04| kecewa

44 3 2
                                    

Mendengar suara benda terjatuh laki-laki itu menolehkan kepalanya dan melepaskan tautan bibir itu. Sesaat dirinya terkejut, ia melihat Andin pergi menjauh dan sepertinya menangis.

"Andin," Varel mengejar Andin. Laki-laki itu berusaha menggapai lengannya.

Ketika sudah dapat menggapai lengan Andin, tangannya malah dihempaskan begitu saja. "Andin aku bisa jel--"

Plak

Andin menamparnya. Varel yang ditampar tidak menduga Andin akan menamparnya. Ia masih memegangi pipi yang ditampar Andin tadi, itu cukup sakit, membuatnya meringis.

"BRENGSEK LO!" Andin meluapkan emosinya. Hatinya sangat sakit atas apa yang dilihatnya tadi.

"Andin, aku bisa jelasin,"

"MAU JELASIN APA LAGI HAH!"

"Ini nggak kaya yang kamu lihat." Varel mencoba membela diri.

"Masih coba ngelak huh?" Andin berdecih. "Lo pikir gue nggak tau semua tingkah laku lo!"

Air mata masih mengalir di pipinya. Semua sudah jelas sekarang, laki- laki di hadapannya sekarang ini telah menghianatinya.

"Ternyata gue bego banget," Andin terkekeh di sela tangisnya. "Gue selalu percaya sama lo, sama semua ucapan lo, tapi apa?"

"Bahkan gue lebih percaya sama lo dibanding temen gue sendiri,"

"SALAH GUE APA SAMA LO HAH!"
Andin berteriak sambil mendorong dada Varel.

Varel yang daritadi hanya diam kini angkat bicara. Ia menjadi terbawa emosi. "GUE GINI JUGA KARNA LO!" Varel balas berteriak di depan muka Andin.

Andin terdiam berusaha mencerna maksud Varel. Ini salah dirinya?

"Lo, selalu deket sama si Fahri. Lo seakan gak nganggep gue sebagai pacar lo!"

Apa ini, mengapa Varel membawa- bawa Fahri? Ia tau Andin dan Fahri hanyalah sahabat.

"Terus lo bales gue dengan pengkhianatan hah! Tanpa tau yang sebenernya gimana!"

"Padahal selama gue pacaran sama lo, gue selalu jaga jarak sama dia. Karna gue mau jaga perasaan lo. Tapi ini yang gue dapet?!"

Andin berusaha menetralkan napasnya agar tangisannya berhenti. Varel di depannya hanya diam tak menanggapi.

"Sebuah hubungan tak akan berhasil tanpa ada rasa saling percaya"

"Lo yang kaya gini, berarti lo gak percaya sama gue. Jadi, buat apa pertahanin hubungan kayak gini?"

Andin meneguhkan hatinya. Ia harus bisa, walaupun hatinya tak mampu. Ia masih sayang kepada Varel. Tapi apa yang diperbuat Varel sudah sangat menyakiti hatinya. Ia harus tegas.

"Varel, kita putus!"

Setelah mengucapkan itu, Andin berlari meninggalkan Varel yang hanya diam. Andin berlari sekuat yang ia bisa dengan membawa rasa sakit di dalam hatinya, tanpa tahu ada seseorang yang melihat semua yang terjadi antara dirinya dan pacar- ah ralat mantan pacarnya.

***

Andin masih terus berlari tak tentu arah. Ia bahkan tak mempedulikan tatapan orang-orang yang memandangnya aneh.

Ia hanya ingin sendiri, ia ingin berteriak sekencang-kencangnya untuk melepaskan semua rasa sakit hatinya. Pikirannya hanya satu, taman. Hanya tempat itu yang sepi untuk Andin melepaskan semuanya.

Kakinya terasa kebas, ia tak sanggup untuk berlari, bahkan untuk berjalan sekalipun. Andin pun duduk di bangku taman seorang diri.

Air mata masih setia mengalir pada pipi mulusnya. Ia kecewa, pada Varel, pada dirinya juga hatinya. Mengapa ia harus jatuh hati sedalam ini?

Takdirmu AkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang