Rutinitas

16 4 2
                                    

Setelah hari kelulusan, mantan siswa memiliki sedikit waktu luang untuk bernapas. Sekedar untuk mengurus berkas kuliah, melengkapi registrasi, mengunjungi sekolah untuk mengenang memori selama SMA mereka seperti pedesnya nasi sambel teri bu kantin, asiknya godain satpam sekolah, kabur dari guru BK, tembok belakang saksi bisu pelarian– ya seperti itulah. Hal itu juga dilakukan kesembilan remaja ini.

Mereka berkumpul. Mereka berbeda sekolah. Mereka berencana mengenang setiap sudut sekolah mereka bersama. Loh gimana? Kan beda sekolah. Ya mereka kunjungin masing-masing sekolah. Kurang kerjaan? Iya!!

"Udah lengkap semua, anak-anak?!" Seru seorang cewek tembem kayak apem gosong–kata dia sendiri. Di depannya ada delapan remaja seumurannya. Ada yang rebahan santuy, ada yang nggosip ala mak-mak kompleks, ada yang lagi makan seblak ceker burung puyuh, dan yang paling parah lagi mimisan gara-gara nontonin layar hp doang.

"Woi, denger–" ucapan cewek itu teredam oleh tawa yang lain.

"BWAHAHA!! Anjir, kek kera kebelet muke lu dodol!" Tawa menggelegar seorang cowok menghiasi ruangan itu. Hingga mengejutkan si kang rebahan sampe-sampe dia kejedot meja. Sapa suruh tiduran di kolong meja.

"Diem lo kutil kuda! Lagi kepedesen nih! Aer mana aer?!!" Dengan paniknya seorang cewek kurus, tinggi, nggak semampai megap-megap sambil lari 7 keliling. Wajahnya merah padam menahan boker– eh pedas.

"Ikemen gilak, ah gilak! Bisa crazy aku–" si cewek yang lagi natap ponselnya harus merelakan ponselnya terbang gara-gara ditendang cewek yang kepedesan. "Aneeen!! Stop, stopp! Cari air di dapur!" Teriak Fitya.

Baru saja si cewek kepedesen, cewek berkacamata, atau akrab dipanggil Anin ini mau lari ke dapur, ia malah kembali membuat keributan dengan menendang si kang gosip yang ketawa tadi.

"ANJRIT! Punya mata dipake woi!" Teriak Dennys yang terganggu sesi gosipnya dengan kedua cewek lain. Walaupun cowok, teriakan dan tawanya tidak kalah dengan emak-emak komplek sebelah. Dennys ini aslinya baik, tapi rada sengklek, heboh, suka ngegas, suka ngabsen hewan di kebun binatang. Aduh banyak minesnya ya, bun. Dia ni anak kpop, hobi makan, kalo ketawa nular pokoknya, sampe bengek. Panggilannya bolbolcok (bola-bola coklat, coklat tapi gak manis sih). Nak ips calon akuntan.

"Minggir!! Ngalangin jalan gue aja si!" Si Anin masih setia kepedesan, ditambah kesrimpet bolbolcok, dan harus ke dapur. Memang si Anin ini jagonya rusuh. Sering banget heboh sama dennys, sekalinya anteng dia bakalan tidur anywhere anytime. Jangan salah, si Anin ini nak pinter loh, tapi banyak sengkleknya juga. Bisa ngambis sampe lupa dunia, tapi kadang ogeb.

Lanjut, si cewek yang terlupakan tadi, ia hanya speechless melihat teman-temannya yang menghancurkan kamarnya sampai seperti kapal pecah. Hari itu mereka berkumpul di rumah Annisa atau akrab disapa Nichun. Nichun ini anak yang sabar, baik, suka masak, sering dijadiin emak kedua oleh temennya. Wibu, cat lover, nak seni, rame kalo udah kenal doang. Kata stranger sih wajahnya jutek, bikin bayi nangis. Tapi aslinya lemah lembut, suka anak kecil tapi anak kecil bakal lari duluan liat mukannya. Sad.

"Nchunn!! Si fitya nangid!!" Teriakan si dedek manis nan imut membuyarkan lamunan Nichun yang sedang meratapi nasib kamarnya. Si dedek manis ini namanya Cinda, si imut paling muda. Wibu juga, kpop juga, nak matematika. Walau tampang polos nan lucu, si Cinda ini sadis gengs. Kalo ngomong kadang pedes banget. Mungkin emaknya ngidam cabe pas hamil dia. Kecil-kecil cabe rawit, gitulah.

"Huaaa!! Hape guaa!! Belom selesai liat si doi menyatakan cinta! Aaah, tadi apa yak judul manga-nya?! Hiks.." Sementara si Fitya atau kadang dipanggil Han (Reihan) sedang menangisi ponselnya sambil scrolling, harap-harap cemas menemukan manga online itu kembali. Fitya ini wibu juga, penggemar Jepang gitu. Di mana ada ramen di situ ada Fitya. Si Fitya ini ambil jurusan mulmed tapi berbakat buat cerpen (pengen nulis naskah drama terus jadi sutradara dan kameramen sekalian mungkin), hobi baca manga juga. Bangun pagi-pagi banget buat baca manga.

"Nchun!! Si indun kobam!!" Kali ini suara Arum atau Kona'ah yang selalu menerima. Ia sedang menggoyang-goyangkan bahu Hindun, kang rebahan yang kejedot tadi. Kona'ah ini anak baik gaess, ceria. Cuma kadang kasian, rumahnya susah sinyal. Kalo lagi chat di grup pasti munculnya di akhir. Terus kadang ga nyambung gitu otaknya. Pengguna jasa olshop, ga bakal ngelewatin event olshop gitu. Kompak sama Anin kalo masalah ini.

"Gue di mana? Kalian siapa? Gue siapa? Yang mulia paduka kochenk mana? Babu ganteng gue–" Sebelum makin parah, alangkah baiknya menyumpal mulut Hindun dengan Kaos kaki. Dan pelakunya adalah Dennys.

"HMPH!! Anjay, kek terasi kampret!" Hindun pun segera bangkit dari kubur, maksudnya rebahan. Ia lemparkan kaos kaki itu ke sembarang tempat hingga mendarat di pojokan, tepatnya di sebuah novel yang sedang dibaca. Si Hindun ini aslinya kalem aja, cuma bisa rada pecicilan dan nggak bisa diem. Tapi kalo marah, jangan berharap bisa melihat mentari di esok hari. Hindun adalah kpopers, wibu, suka webtoon, author wattpad, tukang goyang (ngedance), nak kimia (borong aja semua). Namun terlepas dari multitalented, dia itu kang rebahan dan mageran.

Sementara yang lain heboh, ada dua insan-eaaa-yang sedang diam di pojokan. Memperhatikan segala chaos yang diciptakan teman mereka.

"Iki do ngopo, sih?" Tanya Erni sambil menyingkirkan kaos kaki yang dilempar Hindun. Ia sedang membawa sebuah novel dan tiba-tiba ada kaos kaki terbang. Ia pun melempar kaos kaki ke sebelahnya. Erni ni tipe-tipe anak pinter dan nggak banyak polah. Suka banget novel dan puisi. Sering dipanggil Eren oleh para wibu (Nichun, Fitya, Cinda, Hindun). Ya, si Erni yang gatau apa-apa mah diem aja.

"Hm.." di dekatnya Erni, si Septian hanya berdehem. Ia fokus mengerjakan soal fisika di tengah-tengah kekacauan temannya, sebelum sebuah kaos kaki mendarat di depannya. Terkejut, ia pun melempar kaos kaki itu kembali. Sungguh Septian anak teladan. Jenius murni tapi irit ngomong. Kalo ada sesi foto langsung ngilang secepat kilat. Yang lain heran, apakah Septian atau yang akrab diapanggil Cecep ini punya masalah dengan foto?

Selain 9 remaja ini, sebenarnya ada 1 orang lagi. Namanya Yazid. Satu spesies sama Septian tapi nggak irit-irit banget kalo ngomong. Sayangnya ini anak lagi di luar kota. Anak pondok.

Kembali ke Nichun yang hampir habis kesabarannya. Ditambah sebuah kaos kaki melayang ke arahnya. Ia tidak tau bagaimana caranya membuat para setan ini diam.

"Gaes.." lirihnya sambil menyingkirkan kaos kaki laknat itu.

"HAHAA, dapet air juga lo, nin?!" Dennys tertawa lagi melihat Anin dengan keringat segede jagung.

"Gaes!" Nichun masih berusaha.

"Yaiyy!! Ketemu juga manga-nya! Cin, cin!" Fitya merapat kepada Cinda dan heboh.

"Gae–"

"DASAR KAMPRET!" Hindun mencoba menyerang dennys karena membuatnya kejedot dan makan kaus kaki rasa terasi. Dan Kona'ah mencoba menengahi.

"GAESS!! BISA DIEM NGGAK?! KITA JADI KE SEKOLAH ENGGAK SIH??? NGAPAIN KITA KUMPUL TUH HAH?? KANG RUSUH KAMAR AJA. GUE GAK RELA KAMAR GUE JADI KAPAL PECAH KEK GINI. SEKARANG, BERESIN!!" Nichun sudah diambang batas. Segera ia melempar sapu, pel, dan kemoceng kepada teman-temannya. Aura hitam menguar dari tubuhnya.

'Anjir, emak marah.' -All mines Nichun

Mereka pun kicep dan segera membereskan kamar Nichun lagi. Sementara empunya duduk bersedekap di pintu. Memantau anak-anaknya eh teman-temannya beberes. Erni dan Septian yang dipojokan pun langsung ikutan membereskan novel dan buku yang mereka pinjam.

"Bagus. Sekarang, duduk semua. Gue mau ngomong sesuatu." Masih dengan death glare, Nichun duduk di lantai, diikuti teman-teman lainnya yang ngeri dengan sosok si emak kedua.

***

Mon maap gabisa buat yang lawakan. Tapi semoga terhibur, gaes.

Absurd? Iya.

Yaudah, segini dulu. Stay tuned♡

Kosan AoATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang