02. flashback - how it began

79 11 0
                                    

malam itu para panitia khusus untuk kegiatan ibadah padang pemuda di luar kota melakukan survei biaya, banyak yang harus diurus, mulai dari makan, snack sampai biaya transportasi. untuk memastikannya, mereka pergi bersama, ada enam roda sepeda motor yang bergerak beriringan, diselingi banyak kikikan dan cerita seru mengikis waktu selama perjalanan. motor milik zoe dan kakaknya, yora, seketika terhenti, sisa kendaraan yang ada ikut berhenti saat menyadarinya, "yor, ada apa?" tanya grace, perempuan di boncengan jisung. yora mencoba menarik nafas, "sakitku kambuh" adunya, terlihat kesulitan meraup udara, kerumunan orang muda itu mulai panik, yora mencoba tersenyum, "gak apa-apa guys, jangan takut" lerainya padahal ia saja tengah menahan sakit.

"sudah, begini, yora diantar pulang ke rumah agar bisa makan obat dan istirahat, biar kita aja yang urus sisanya" grace bicara lagi penuh rasa cemas, alis yora menyatu, ia tak enak, "tapi..." ujarnya segan, "gak usah dipaksa, kak, kita maklum kok," kini jisung yang bicara, yang lain terlihat angguk-angguk kepala, yora mendesah putus asa, "baiklah" ucapnya final, lalu bertukar posisi dengan haechan yang duduk di motor taeil, "kamu oke kan kalo kakak tinggal, jo?" tanya yora pada adik perempuannya, zoe. gadis itu mengangguk padahal dia takut, ia tak dekat dengan siapapun di gereja yang baru. "zoe mau ikut? atau diantar pulang aja?" tanya grace pada puan muda itu usai motor taeil dan yora meninggalkan mereka, "ikut aja, kak" cicitnya, ini pertama kali zoe mengeluarkan suaranya. grace tersenyum sampai hidungnya mengerut lantas mengangguk sebelum meminta jisung mulai bergerak, sepertinya grace gemas pada zoe.

yora dan zoe baru sebulan lalu pindah ke lingkungan ini. yora adalah seseorang yang supel dan asik, perempuan itu mudah bergaul dan membangun hubungan baik, ia sudah masuk saja tuh di organisasi pemuda remaja gereja. berbanding terbalik dengan si adik, zoe, yang terlihat manja dan lebih suka menghabiskan waktu mendekam di kamar tidurnya. dua anak gadis itu hanya punya satu sama lain di ibukota, mereka harus berpisah dengan orang tua demi mengejar pendidikan yang layak, itu juga sebabnya zoe sangat bergantung pada kakaknya yang sudah seperti seorang ibu baginya. setelah ibadah tadi, zoe diminta menemani kakaknya mengurus keperluan kegiatan bersama panitia yang lain, tapi kakaknya itu malah sakit, dan zoe tak bisa mengendarai sepeda motor menggantikan yora yang sedang kesulitan bernafas. alhasil yora harus diantar pulang oleh orang lain, moon taeil namanya, keyboardist gereja mereka, dan zoe harus ikut bersama tiga orang lainnya karena ia tak mau merepotkan, inilah keadaannya, ia dibonceng pria yang belum pernah dia ajak bicara, lee haechan. pemuda ini sangat berisik di setiap perkumpulan, tapi zoe terlalu canggung untuk ikut nimbrung, jadi dia kebanyakan mendengar pembicaraan saja sambil menahan tawa sesekali, zoe malu, padahal kalau di rumah zoe termasuk banyak sekali bicara.

-

akhirnya survei sukses, dua sepeda motor itu melaju kembali ke rumah, haechan mengantar zoe dengan selamat sampai teras rumahnya, namun dua anak muda itu kebingungan saat melihat keramaian, "loh, ini kenapa? ada kecelakaan?" adalah kata pertama yang haechan lontarkan pada zoe setelah bergerilya ke segala penjuru, zoe mengendikkan bahu, ia juga kehabisan akal, tapi gadis itu sedikit cemas, apa rumahnya kebakaran? zoe segera turun setelah motor haechan terhenti, ia segera bertanya pada orang sekitar, bahkan helm di kepalanya belum ia lepas, "ada apa ya, mbak?" tanyanya pada tetangganya, pertama kalinya juga gadis itu mengajak tetangganya bicara, ia malu tapi keadaan memberanikan zoe, "oh, astaga, ini adiknya!" seru tetangga zoe lantang usai melihat wajah zoe, kerumunan warga membuka jalan, memberi akses untuk gadis muda itu masuk, zoe masih bingung, lalu segera masuk ke dalam rumahnya, semua orang menatapnya dengan... sendu?

"oh, ya tuhan, gadis yang malang, aku ikut sedih untuk ini, aku harap kau tetap kuat" ujar si bapak yang berdiri di dekat jendela rumahnya, zoe mengerutkan alis tak mengerti, "kakakmu sudah mau dibawa ke rumah sakit tadi, tapi ambulans sangat lambat sampai ia tak tertolong, ia sempat mengeluh sesak di dadanya tak tertahankan sampai tak sanggup" jelas bapak itu lagi, jantung zoe berdetak begitu kencang, seakan hendak telepas dari tempatnya semula, ia amat terkejut. kakinya segera berlari masuk, dengan gemetar ia meraih tangan dingin sang kakak setelah berhasil menemukan badan lemahnya yang tergeletak, "kak?" panggilnya, suasana haru dan sedih benar, "kak! kak yora!" teriaknya lagi, tak tahu harus bilang apa, tapi air mata mulai bercucuran membasahi pipi, "kakak" ucapnya yang tak terdengar, kini zoe meringis, memegang dadanya yang begitu sakit seakan ditusuk, ia tak bisa terima, kakaknya yang ia cinta, kakaknya yang begitu berharga tak bisa mendengar zoe menangis, ia yang ditangisi! air mata ini untuk yora.

"maafkan aku, maaf, maaf aku terlambat, kak, ini salahku" racaunya lagi, kini mulai memukuli kepalanya sambil merutuk, menyalahkan diri sendiri, namun dapat ia rasa tangannya ditahan oleh seseorang, haechan yang ternyata belum pergi. zoe merontah, namun pegangan haechan pada pergelangan zoe kian erat, kini zoe berteriak nyaring, tangisnya tak tertahan lagi, lalu segeralah ia menghambur ke pelukan haechan, zoe tak punya siapapun lagi saat ini. alis haechan bertaut, hatinya ikut teriris, lalu ia mengelus punggung zoe lembut berulang kali, hanya mampu berharap dapat menenangkan sedikit kegelisahan gadis itu.

-

sekarang subuh, hari yang baru sudah tiba, langit malam tambah cerah, sudah sedikit timbul warna kebiruannya, haechan meletakkan teh hangat yang sudah ia seduh ke hadapan zoe yang tengah duduk termenung, ayu itu terlihat kacau, rambutnya berantakan, matanya sembab parah, cairan dari hidungnya sudah meleber sampai kemana-mana. dering ponsel membuyarkan lamunannya, "halo, papa?" ucapnya dengan suara parau, haechan tak bisa dengar vokal lawan bicara zoe di seberang telepon. "iya, ini jojo" jawab perempuan muda itu, mukanya datar, bahkan tak sanggup menangis lagi bak air matanya habis terkuras, "uhm, iya" hanya kata-kata demikian yang berulang kali gadis itu ucapkan sebagai jawaban, lalu ia memutuskan panggilan. kaki haechan mengayun ke sana kemari, bingung harus bilang apa pada zoe, tak tega meninggalkan gadis malang itu sendirian, tapi ia belum mengabari siapapun di rumahnya sampai detik ini.

"kakak ga mau pulang?" seakan mengerti isi pikiran haechan, zoe bicara, haechan malah gelagapan, "ah, iya, sebenarnya aku juga bingung" jawabnya terbata, zoe bangkit berdiri, "aku oke kok kak, ayo aku antar ke depan, aku juga ga enak ngerepotin banget" sesalnya, haechan jadi merasa bersalah, tapi tungkai pria itu mengikuti langkah zoe menuju pintu, "aku pulang ya, zoe, kalau ada keperluan penting atau hal mendesak langsung hubungi di nomor tadi aja, besok aku usahakan datang kemari, jangan putus asa, semangat" pesannya yang hanya dibalas anggukan lemah zoe, siapa sangka haechan akan berpesan hal yang sama setiap hari selama dua tahun mendatang?

[2] rumah | haechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang