Diskusi

17 4 0
                                    

"Bagus. Sekarang, duduk semua. Gue mau ngomong sesuatu." Masih dengan death glare, Nichun duduk di lantai, diikuti teman-teman lainnya yang ngeri dengan sosok si emak kedua. "Ini tentang masalah yang–"

"Yang mana, mak?" Itu si Dennys yang langsung mendapatkan jitakan dari Nichun.

"Gue belum selesai ngomong. Dan gue bukan mak lo!"

"Iya, mak, maapin." Rintih Dennys.

"Ngejawab lo ya? Bagus, dah berani."

'Udah kek emak beneran, anjir.' -all mines Nichun.

"Ekhem, gue terusin. Ini tentang masa depan–" Nichun kembali berbicara dan sekali lagi dipotong, namun beda orang.

"Lo bisa ngeramal?! Lo tau masa depan?? Masa depan gue gimana, Chun??" Anin menatap Nichun dengan berbinar.

"Eh, galah diem ya. Sekali lagi ngomong gue tendang kalian dari sini." Nichun memijat pelipisnya. Memang sulit mengendalikan setan-setan ini. Tapi ia mencoba sabar. 'Untung temen.' Batinnya.

"Ini tentang ngekos dan tujuan kita selanjutnya. Kita juga udah nentuin jurusan masing-masing juga ya. Tinggal berangkat ke Jakarta dan tempat tinggalnya. Kita kan udah janjian ngekos bareng, ye kan? Secara kita satu kampus cuma beda fakultas doang. Yang beda cuma Septian. Itu aja kampus sebelah." Jelas Nichun.

"Btw, semua udah dapet ijin ortu, kan? Kita bakalan merantau dan buat bisnis sendiri." Lanjut Nichun.

"WOE, MANA SI JAWABANNYA?! Diem diem bae." Rasanya seperti ngomong dengan batu.

"Katanya gaboleh jawab." Lirih Dennys.

"Au' ah, kezel gua. Intinya gitu. Udah pada ijin kan??" Yang lain hanya mengangguk terkecuali satu orang. Namun ia memilih diam.

"Gak sabar gue! Btw, om gue bakalan nganterin kita. Dia punya mini-bus gitu. Itung-itung irit biaya transport." -Dennys

"Kok gue pengen naik motor ya?" -Fitya

"Gue juga eh. Motoran aja kuy, Fit." -Arum

"Oiyak, lupa. Kalean kan mabok. Sans lah, kan ada emak." -Hindun

"Gue bukan emak lo lo pada ya. Aelah, cuma Jakarta doang. Nggak jauh. Paling 6-7 jam doang kalo pake mobil." -Nichun

"Jauh itu, Chun. Oiya, kita mau ngekos di mana?" -Cinda

"Gue dah tanya sodara di Jakarta. Ada kosan kosong noh. Tapi katanya buat 5 orang doang." -Anin

"Iya susah sih cari yang langsung bisa nampung 10 orang. Mending kita bagi 2 aja, beda kos gitu. Sementara doang, sambil cari kosan atau mungkin apartemen gitu?~ Sapa tau kan, yak. Daripada kekeh bersepuluh tapi ga dapet tempat. Gue gamau ngegembel di Jakarta." -Cinda

"Bener juga tuh. Cowoknya jadi 2 kubu aja. Nah, sekarang baginya gimana? Mau undian?" -Fitya

"Hm." -Septian

"Jadi Sabyan lo, Cep. Hm hm mulu." -Dennys

Fitya pun menyobek kertas sembarang dan menulis nomor undiannya. Sementara Nichun curiga, kertas apa yang dipake Fitya.

"Enak banget, njir. Main sobek-sobek aja. Mending roti sobek." Gumam Nichun sambil sengaja menyenggol si Fitya.

"Apa sih? Hih, sesobek doang." Fitya sedikit kesal namun lanjut membuat undian. Setelah selesai mereka diminta menutup mata untuk mengambil undian. Dan hasilnya,

"Dennys, Hindun, Nichun, Anin, Eren jadi satu. Cecep, Cinda, Fitya, Arum jadi satu. Setuju nggak nih?" -Fitya

"Gue sih oke. Secara gue bakalan lebih sering ke kosan yang lebih banyak makanan." -Anin

"Eh, mending Dennys sama gue ajaa! Kan dah ada Nichun. Tukang masaknya dibagi lah. Bisa kelaperan gue nanti." Arum memelas. Dennys adalah juru masak, begitu pula dengan Nichun. Hobi makan mereka berdua.

"Bener juga sih. Kesian anak orang. Yaudah, Dennys tukeran sama Cecep aja." -Nichun

"Hm." -Septian

"Ham hem mulu dah. Au' ah gelap. Yaudah, kita siap-siap aja dulu. Lusa kita berangkat." -Dennys

Mereka pun kembali menikmati suasana. Ada yang seenak jidat rebahan di kasur Nichun (si Anin dan Arum) yang lagi mbahas olshop, cowok-cowok main game, kaum Wibu sibuk cari husbu, dan tersisa 1 orang yang larut dalam pikiran.

'Cerita nggak ya? Tapi..' Erni hanya menatap teman-temannya itu. Sesekali ia membolak-balik halaman novel di tangannya. Pikirannya tidak fokus.

Erni's pov

Aku melihat teman-temanku nampak antusias. Sebenarnya aku juga bersemangat dengan ini. Tapi,

Flashback on

"Hah?! Merantau? Gausah jauh-jauh.. biarin temenmu keluar kota. Kamu gausah jauh-jauh dari rumah." Kata Mamak sewaktu aku mengutarakan niatku mengikuti teman-teman lain.

"Tapi, mak.. kita kuliah juga mau cari sambilan. Aku bisa hidup mandiri, kok." Aku mencoba membujuknya.

"Sekali enggak ya enggak. Kamu tau nggak berapa biaya ngekos? Belum lagi makanmu sehari-hari. Ditambah uang kuliah.. kamu pikir itu murah, nduk?? Dah dah, pokoknya enggak." Mamak kembali fokus untuk memasak. Aku pun langsung pergi ke kamar.

Memang benar, apalagi Jakarta. Di sana semua mahal. Ditambah ngekos dan aku tidak memiliki kenalan di Jakarta.

Flashback off

Yah, aku harus memberitahu mereka. Sejujurnya ada perasaan ragu. Mereka pasti tidak akan ambil pusing dengan masalahku ini. Ya, mereka baik-baik saja tanpa diriku.

Aku berdiri dan membuat mereka menatapku bingung.

"Gaes..."

***

Balik lagi~

Kok malah jadi serius ya? Mana komedinya?? Hadeh.. moga terhibur deh.

Stay tuned♡

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 23, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kosan AoATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang