Monday's Diary

8 1 2
                                    

Aku terbangun dengan perasaan malas. Tapi aku merasa badanku terasa lebih segar daripada biasanya. Mungkin karena aku menghabiskan Mingguku hanya dengan berbaring dan membaca novel. Yah, seperti yang telah diketahui banyak orang, membaca bukanlah hal yang membutuhkan banyak tenaga. Namun tingkah konyolku itu membuat mataku merah dan pedih. Biarlah. Jangan diingat lagi. Biarkan menjadi pelajaran berharga untukku. Aku takkan membaca sampai seharian penuh lagi.

Kulihat jam dinding yang berada tepat di hadapanku. Pukul 05.15. huh! Sepertinya aku akan terlambat lagi. Mungkin jika aku tidak bersekolah di sekolah favorit di kotaku ini aku tidak akan terlambat. Sekolahku sekarang ini bisa dibilang sangat rajin. Baru jam 06.45 saja bel sudah berkumandang. Ditambah lagi dengan para bapak dan ibu guru yang sangat rajin memperingatkan kami untuk segera apel pagi di lapangan depan. Hmmm... sungguh mengganggu kenikmatan pagi hari. Tapi apa boleh buat. Jika sudah memutuskan untuk bersekolah di sekolah elit ini ya harus menanggung segala aturan dan resikonya juga.

Sebelum beranjak ke kamar mandi, ku sempatkan untuk mengecek hp. Mungkin saja ada informasi yang mengatakan sekolah libur hari ini. Hehehe.... Yah, walaupun kelihatan mustahil, tapi tidak menutup kemungkinan juga kan? Kutemukan ada satu pesan masuk di hpku.

To: Delima

Pagi sayang...

From: Mas Denniz

Aku tersenyum melihat pesan itu. Sudah ku duga. Ini pasti dari Mas Denniz. Sejak Mas Denniz memintaku untuk menjadi kekasihnya, dia selalu mengirimkan pesan itu setiap pagi. Segera ku balas pesan itu.

To: Mas Denniz

Pagi juga mas...

From: Delima

Setelah membalas pesan dari Mas Denniz aku segera menuju kamar mandi untuk berwudhu dan mandi tentunya.

Ku sampirkan handuk di tempat yang biasa digunakan untuk menjemur pakaian kemudian menuju meja makan untuk sarapan. Hhh.... Kerupuk lagi. Sudah tiga hari aku beserta keluargaku sarapan berlaukkan krupuk. Bukan karena tidak mampu membeli makanan. Kesibukan di pagi harilah yang menyebabkan semua ini terjadi. Ibuku sudah berangkat 10 menit setelah aku bangun. Tidak ada waktu untuk membeli makanan. Apalagi memasaknya. Terkadang ibu akan menyempatkan sedikit waktunya sekedar untuk membuat telur dadar atau mie goreng. Tapi kelihatannya stok mie dan telur sudah habis satu minggu yang lalu. Sudahlah.... Syukuri saja apa yang ada. Masih mending lauk kerupuk daripada harus makan berlaukkan minyak jelantah.

"Nanti di kunci ya.... Jangan lupa pagarnya juga digembok," pesan Ayahku yang tiba – tiba berada di depanku dan mengagetkanku. Pakaiannya sudah lengkap. Sepatu, kaus kaki, celana, dan baju dinas. Aku hanya menjawab pertanyaannya dengan senyum. Kemudian Ayahku melangkah keluar. Meninggalkanku.

Setengah tujuh! Sial! Aku pasti terlambat! Ku kayuh sepedaku cepat – cepat. Kakiku rasanya seperti hampir copot. Tapi aku tak peduli. Aku harus sampai di sekolah sebelum gerbang ditutup. Bisa dibilang aku memang aneh. Aku lebih suka bersusah payah mangayuh sepeda kurang lebih 3 km jauhnya daripada harus menggunakan sepeda motor atau kendaraan umum. Tentunya hal itu bukan tanpa alasan. Aku tidak terlalu suka mengendarai sepeda motor. Lebih tepatnya adalah, trauma. Aku tidak mau kejadian itu terulang kembali. Separuh hidupku sudah runtuh karenanya. Aku takkan membiarkan separuh hidupku lagi runtuh dengan percuma. Tapi walaupun begitu, aku tetap bisa mengendarai sepeda motor. Untuk berjaga – jaga. Jika dalam keadaan terdesak aku baru mau memakainya. Untuk kendaraan umum, aku tidak tau pasti apa alasannya kenapa aku tak mau memanfaatkan sarana itu. Sebenarnya bisa saja aku meminta Ayah untuk mengantar dan menjemputku. Tapi aku bukanlah tipe orang yang suka menunggu. Malas rasanya kalau disuruh menunggu jemputan.

**

Yes! Berhasil! Aku berhasil menerobos gerbang sekolah yang hampir tertutup rapat. Setelah mamarkirkan sepeda kesayanganku, aku langsung berlari menuju kerumunan teman - temanku yang telah bersiap untuk mengikuti upacara bendera. Aku mencari tempat dimana teman – teman satu kelasku berbaris. Tas yang ku bawa tak sempat ku taruh terlebih dahulu di dalam kelas sehingga menyusahkanku untuk menyusup dan mencari teman – temanku.

Yup! Akhirnya ketemu juga.... Segera ku letakkan tasku di bagian paling belakang barisan dan aku segera menyelinap diantara teman – teman laki – lakiku. Sejurus kemudian, aku telah berada diantara teman – temanku. Aku tersenyum saat teman yang berada tepat disampingku memandangku kaget sekaligus bingung.

**

Pelajaran pertama, fisika. Beruntung teman sebangkuku tidak ikut terlambat juga. Jadi dia bisa memilihkan bangku yang cukup nyaman untuk menghadapi pelajaran yang satu ini. bangku nomor dua di dekat jendela. Lumayan. Tidak terlalu buruk. Walaupun aku sering mengeluh jika duduk di belakang, tapi kalau mata pelajaran yang satu ini, aku sependapat dengan teman sebangkuku. Lebih baik duduk di belakang paling pojok daripada duduk di depan. saat pelajaran sedang berlangsung, terdengar seperti ada orang yang mengetuk pintu. Kami semua terdiam beberapa detik. Tidak ada yang datang. Kemudian suara itu datang lagi.

Dorr! Dorr!

Suara itu kebih mirip seperti ledakan, batinku.

"Pak, Pak, ada asap Pak....!" Kata temanku yang duduk di depanku.

Beberapa detik kemudian, terdengar jeritan dari teman – temanku. "Aaaaa......!!!!!" mereka berlari ke belakang ruang kelas. Aku yang baru menyadari apa yang terjadi hanya diam terpaku memandangi kotak listrik di depan ruang kelasku mengeluarkan banyak asap.

"Terbakar!" jeritku dalam hati.

"Keluar semua, keluar!" teriakan pak Heru mengagetkanku.

"Ayo Ima, keluar..." kata Isti, teman satu bangkuku sambil menarik tanganku. Aku hanya mengikutinya tanpa berkomentar apapun.

Terjadi kehebohan di luar. Bapak guru yang tidak sedang mengajar segera berlari ke arah kotak listrik yang mengeluarkan asap itu. Setelah kotak dibuka, terlihat api berkobar – kobar di dalamnya. Kotak yang tadinya berwarna putih kini menjadi kecoklatan karena terbakar si jago merah.

"Air, air , air!" teriak pak Broto kepada pak Hasyim. Pak Hasyimpun dengan segera berlari mencari ember dan air. Teman – temankupun tak kalah serunya. Mereka ikut membantu memadamkan api dengan alat seadanya. Air minum beberapa temankuyang mereka bawa dari rumah raib sebelum sempat mereka nikmati. Tapi apa boleh buat, daripada kelas kami ikut terbakar, lebih baik mengorbankan beberapa botol air minum. Ya kan?

Beberapa menit kemudian, api yang berkobar itu telah mati terkalahkan oleh air yang kami semprotkan bertubi – tubi. Beruntung kelas kami tidak ikut terbakar. Tapi tetap saja ada dampak negative yang ditimbulkan. Bangku bagian depan basah oleh air. Begitu juga lantainya. Dan hal positifnya adalah, tidak ada guru yang masuk untuk mengajar sampai waktu istirahat tiba. Hore....!!! Setelah ku pikir – pikir, kejadian tadi adalah contoh yang paling hebat untuk mata pelajaran fisika tadi. Arus listrik. Itulah yang sedang kami pelajari tadi.

**

Saat perjalanan kembali ke rumah, angin bertiup sangat kencang. Menerbangkan debu – debu halus yang bisa masuk ke mata kapan saja. Hal baik yang aku dapatkan dari angin itu adalah, angin itu berhembus ke arah barat. Dan perjalananku pulang adalah menuju arah barat. Aku tidak perlu bersusah payah mengayuh sepeda kali ini. Angin telah membantuku mengayuhnya. Namun setelah aku berbelok ke arah selatan, aku tak bisa mengendalikan sepedaku. Angin mendorongnya sehingga aku hampir terjatuh. Aku pikir, daripada harus terjatuh dengan konyol lebih baik aku turun saja. Aku sadar aku mamang kurus. Tapi aku paling tidak mau ketahuan terjatuh karena tak kuat menopang terjangan angin dan nantinya orang yang menolongku akan mengatakan 'makan yang banyak' padaku. Aku sudah melakukannya. Tapi hasilnya sama saja. Mereka tidak mengerti! Dan sampai kapanpun mereka tidak akan pernah mengerti. Aku yakin itu. Akhirnya ku tuntun saja sepedaku sampai belokan ke arah barat lagi. Di tengah perjalananku, ada seorang ibu yang ramah dan mengatakan sesuatu padaku.

"Berat ya dek...?" Tanya ibu itu sopan.

Aku hanya mengangguk kecil sambil tersenyum pada ibu – ibu baik hati itu.

Tak lama kemudian akutelah sampai di tikungan ke arah barat yang akan mengantarkanku menuju ke my home sweet home. Angin masih bertiup sangat kencang. Daun - daun kuningkeemasan yang berguguran dari pohonnya karena terpaan angin seakan menyambutkedatanganku. Indah. Beruntungnya, aku tak perlu bersusah payah agar sepedakuitu dapat bergerak. Angin telah membantuku menggerakkan sepeda. Ku biarkan sepedaku bergerak dengansendirinya semantara aku menikmati hembusan angin yang cukup kencang itu. Akutak akan metewatkan hal ini. Sungguh! Aku merasa sangat bebas. Bebas sepertiangin.

**

Pemalang,

Senin 18 Juni 2012

Journal of The Rainy DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang