12. Done it for real.

1.2K 86 67
                                    

°°° °
Setelah memberikan oleh-oleh, Namjoon mengajak mereka semua untuk makan malam. Tempatnya kebetulan adalah private dining juga. Pemilik tempat itu teman lama Namjoon. Jadi, soal identitasnya terjamin. Tidak akan ada pihak publik tahu bahwa ada musisi juga produser itu datang ke sana.

Ibu Seokjin berpamitan keluar ruangan karena khawatir akan anaknya. Naluriah. Sedang Namjoon ditinggal berbincang dengan suaminya dan Taehyung terkadang nimbrung. Oh, mereka pakai dua mobil berbeda. Pertama Taehyung pergi ke rumah paman dan bibinya, orang tua Seokjin, lalu membawa mobil Seokjin sekalian Jungkook ke apartemen dua sejoli itu. Jadilah, mobil Taehyung mengangkut Jungkook dan empat sisanya pakai mobil Seokjin. Ya. Seperti itu.

Jungkook berpamitan meminjam mobil Taehyung tadi. Tepat saat baru sampai di restoran. Mendadak ingat pesanan ibunya dan kebetulan toko yang ada sudah hampir tutup. Taehyung sesekali mengecek ponselnya karena itu.

Seokjin terkejut saat baru keluar toilet ibunya menghampiri. Wanita yang menurunkan genetik cantiknya ke putra semata wayang mereka itu, khawatir dengannya.

"Kamu demam, nak?"

"Tidak, bu. Hanya lelah saja. Tidur banyak juga pulih nanti."

Han Jihye mengernyit, menatap lurus mata anaknya. "Kalian main berapa kali?"

Ditanya begitu Seokjin langsung keki. Dia menarik ibunya lebih ke dalam lorong depan toilet. Malu.

"Ibu, kenapa tiba-tiba? Aku ...."

"Mentang-mentang kau tidak hamil, bukan berarti kalian bisa main sepuasnya, nak. Apalagi kau kerja sibuk begitu sebelumnya. Ya, ampun, anak itu harus kuberi tahu. Rindu, ya, rindu, tapi tidak begini juga. Kau ... aish, sama saja."

"Bu, tunggu," cegah Seokjin menarik lengan ibunya dan menggenggam pergelangannya, menunduk dengan mata bulat cerah, "bukan salahnya. Aku yang minta, uhum. Dia juga sudah bawakan aku vitamin herbal. Aku akan baik-baik saja. Tidak perlu dibawa ke meja makan. Ada dua anak di bawah umur, bu."

"Siapa bilang aku mau bicara di depan mereka? Tidak. Pokoknya nanti ibu perlu bicara dengan pacarmu itu. Astaga. Kalian ini, suka sekali main-main. Sudah lima tahun, tahu. Apa dia tidak mau melamarmu, nak?"

Seokjin merasakan wajahnya panas seketika. "Ibu, tahan dulu kalau mau bicara. Astaga. Kami belum siap."

"Apanya? Aku juga mau melihatmu segera menikah. Supaya ibu dan ayahmu lega, nak."

Seokjin menekuk muka, Jihye mengusap sayang wajah anaknya. Tersenyum. "Aku mengerti. Tidak. Bukan soal aku atau ayahmu yang ingin menimang cucu. Ini soal kebahagiaanmu. Walau aku tahu, kau sudah merasa demikian, tapi status jelas juga sama pentingnya. Kalian sudah dewasa. Mapan. Tinggalnya saja sama-sama. Apa yang ditunggu?"

"Karir. Dia masih terikat karir. Tidak bisa sembarangan punya status. Penggemarnya bisa gila."

"Sayang, kalau soal itu, mudah. Mereka yang sungguh peduli, pasti mendukung." Seokjin mengangguk, Jihye melanjutkan, "lalu? Apalagi?"

"Um. Aku ... belum yakin. Aku takut. Rumah tangga itu bukan main-main, 'kan, bu?"

"Keluarganya maksudmu?" Seokjin mengangguk.

"Percayalah padanya. Yang penting, kalian sudah dapat restu dari kami. Ya?" Jihye mengusap kening anaknya, lalu kembali menyebut akan memberi nasehat soal kegiatan ranjang sampai Seokjin menggerutu.

Baru masuk ambang pintu, Seokjin langsung merasa jantungnya jatuh ke perut. Darahnya seakan disedot semua. Kakinya menolak bergerak maju, walau ibunya sudah mengajak, dengan sadar Seokjin meremas tangan ibunya. Jihye menepuk-nepuk punggung tangan Seokjin sampai mereka kembali ke tempat. Tatapan Seokjin bahkan hanya ke lututnya, Namjoon yang menegur tidak punya pesona lagi, atau entahlah.

.Voice of Love. | NJ ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang