.
.
.
Happy reading!
Di tengah sinar indah bulan purnama dan gemerlap kelap kelip cahaya bintang, terlihat seorang gadis berambut sebahu tengah berjalan sedikit kesulitan membawa belanjaan di tangan kanan dan kirinya. Gadis itu adalah Reina Avella Fraditio –Rein.
Reina hanyalah seorang gadis biasa, benar-benar sama seperti kebanyakan gadis diluar sana. Memiliki rambut sebahu dengan beberapa anak rambut diwajahnya, badannya tidak terlalu tinggi, dan juga salah satu ciri khasnya yakni sorot matanya yang cukup tajam. Mungkin siapapun yang pertama kali bertemu dengannya pasti akan menyimpulkan bahwa ia adalah seorang gadis yang dingin terkesan susah untuk didekati, padahal, sebenarnya ia adalah gadis yang cukup ceria juga hangat, dan tentu saja tipikal gadis yang kuat.
Beberapa hari yang lalu, ia bersama mamanya baru saja pindah ke area komplek perumahan yang sedang ia susuri ini. Bukan tipikal komplek rumah mewah, hanya sebuah komplek yang berisi rumah-rumah dengan tipe minimalis 2 lantai dengan beberapa fasillitas didalamnya, yang tentu saja bisa dibilang cukup sederhana.
Alasan kepindahan mereka dari rumah sebelumnya ialah ia dan mamanya ingin berusaha kembali dengan normal tanpa ada bayang-bayang kesedihan atas meninggalnya sosok kepala keluarga diantara mereka berdua. Ditinggalkan begitu saja tanpa ada prasangka sebelumnya, membuat keduanya menjadi sangat-sangat terluka dan bahkan sempat merasa terpuruk kala itu. Namun kini, keduanya sudah bertekad mencoba memulai hidupnya yang baru dengan mengawalinya dengan pindah tempat tinggal dan membangun sebuah usaha cafe untuk menunjang hidup baru mereka.
'Rumah baru, sekolah baru, temen baru. pokoknya gue harus bisa kembali ceria kayak dulu titik!' tekad Reina menggebu-gebu kala itu.
Saat ini Reina tengah melangkahkan kaki kecilnya sayup-sayup pelan dibawah indahnya sinar rembulan, tangannya masih menenteng dua buah plastik belanjaan berisi cemilan yang baru saja ia beli tadi. Saat melangkah, terkadang terdengar beberapa helaan nafas dari mulutnya menandakan dirinya benar-benar tak bersemangat malam ini. Saat ini, ia benar-benar merindukan sosok ayahnya yang akan selalu menemani dirinya meskipun kondisi pria itu tengah sibuk sekalipun. Ya, sekarang ia benar-benar merindukan sosok itu, melupakan sosok yang sangat disayangi memang tidak semudah membalikkan telapak tangan.
'Papa apa kabar di surga? Reina kangen sama papa' kata Reina dalam hati.
Masih tetap melangkahkan kakinya, pandangan Reina kini terfokus pada sebuah objek yang didepannya yang terletak tepat beberapa meter dari letak rumahnya berada. Ia langkahkan kakinya menuju obek itu, lalu berhenti dan mengamatinya dari atas hingga bawah.
'dulu kalo lagi marahan sama papa, gue suka banget sembunyi terus manjat pohon ckck' kata Reina pelan sambil tersenyum merutuki tingkah konyolnya sewaktu kecil dulu.
'ah manjat ah, toh ga terlalu tinggi juga' sambung Reina dengan semangat.
Ia berjalan lebih dekat kearah pohon itu. Langkah pertama, kedua plastik ditangannya terlebih dahulu ia sangkutkan diatas ranting pohon itu, selanjtnya ia baru menyusul dengan mulai menaiki pohon tersebut perlahan, dan ya, tibalah dia sekarang terduduk diatas sebuah ranting besar pada pohon itu.
Matanya menatap luas kearah langit malam, sesekali ia mengayunkan kedua kakinya dan tangan kanannya sibuk mengambil cemilan yang ia pegang ditangan kirinya lalu ia lahap, dan menikmati suasa tenang malam ini. Sungguh, ia bahkan tak pernah berpikir atau menyadari bahwa tingkah lakunya saat ini benar-benar mirip dengan hantu nangkring diatas pohon yang sedang menunggu mangsanya sambil memakan sebuah cemilan ciki.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY SAD BOY [ON-GOING]
Teen FictionCerita tentang Reina Avella Fraditio dengan segala lika-liku kehidupannya yang harus bertemu dengan sosok Raga Hariz Arditama, seorang sadboy yang berkedok sebagai badboy. Kesan pertemuan pertama yang tidak baik membuat mereka saling membenci...