8. Do-ne it.

666 81 59
                                    

°°° °
Ternyata kekhawatiran Yoongi waktu itu adalah sesuatu yang tidak perlu. Walau malamnya Taehyung diminta ganti jaga, dan jadi saksi absurd Seokjin yang menangis sambil memeluk jaket Namjoon dan berceloteh soal penyesalan dicampur aduk menceritakan masa-masa kalut mereka saat pacaran dulu kala, esoknya keadaan Seokjin membaik dan semakin baik.

Walau, saudara sepupu itu harus saling berkelahi karena Taehyung merekam celotehan cengeng Seokjin sebagai jaminan untuk upah makanan gratis akhir tahun dari restonya.

Dari sore, Seokjin dan tim restonya sudah sibuk melayani pelanggan yang datang sesuai jadwal. Sampai pergantian tahun. Cuaca dingin di luar tidak menyurutkan antusiasme mereka, karena Seokjin memberikan sajian spesial sebagai bentuk terima kasih. Tidak. Bukan dirinya yang menyanyi. Itu akan melanggar janjinya pada Namjoon untuk merahasiakan suaranya. Seokjin akan membagikan hadiah bagi siapa saja yang bisa mengimbangi lelucon ala bapak-bapaknya juga beberapa kuis dadakan di sela-sela kegiatan makan. Puncaknya nanti, mereka bersama akan menghitung mundur dan main petasan yang berisi kumpulan kertas kecil warna warni.

Seokjin sedang sibuk mengatur menu makanan, Yoongi ke bagian administrasi dan pengaturan kuis. Pemilik resto itu sedang sibuk-sibuknya, tapi tetap setia menaruh Hing ditempat yang aman dan dapat dilihatnya. Selesai putaran sekian untuk ke sekian menu, Seokjin akhirnya bisa bernapas sejenak. Dia membawa Hing masuk kantor dan bersama mereka melepas napas lelah.

Tentu hanya Seokjin. Hing ada di pangkuannya.

Setelah puas, Seokjin seperti teringat sesuatu. Dia mengambil ponsel, mengecek pesannya untuk Namjoon, tapi ternyata belum dibaca. Terakhir menerima kabar dari Jungkook, kekasihnya dikabarkan sedang serius bersama si dokter. Sudah menjalani operasi dan dalam masa penyembuhan. Tentu itu kabar baik.

Namun, walau isi pesannya ceria, sesungguhnya Seokjin sudah rindu setengah mati. Apa yang didengar juga disaksikan Taehyung kemarin dulu, adalah ungkapan hatinya. Hampir sebulan penuh tanpa kabar langsung, bagaimana dia bisa tenang?

Namjoon adalah napasnya. Jika dia tak ada, Seokjin bagaimana bisa bernapas lega?

"Namjoon-ie," lirihnya sambil mengusap layar ponsel, menampilkan foto mereka, Seokjin tertawa lepas dengan Namjoon yang menggigit pipinya gemas. Oh, betapa dirinya ingin kembali ke masa itu. "Aku tahu, harusnya tidak cengeng begini tapi, ... tetap saja. Apa kau memikirkanku di sana? Soalnya, tiap detik aku ...."

Seokjin menelan degup tangisnya. Memaki diri sendiri karena lengah. Mungkin, terlalu sibuk dari tadi, jadinya saat melihat ponsel, dirinya mudah cengeng. Astaga. Dari mana pembelaan remeh itu berasal?

Ketukan di pintu seketika membuat Seokjin membuka laci dengan kikuk alih-alih mengusap air matanya di bawah meja.

"Ya?"

"Ada yang mencari, bos."

Seokjin mendongak, berharap matanya tidak merah. Ternyata Moonbyul yang menyapa. "Siapa?"

"Taehyung dan seorang pemuda jangkung yang tempo hari datang makan siang itu." Seokjin mengernyit. Gadis berkuncir kuda itu tersenyum sambil menaikkan alis. "Mereka langsung kuminta masuk di samping. Tidak apa, 'kan? Di luar sedang hujan salju dan di dalam ramai. Kupikir tamu untukmu sedikit pribadi?"

Jantung Seokjin berdegup kencang tiba-tiba. Setelah membenarkan Moonbyul, Seokjin mengabaikan ponselnya ke atas meja dan buru-buru menemui si tamu. Napasnya tercekat begitu melihat dua orang membelakangi. Yang salah satunya benar jangkung.

"Namjoon-ie?" tegurnya ragu.

Mereka berpaling. "Kak Seokjin," balas Jungkook dengan senyum lebar. Menepuk lengan Taehyung dengan penuh kemenangan karena tingginya disamakan dengan kakaknya.

.Voice of Love. | NJ ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang