part 3

834 45 3
                                    

Ketika aku akan terjatuh ke dalam cairang hijau itu, sebuah tangan menyambarpinggangku dan menarikku.

               

Elsa cekikikan. “kena kau!”serunya, dipeluknya aku supaya tidak bisa berbalik dan memukulnya.

“hey—lepaskan!” teriakku marah. “kau hampir saja mendorongku masuk ke Ilumpur isap!Tidak lucu!”

Ia tertawa lagi, lalu dilepaskannya aku. “itu bukan lumpur isap, bodoh.” Gumamnya. “itu bog, tanah berlumpur”

“hah?” aku berbalik dan menatap air hijau kental itu.

“itu bog.bog tanah liat,” katanya sambil tersenyum penuh kemenangan ke arahku. “ kau tidak tau apa apa ya?” tanyanya sambil memicingkan matanya. Sorot matanya yang tajam dan menusuk itu.

“apa itu bog tanah liat?” tanyaku, tidak kupedulikan ejekannya. Elsa Si Sok Tahu. Ia selalu menyombongkan diri tau segalanya dan mengataiku si  bodoh. Tapi di sekolah nilainya hanya B dan aku A. Jadi siapa yang pinter coba?

“kami mempelajarinya tahun lalu waktu belajar tentang daerah lembab dan hutan hujan” jawabnya puas. “kolam ini kental karena ada lumut tumbuh didalamnya. Lumut itu terus tumbuh. Ia menyerap air sebanyak dua puluh lima kali berat badannya”

“kelihatannya menjijikkan,” kataku.

“coba saja kau minum sedikit dan rasakan bagaimana rasanya,” desaknya.

Ia mencoba mendorongku lagi, tapi aku membungkuk dan mengelak. “aku tidak haus,” gumamku. Aku tau jawabanku tidak terlalu pandai, tapi cuman jawaban otu yang melintas di fikiranku.

“ayo jalan terus,” katanya sambil menghapus keringat yang bercucuran di dahinya. “aku kepanasan” ucapnya seraya mengibaskan tangan kanannya.

“yeah. Oke,” kataku segan. “asyik juga jaln jalan begini”

Kami berbalik dari bog tanah liat itu dan turuni bukit. “hei, lihat!” teriakku seraya menunjuk dua bayangan hitam yang melayang jauh di atas kami dibawah awan putih.

“burung elang,” kata Elsa., dilindunginya matanya dengan satu tangan ketika mendongak. “ku rasa itu burung elang. Susah melihatnya. Besar sekali.”

Kami mengamati burung-burung itu melayang pergi. Lalu kami menuruni bukit lagi, berjalan hati hati di tanah yang lembap dan berpasir.

Dibawah bayangan gelap pepohonan di kaki bukit, kami berhenti untuk mengambil nafas sejenak.

Aku basah kuyup karena keringat. Tengkukku terasa panas dan gatal. Kugosok dengan sat tangan, tapi rasannya tidak ada gunannya.

Angin sudah berhenti bertiup. Udara terasa berat. Pepohonan yang di sekitar kami tidak ada yang bergerak satupun.

Aku mendongak mendengar suara berkaok-kaok keras. Dua burung hitam yang besar sekali menatap kami dari dahan pohon cypress. Mereka berkaok kaok lagi, seperti menyuruh kami pergi.

“lewat sini” kata Elsa sambil menghela nafas. Kuikuti dia, sekujur badanku terasa perih dan gatal. “ coba kita punya kolam renang di rumah baru kita,” kataku “ aku bisa langsung menceburkan diri tanpa membuka baju!”

Kami berjalan selama beberapa menit. Pepohonan semakin rapat. Cahaya semakin redup. Jalan setapaknya berakhir. Kami terpaksa menerobos semak-semak tinggi yang rimbun.

goosebumps-Werewolf (k_k1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang