ADMIRED

138 116 1
                                    

“Aku merasa ada yang menyangga tubuh mungilku, secepat kilat kurasakan tubuhku sedang melayang di udara. Apa yang terjadi?"

Tanyaku dalam hati. Secara perlahan kubuka salah satu kelopak mataku, demi mencari tau apa yang sedang terjadi dengan tubuhku, tiba-tiba kudapati diriku menyunggingkan seulas senyum.

“Ah ... ternyata Ayah,” gumamku dalam hati.

Dengan bahu yang tegap disertai tangan yang kokoh. Ayah menggendongku masuk ke-kamar, setibanya dikamar Ayah membarikan tubuh mungilku di sebuah kasur yang menurutku cukup empuk. Benar empuk, menurut orang sederhana sepertiku.

Dalam kondisi mata masih terpejam kurasakan tangan Ayah mulai menyelimutiku dengan selimut yang cukup hangat. Aku mencoba membuka kelopak mataku perlahan-lahan dan kudapati punggung Ayah yang mulai menjauh dari bilik kamarku.

Selang beberapa menit kemudian, kudengar langkah kaki yang samar-samar menuju kearah kamarku. Dengan sigap kupenjamkan kembali kelopak mataku, tapi indra pendengaranku mulai beraksi, indra pendengaranku mulai menganalisa apa yang terjadi di sekelilingku.

Beberapa menit kemudian langkah kaki yang samar-samar mulai menjauh, namun sedetik kemudian terdengar suara cekikian yang begitu samar, dengan sigap Aku palingkan kepala ku melihat siapa orang yang cekikikan malam-malam buta.

“Ah ... ternyata dia adalah Kakakku," Ku ubah posisi tubuhku yang mungil dengan gerakan yang cukup pelan sehingga tak menghasilkan suara, kupalingkan posisiku menghadap wajah Kakak.

“Kenapa Kamu belum tidur?" Tanyaku pada Kakak sambil berbisik agar Ayah tak mendengar suaraku.

“Kamu sendiri kenapa belum tidur?” bisik Kakak padaku.

“Sebenarnya tadi Aku ketiduran tapi tiba-tiba Aku bangun ketika Ayah mengendognku” Jelasku pada Kakak

“Aku tadi pura-pura tidur dan tiba-tiba Ayah datang mengendongku” Jelas Kakak sambil cekikikan, Ia mengatupkan tangan dimulut demi mengahalau suaranya. Akupun ikut tertawa, tiba-tiba terdengar langkah kaki sedang menuju kearah kamarku. Aku dan Kakak dengan sigap menutup mata Kami, seolah-olah Kami sedang tertidur. Ketika langkah kaki itu mulai menghilang Aku dan Kakak serentak membuka mata dan tertawa bersama. Itulah kebiasaan yang sering kulakukan dengan Kakak.

Kami sengaja tertidur atau menjalankan peran pura-pura tidur di depan TV hanya untuk digendong Ayah.

Terkadang Ayah tau kejahilan Aku dan Kakak, tapi Ayah tetap saja mengendong kami. Terkadang juga Ayah tertawa sambil menggendong kami.

Kalau Ayah tertawa itu tandanya Ayah tau kami hanya pura-pura tapi Ayah tetap saja menggendong kami.

Ayah adalah sosok yang penyabar tak hanya itu Ayah juga orangnya pendiam, tegar dan juga penyayang.

Suatu hari Aku lewat di depan sebuah warung yang menjual aneka manisan dan juga minuman yang disukai anak-anak seusia ku saat itu. Pada saat itu Aku melihat teman-teman sebaya ku membeli sebuah minuman rasa jeruk. Secara naluriah akupun ikutan ingin membelinya. Aku merengek pada Ayah agar dibelikan minuman itu, tapi Ayah berusaha menenangkanku yang saat itu sedang menangis terseduh-seduh.

“Ayah belum punya uang Nak…,nanti kalau Ayah sudah punya uang, Ayah akan belikan untuk Kamu,” Ucap beliau sembari mengusap air mataku yang saat itu membasahi pipiku. 

Hatiku menjerit kesakiktan ketika kejadian itu melintas di pikiranku, yang membuat Aku sedih bukan karena Ayah tak membelikanku minuman, melaingkan Aku sedih karena saat itu ingin rasanya Aku menolong Ayah, tapi saat itu Aku hanya mampu merengek pada Ayah.

Aku sedih melihat keadaan Ayah yang tak punya apa-apa.

Ayah selalu ada saat Aku butuh sosok seorang teman, Ayah selalu ada dikala Aku sedih, Ayah ada di saat Aku butuh bahu untuk bersandar, bagiku Ayah adalah sosok yang sangat Aku kagumi.

Kata-kata Ayah selalu menjadi penyemangat dikala Aku sedih, dikala Aku kecewa, pelukan Ayah begitu menenangkan disaaat Aku terjatuh.

Pahit manisnya getir kehidupan Ayah rasakan, ujian demi ujian datang menerpa Ayah tapi tak satupun kalimat mengeluh keluar dari mulut Ayah. Aku ingat sekali ketika Ayah ditimpa cobaan kelilit hutang tak satupun dari keluarga Ayah yang mengulurkan tangannya demi menolong Ayah. Tak satupun dari mereka yang melirik Ayah, mereka hanya mencemooh dan malah mempersulit Ayah.

Seketika itu Aku teringat sebuah pepatah _Air susu dibalas air ketuban_ Itulah yang terjadi pada Ayah saat itu.

“Ayah…” teriakanku menyadarkan Ayah dari lamunannya.

“Apa yang Ayah pikirkan?” Tanyaku penasaan.

“Tidak ada yang Ayah pikirkan nak…,”
balas Ayah berusaha membuat ku tenang.

“Terus kenapa Ayah melamun?” tanyaku lagi dengan nada sedikit ketus.

“Hmmm…Ayah hanya memikirikan kenapa mereka memperlakukan Ayah seperti itu,” imbuh Ayah dengan suara yang begitu pelan.

“Iya … kenapa sih mereka memperlakukan Ayah seperti itu, apa mereka lupa dengan apa yang Ayah lakukan selama ini untuk mereka,” celoteh ku dengan nada kesal serta raut wajah yang berapi-api.

“Sabar,,,nak” ucap Ayah berusaha menenagkanku yang sedari tadi berapi-api.

“Haaa…kok bisa sabar sih Ayah, Aku aja jengkel karena mereka memperlakukan Ayah seperti itu,” jawabku dengan nada yang agak tinggi.

“Nak semua ada waktunya, semua sudah di atur sama Sang Pencipta” jawab Ayah dengan tenang.

“Hidup kadang kita berada di atas tapi terkadang juga kita berada dibawah,” imbuh Ayah lagi.

“Yang kita butuhkan saat ini hanyalah sabar dan berdoa kepada Sang Pencipta,” imbuh Ayah lagi dengan wajah yang begitu tenang.
“Ha … sabar,” bisikku dalan hati dengan nada yang begitu heran.

Kata-kata yang keluar dari mulut Ayah membukamku seribu bahasa, seolah-olah kata-kata itu menjadi sebilah pisau bermata dua yang melukai hatiku dan menjadi penenang hatiku saat ini.

“mana mungkin Aku bisa sabar ketika Aku melihat orang tuaku diperlakukan seperti ini” lirihku dalam hati. “Menapa Ayah bisa setegar dan sesabar ini?” tanyaku pada diri sendiri.

“Apakah Aku bisa seperti Ayah? Apakah Aku bisa mengikuti sifat Ayah?” pertanyaan-pertanyaan tadi berkelabat dalam benakku, seolah-olah Aku sedang berkomunikasi dengan diriku yang lain.

Ujian demi ujian hidup Ayah lewati dengan sabar dan tabah, tak pernah kudapati Ayah mengeluh, tak pernah kudapati Ayah meneteskan Air mata. Yang Ayah lakukan hanyalah diam seribu Bahasa dan berpegang teguh pada prinsipnya.

“Semua ada masanya”. Entah kenapa setiap Aku melihat Ayah seperti itu, hatiku terpanggil ingin melakukan hal yang sama. Aku ingin menjadi sesabar Ayah. 

Ayah menjadi sosok yang Aku kagumi, Ayah selalu berhasil membuatku terkesan dengan sikapnya menghadapi setiap masalah yang Ada, Ayah selalu menjadi penenang dikala hati ini mulai resah, petuah-petuah Ayah selalu membuatku ingin mencoba yang terbaik.

Banyak hal yang bisa kupetik dari sikap Ayah salah satunya adalah sebesar apapun cobaan yang datang menerpamu, berpeganglah pada satu prinsip sabar, karena setiap masalah yang kau hadapi sudah diatur oleh sang Pencipta.

Jika kau mampu menghadapinya berarti kau lulus dalam ujian kehidupan ada begitu banyak pelajaran yang bisa kau petik di setiap sendi permasalahan yang kau hadapi, so jangan lupa bersabar.

“Hm ... wanginya enak sekali,” gumamku, kuseruput teh hangat yang ada di cangkirku sambil memandangi langit-langit yang begitu cerah.

“Itulah sosok yang Aku kagumi, Ayah.”

🌷🌷🌷

Author by Rohaeni

Orang TuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang