day eight

22 4 0
                                    

Kau bilang kita ini satu untuk selamanya. Namun, mengapa aku merasa kita ini tidak pernah satu?
...

Matahari tepat berada di atas kepala Jungkook ketika pria itu menuntaskan sesi berenangnya. Hari ini sekolah libur dan pria itu memutuskan untuk berenang hingga bayangan jatuh tepat di atas kakinya. Dengan handuk yang melilit leher dan celana renang yang mencetak paha kekar miliknya, Jungkook berjalan ke kursi santai di pinggir kolam.

Dia hendak beristirahat sejenak saat panggilan dari seseorang yang tak asing masuk ke rungunya.

"Jeon Jungkook!"

Jungkook mendengus pelan. Dia memilih memejamkan matanya dan tak ingin melihat siapa yang datang mengusik waktunya.

"Jangan pura-pura tidak mendengarku," pekik sang gadis kesal.

Jungkook mengintip dari satu kelopak matanya dan berujar, "Ada apa, Ra? Aku baru saja selesai berenang. Apa aku melupakan sesuatu hari ini?"

"Kau lupa menjemputku padahal kau sudah janji akan meluangkan waktu dan menghabiskan hari minggu berdua kan minggu lalu. Kau sungguh pembohong besar, Jeon!"

Jungkook mengernyit. Dia baru ingat kalau minggu lalu dia sudah berjanji pada kekasihnya akan berkencan di hari minggu setelah minggu lalu tak bisa pergi kemanapun. Dia dapat hukuman tinggal di kamar minggu lalu dan jelas Ara tahu itu. Namun, kalau saat ini, Jungkook tak punya alasan untuk mengelak. Dia benar-benar melupakan janjinya sendiri, seperti janji-janji lain yang pria itu sering abaikan.

"Maaf, Ra. Aku lupa," balas Jungkook jujur.

Dia bangun dari duduknya dan mengajak Ara untuk duduk juga. Jungkook dengan rambut basah dan senyum kecil di ranumnya mungkin bisa melelehkan hati tiap gadis di luar sana, tapi Ara sudah kepalang muak dengan pria ini. Setahun berpacaran tak pernah dia ingat Jungkook yang memperlakukannya istimewa. Hanya di awal-awal masa pacaran saja, selebihnya mereka bagai tikus dan kucing yang sembunyi dan mengejar.

"Jungkook, kalau kau tak bisa membagi waktu denganku lebih baik tak usah kita lanjutkan lagi. Kau bilang kita ini satu untuk selamanya. Namun, mengapa aku merasa kita ini tidak pernah satu?  Pacaran macam apa yang selalu saling cari-mencari seperti ini?"

Jungkook diam. Dia pandang wajah Ara yang melayu dengan sorot mata turun. Pemuda itu sadar dia tak bisa menahan gadis ini lagi seiring dengan rasa sayang yang kini tak bersisa di dadanya. Jungkook sebenarnya enggan membenarkan rasa kosong di hatinya sebagai kenyataan bahwa dia tak menyayangi gadis itu lagi. Dia masih menyayangi gadis itu, tapi tidak sehebat dulu.

"Maaf, Ra. Kurasa itu keputusan paling baik untuk menjaga hatimu. Aku tak ingat kapan aku mulai menyakitimu, tapi aku memang bukan manusia baik sejak awal. Aku ingin menang sendiri akan kebebasan dan kesenanganku. Kita putus saja, hm?"

"Kau benar-benar berengsek, Jung!"

Ara menangis di depan Jungkook yang sunyi. Kedua tangan yang dulu sering melilit di sela-sela jemari Jungkook itu kini sibuk menutup wajah kacau yang tak henti-henti menangisi ajakan putus Jungkook. Ara sudah lelah, jadi biarlah mereka berpisah. Jungkook pun merasa berat hati hanya untuk memeluk gadis itu. Ara ingin menangis sendirian tanpa belas kasih darinya dan Jungkook mengerti itu. Bersama selama setahun membuatnya hapal bagaimana perangai Ara yang tak suka ditenangkan jika sedih.

"Tunggu di sini dan menangislah sampai kau lega, Ra. Aku akan ganti baju dan mengantarmu pulang," ucap Jungkook sebelum meninggalkan Ara sendirian di pinggir kolam dengan air yang tenang.

E N D

Bumantara.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang