4. Seva, Hidupnya, dan Pertemuan

206 50 15
                                    

"Sebenarnya skripsi kamu sudah sempurna, Seva

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sebenarnya skripsi kamu sudah sempurna, Seva. Tapi akan lebih sempurna jika kamu revisi di bagian ini."

"Baik, Pak. Kalau begitu akan saya revisi secepatnya."

Dosen pembimbing Seva itu tertawa. "Ketemu saya di semester depan ya, Ananda Seva. Sudah cukup bimbingan untuk semester ini."

Seva tersenyum sopan menanggapi dosennya, "Baik, Pak. Terima kasih atas bimbingan bapak dari hari pertama sampai sekarang, hehe. Sampai ketemu semester depan, Pak."

Dosen itu kembali tertawa mendengar ucapan Seva, "Kamu ini seperti ingin berpisah dari saya saja. Silahkan pulang, calon dokter" Ucap sang dosen kepada Seva.

Cowok berkacamata itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "Saya pamit, Pak. Terima kasih."

Seva berjalan di lorong fakultasnya, keadaannya agak sepi karena sudah jam 4 sore. Dan juga ini adalah weekend, mahasiswa tentu ingin bersantai menenangkan pikiran sejenak dari tugas-tugas kuliah yang tidak berperikemanusiaan.

Pemuda itu kini berada di kos-kosannya, membersihkan diri serta membereskan kamarnya yang penuh dengan laporan-laporan praktikum kedokteran.

Rakaseva Danathan. Cowok ramah berhati lembut, tinggi, putih, manis, cerdas, dan tampan. Itulah jawaban mahasiswa kedokteran lain ketika ditanyai tentang Seva. Ya, memang benar adanya. Tapi cowok itu terlalu baik dan polos. Seva terlalu baik kepada semua orang-orang di sekitarnya, dan terlalu polos sampai tidak menyadari kalau dia sering dimanfaatkan oleh teman seprodi nya.

Tentu saja hal itu tidak terjadi lagi setelah Jackson dengan kasarnya meminta Seva menjadi temannya. Jackson garang, tapi setidaknya dia tulus daripada orang-orang itu.

Weekend ini, Seva ingin menghabiskan waktu bersama keluarganya. Sekarang cowok berkacamata itu tengah mengendarai motornya menuju daerah Kabupaten Bantul, lumayan jauh dari lokasi kampus.

Di Bantul, dia pulang ke rumah Om dan Ibuknya, panggilan Seva kepada Paman dan Bibinya. Iya, Seva adalah yatim piatu. Ayahnya meninggal saat dia berumur 6 tahun, kemudian Ibunya menyusul saat dia duduk di bangku kelas 11 SMA.

Peristiwa yang sangat menyakitkan bagi seorang anak, termasuk Seva. Namun dirinya selalu mengingat pesan sang Ibu untuk terus melanjutkan hidupnya.

Pukul 6 sore, Seva akhirnya tiba di depan sebuah kedai ayam bakar, kedai sekaligus rumah yang terletak di lantai dua milik Om dan Ibuknya.

Kebiasaan Seva setiap weekend yaitu pulang kesini sambil membantu Om dan Ibuknya melayani pengunjung. Kedainya asri, karena Ibuk menanam tanaman di setiap sisi warung makan, dan juga luas namun sederhana. Pengunjungnya juga lumayan ramai, bahkan ada beberapa saat dimana stok menu habis lebih awal dari biasanya.

Seva melangkahkan kakinya memasuki kedai itu, kemudian tersenyum melihat sosok wanita tua yang sedang membersihkan meja makan,

"Ibuukk! Seva pulang!!" Ucap Seva riang.

Croire [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang