Part 8

2 1 0
                                    

Berjalan dengan lesu sejak keluar dari mobil. Membuat beberapa orang yang bekerja di apart ini melihat aneh diri gue.

Seorang resepsionis yang kebetulan mengenali gue bertanya, "kak mina abis darimana?" Katanya.

Gue hanya menjawab sekenanya "dari rumah orang tua saya.", lalu si resepsionis tersenyum ramah. Sementara gue masih dengan raut muka yang mungkin orang-orang bakal mengira kalau gue habis menangis. Memang, itu benar.

"Okay.. hati-hati kak mina.." katanya lagi. Lalu gue hanya mengangguk disertai dengan senyuman kaku.

Memencet tombol lift. Lift terbuka, gue masuk. Memencet angka 8 pada tombol lift.

Gue hanya bisa bersender sejak masuk ke lift tadi. Bahkan sudah ada beberapa orang yang keluar masuk lift. Tapi gue masih berdiri dengan posisi yang sama.

Gue sampai dilantai dimana apart gue berada. Gue masih berjalan lesu. Dan akhirnya gue sampai di depan pintu apart gue. Gue memencet beberapa kata sandi pada alat pengunci pintu otomatis.

Sampai akhirnya gue mendengar suara beep lalu masuk kedalam apart gue.

Gue duduk pada sofa yang langsung menunjukan pemandangan sore hari. Matahari sore yang lolos masuk kedalam ruang tamu.

Gue masih memandang kearah luar. Sampai akhirnya gue tersadar kalau gue kembali menangis.

Gue bertanya pada diri gue sendiri. Apa yang lo tangisi mina? Apa? Dia itu manusia yang gak pantes lo tangisi. Dia itu udah jahat banget sama lo. Untuk apa lo masih tangisi dia! Untuk apa!

Gue merebahkan tubuh. Untuk merilekskan diri.

Gue berharap. Bokap tidak akan pernah lagi mempertemukan gue dengan dia.

Gue berjalan kearah dapur untuk mengambil air mineral dilemari pendingin. Menuangkannya kedalam gelas beling yang bentuknya seperti gelas wine tapi sedikit gendut.

Menaruh sedikit kencang diatas meja makan sampai terdengar bunyi brak yang tidak terlalu keras.

Gue menggeleng. Gue masih memikirkan hal yang tadi.

Bisa-bisa dia sesantai itu disaat hati gue udah bener-bener gak kuat. Disaat mata gue perih menatap dia yang berada dihadapan gue. Disaat lutut kaki gue lemas dan terasa ingin terjatuh dari rooftop gedung paling tinggi ketika melihat wajahnya yang biasa saja saat dipandang.

Gue meminjit pelan kening gue. Sembari bersender pada meja makan. Gue benar-benar butuh refreshing. Otak gue butuh itu.

Gue melangkah melaju ke dalam kamar gue dan menuju kedalam kamar mandi untuk segera berendam dalam bathup dan mendengarkan beberapa lagi melow yang bisa mengembalikan mood gue yang sudah hancur sejak bertemu lagi dengan dia.

Setelah merefreshingkan jiwa dan pikiran gue berjalan ke lemari pendingin untuk mencari beberapa bahan makanan yang akan gue buat sore ini. Karena sekarang perut gue keroncongan akibat terlalu lama berendam.

Gue baru ingat setelah kulkas terbuka. Ternyata hanya ada telur dan beberapa minuman dingin. Tidak ada yang gue masak. Sebenarnya telur itu bisa dimasak, tapi gue sedang malas makan telur.

"Yaudah deh pesen online aja. Pengen makan yang bervariasi juga" gue sembari menscroll aplikasinya.

Menunggu sekitar tiga puluh bisa menjadi waktu yang paling lama karena saat ini gue benar-benar lapar. Tapi gue bisa apa, gak enak juga kalau harus ngeburu-buruin drivernya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 01, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang