memories

619 89 8
                                    

Hari ini hujan deras kembali menari di jalanan kota Bogor. Langit memang sedang gelisah, tetapi matahari setia menemani dan memberikan sedikit cahaya dan kehangatan di tengah gelisahnya sang langit.

Beomgyu mengamati setiap rintik hujan yang jatuh serentak ke tanah dari balik jendela kelasnya, tak lupa dengan headset yang menempel pada telinganya mengalunkan lagu-lagu favoritnya.

Mungkin benar jika hujan membawa kenangan di setiap rintiknya, di setiap suara gemerciknya. Karena Beomgyu kembali mengingat kenangan-kenangan itu setiap dirinya melihat rintik hujan dan mendengar gemerciknya. Hatinya kembali merasakan sensasi hangat dan sesak, persis seperti yang Beomgyu rasakan pada hari itu.

Agaknya kali ini sedikit berbeda, karena hatinya merasakan sesak yang lebih mencekik hingga Beomgyu memejamkan matanya dan bulir bening membasahi pipi seputih saljunya.

Beomgyu mencoba menenangkan diri dengan menghela nafas panjang. Ya, itu sedikit bekerja. Setidaknya ia tidak merasakan sesak yang begitu mencekik.

Merasa lebih baik, dirinya kembali memejamkan mata. Mengingat kembali setiap adegan di hari itu,  di mana dirinya merasakan kebahagiaan terbesar dalam hidupnya, namun hari itu pula yang menjadi kesedihan terbesar dalam hidupnya hingga menimbulkan trauma yang membelenggu.

Mencoba melupakan, namun tidak bisa. Lagi, Beomgyu menghela nafas. Mencoba bangkit dari duduknya lalu meninggalkan kelas yang menjadi saksi kenangan-kenangan indah dirinya bersama seseorang. Kelas yang pernah menjadi tempat favoritnya bersama seseorang lima tahun yang lalu.

Sebelum benar-benar pergi, Beomgyu menatap seluruh ruang kelas itu. Kelas itu masih sama, masih menguarkan aroma yang terkasih, masih menghangatkan hatinya, masih memberikan kenyamanan untuk dirinya, masih membawa kenangan lama.

Puas menatapi kelas itu, Beomgyu menghela nafas berat. Menutup pelan pintu kelas, lalu melangkahkan kaki menuju gerbang sekolah.

Sekolah hari ini sepi. Tentu saja, ini hari minggu. Hanya ada pak Agus—satpam sekolah—dan beberapa staff sekolah.

Beomgyu sampai di gerbang sekolah. Ia menghampiri pak Agus untuk berbincang sebentar dengannya.

"Pak, terimakasih ya sudah mengizinkan saya melihat-lihat sekolah lagi." Ucap Beomgyu.

"Ah, santai aja. Kamu juga sudah lama ya baru lagi main ke sini, terakhir kamu ke sini lima tahun lalu ya?" Tanya pak Agus.

"Iya nih, pak. Kebetulan memang setelah lulus saya langsung ke Jepang, kuliah di sana." Jawab Beomgyu.

"Padahal tujuan sebenernya mengalihkan pikiran, tapi ternyata ga bisa. Sia-sia." Batin Beomgyu.

"Wah, hebat ya. Padahal dulu saya denger-denger kamu itu anaknya bebal dan peringkatmu ga pernah masuk duapuluh besar, tapi kamu malah bisa kuliah di luar negeri. Apa pengaruh pacarmu itu ya? Dia kan anaknya pintar dan cerdas sekali. Sayang, dia sekarang su—"

"Ehm—maaf pak, saya pamit ya. Masih ada urusan" Pamit Beomgyu.

"Oh iya, hati-hati ya" Timpal pak Agus yang dibalas anggukan oleh Beomgyu.

Beomgyu lalu berjalan kaki menuju halte bus dekat sekolah, hendak pulang ke rumah.

.
.

Beomgyu sudah sampai. Ia langsung melesat pergi ke kamarnya. Mandi dan mendinginkan kepalanya.

Selesai mandi dan memakai pakaian, ia membaringkan tubuhnya di kasur. Memainkan ponselnya yang lima tahun terakhir terasa hampa.

Tak lagi ada sebuah pesan yang menyambutnya dengan manis setiap kali dirinya membuka ponsel. Yang ada hanya pesan-pesan tidak penting dari beberapa teman-temannya.

Wishlist ; TaegyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang