Bagian 1 - Reuni

2.4K 402 42
                                        

"Ta, sini, Ta."

Suara Tiara masih tak berubah. Sama seperti saat dulu memesankanku tempat di samping kursinya di kelas bahasa.

Aku memaksakan tubuhku yang kecil melewati tamu undangan pernikahan saudara kembar Faris, Fadhil, yang hampir tak menciptakan ruang. Resepsi pernikahan yang digelar di ballroom hotel bintang 5 ini seperti rancangan pernikahan yang hanya bisa kulihat di pernikahan anak pejabat atau artis. Tamu-tamu elegan dengan pakaian yang indah, kebanyakan adalah teman-teman Fadhil. Aku sempat menyapa beberapa teman sekolahku dulu saat meletakkan kado di dekat meja tamu. Wah, hampir aja aku nggak mengenali mereka.

Begitu mendekat, aku juga hampir tak mengenali sosok perempuan cantik yang melambai antusias di salah satu meja kosong.

"Tiara?" Tanyaku tak percaya.

"Tata.."

Dia berdiri dan memelukku. Tercium kuat aroma parfum segar di tubuhnya. Dan tidak..dia makin tinggi.

Aku berjinjit untuk menyandarkan daguku di bahunya dan membalas pelukannya dengan erat.

"Yaampun, Ta. Lama banget nggak ketemu. Makin cantik aja, Ta."

Tawaku lepas seketika mendengar kalimat cheesy dari mulutnya. 

"Masih aja suka muji orang, Ti. Kamu lebih cantik, ey."

Kulihat kedua mata Tiara yang berkaca-kaca.

Di depanku adalah sahabatku semasa SMA. Tiara Ardinda. Seseorang yang namanya hanya bisa kulihat dari story media sosialnya, tanpa mampu kusapa layaknya sahabat yang selama 3 tahun duduk bersama di SMA. Selain karena jarak, juga dengan lingkup pertemanan kami yang tak lagi sama.

Setelah lulus dan diterima di universitas yang berbeda, aku jarang berkomunikasi dengan perempuan cantik di depanku ini. 9 tahun lamanya. Hanya bisa memantau dari kegiatan di media sosial, beberapa kali juga sempat say hi, tapi itu tidak memuaskan seperti ketika bertemu langsung.

Tiara tak melepaskanku barang satu menitpun setelah kami bertemu. Cerita-cerita tertumpah ruah tanpa ada jeda yang menghalangi. Dia kini sudah menjadi owner coffee shop yang profitnya lumayan membuat Tiara bisa melangsungkan bisnisnya sampai memiliki dua cabang kedai. Dia juga bercerita soal pertunangannya.

Aku terkesiap saat dia memperlihatkan sebelah punggung tangannya.

"Tara..cantik kan cincinnya?"

Aku mengangguk sambil menatap takjub ke cincin perak yang tersemat di jari manisnya.

"Ti..sama siapa?" Jangan-jangan dia bertunangan dengan seseorang yang kukenal.

"Mas Bagas," pipinya merekah merah saat melanjutkan, "Temennya Mas Garda, sih. Baru dua tahunan ini pacarannya. Tapi karena dari awal dia udah ngajak komitmen, yahh..doain ya Ta, tahun ini bisa sampe ke pelaminan."

"I'm happy for you. Congrats yaa, Ti."

Hidup secepat itu, ya. Kami bukan lagi anak SMA. Dulu mungkin bingung memikirkan mau kuliah dimana, ambil jurusan apa. Kini, pembahasan obrolan sudah berganti menjadi kerja dimana, udah nikah belum, penghasilan berapa..dan obrolan serius lainnya. Yang menandakan umur kami sudah akan meninggalkan masa-masa muda.

"Kamu gimana, Ta? Kabarmu 9 tahun ini. Ngilang aja kek masuk segitiga bermuda. Kamu kurusan, ih."

Aku tertawa, "Di rantau lumayan hectic, Ti. Sambil part time juga. Makanya kan ini sebenernya aku kerja dulu sebelum lanjut S2."

Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang menghampiriku kala seminggu yang lalu aku pulang ke rumah. Pakde, Budhe, dan sanak saudara lainnya datang ke rumah bergantian, menyapaku yang sudah 9 tahun tak pulang. Berkali-kali pula aku hanya bisa memaksakan senyum ketika mendengar pujian kekaguman yang ditujukan padaku.

Mr. Best FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang