya otomatis naik untuk mengetahui apakah prasangkanya benar.

Alangkah terkejutnya pria itu ketika dia melihat wajah sang wanita dalam mimpinya. Namjoon menggelengkan kepala tak percaya, berharap bahwa ini hanya mimpi dalam mimpi.

"Jangan takut. Aku takkan membuatmu mati dengan kesakitan kali ini, Sayang." Ucapan dengan nada mendayu itu malah membuat Namjoon membeku.

"Lilith?" tanyanya memastikan siapa wanita itu.

Sang wanita terkekeh pelan, berjongkok di depan Namjoon yang masih duduk di lantai. Dia memegang dagu Namjoon dan menyebabkan kedua mata itu bertemu pandang. Irisnya yang berwarna serupa dengan gaun merah darah itu memenjara Namjoon.

"Aku senang kau mengingatku."

"Kau nyata?"

"Aku akan memberimu bukti bahwa ini nyata."

Lilith menatap tajam mata itu lalu rasa sakit yang Namjoon rasakan dalam mimpinya muncul secara cepat. Membuatnya batuk-batuk hingga darah segar jatuh mengenai baju tidurnya.

"A-apa maumu?! Menjauh dariku!" Namjoon menepis jemari yang masih betah di dagunya itu dan mencoba merangkak untuk mengambil gunting di meja belajarnya. Lilith cuma mengawasi pergerakan panik Namjoon dengan seringai senang di mukanya.

"Ah, sepertinya mimpi yang kuberikan benar-benar menghantuimu. Maafkan aku, Sayang. Aku hanya ingin kau mengingatku hingga akhir. Bisakah kau tak mengacungkan gunting kertas itu padaku?"

Lilith berjalan mendekati Namjoon. Dalam langkah wanita itu yang makin dekat, sakit yang Namjoon rasakan di mimpi terasa nyata sekarang. Namjoon menampar dirinya sendiri untuk memastikan apakah ini mimpi atau tidak. Namun, kesialan ini benar-benar nyata. Dia bergidik ngeri ketika Lilith sudah berada di depannya dan gunting di tangannya terlempar tiba-tiba.

"Aku tak mau bermain-main denganmu, Sayangku. Ayo ikut aku kembali ke Neraka! Kita akan hidup bahagia selamanya di sana."

Lilith menyentuh kepala Namjoon lalu saat itu juga kesadaran Namjoon hilang bersama jiwanya yang berpindah ke liontin Lilith.

"Aku sudah menunggu reinkarnasimu selama 20000 tahun. Ayo kita pulang ke rumah, Lucifer!"[]

Bumantara.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang